Oleh: Dr Budi Santoso | Dosen Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta
Latihan kere, selama setahun. Itulah proses belajar yang diajarkan Covid-19. Seperti sekolah, setelah kita lulus, ada yang masih ingat materi sekolahnya sehingga hidup lebih hati-hati atau yang lainnya. Ada juga yang tidak menjadikannya pelajaran. Tetapi alumni yang model terakhir biasanya sebagai “alumni” yang sukses.
Mahluk tak kasat mata, sudah memutarbalikan segala harapan dan cita-cita. Semua repot, semua susah. Namun, katanya ekonomi seperti balon, dipencet di sini, nongol di bagian lain. Masalahnya sekarang balonnya mengempis, anginnya berkurang, sehingga semua juga susah dan kalau ada yang “melendung” juga kecil 3 L (lama lama letoy).
Di masa orang susah, perusahaan mie instant, luar biasa hasilnya. Pabrik ikan sarden kalengan di Bayuwangi mulai hidup dan bergairah lagi, karena dijadikan bansos. Perusahaan telekomunikasi, aplikasi, Youtuber ada yang panen karena banyak manusia yang rebahan setiap hari. Namun, sebagian lagi terutama UKM, banyak ditinggalkan karena kehabisan modal.
Bagaimana para UKM beradaptasi dengan pandemi? Solihin tukang tongseng langganan saya, pagi tadi memilih pergi memancing ikan Cere di rawa 200 meter dari rumah saya. Kenapa? kata istrinya stress dagangan menurun. Solihin sedang mencari “obat” pengusir stress.
Adalagi Mang Aceng, asli Luragung sebagai pemilik “holding company”, dia mengelola 5 warung rokok. Sekarang mulai pull out, keluar dari beberapa kongsiannya, menutup beberapa lapaknya, karena pendapatan tidak dapat menutup ongkos. Dan, sekarang lebih banyak rebahan di kampung sambil bertanam singkong. Bukan berarti latah seperti emak-emak menanam kangkung dalam ember.
Adalagi tukang makanan yang bunuh diri, akibat tidak tahan, karena dagangan sepi. Modal habis-habisan dan berbagai persoalan hidupnya.
Banyak cara mengatasi problema usaha. Namun saya belum mendengar ada jurus sakti yang dapat mengatasi “kedobolan” kas dalam jangka panjang di kala pandemi.
Terus apa saran yang dapat diberikan? Sepertinya tidak ada yang memiliki solusi jitu, karena hampir semua belum memiliki pengalaman menghadapi situasi seperti ini. Dari kampus pun belum ada solusi karena mereka juga sedang belajar dengan menghimpun pengalaman solusi di lapangan oleh para praktisi, yang sekarang sedang “tengkurap” dan nyaris tak dapat bangun lagi.
Solusi dari kampus untuk mengatasi bisnis di kala pandemi, akan muncul 1 atau 2 tahun lagi. Karena sesuai prosedur ilmiah, harus ada riset, kemudian dimuat di jurnal yang beredar di kalangan terbatas dibaca akademisi, dan sepertinya hanya akan dijadikan sebagai referensi para akademisi saja.
Jurnal jarang dibaca para praktisi bisnis, mungkin bahasanya terlalu ilmiah dan rumit, sehingga kurang dipahami kemanfaatannya. Praktisi bisnis biasa membaca ide baru dengan membaca artikel gagasan dari buku, atau dari seminar, atau celotehan para survivor bisnis di kala pandemi di medsos atau di warung kopi.
Apa yang harus dilakukan sekarang sebagai strategi jitu dalam berbisnis?
Saya juga tidak tahu, kalau tahu juga saya tidak akan kasih tahu. Saya akan kerjakan buat saya sendiri terlebih dahulu. Agar saya one step a head. Dan kalau gagal juga tidak menjerumuskan orang lain.
Agar menjaga semangat kita tidak kendor di masa pandemi, katanya kita harus tetap 3S, sehat, sabar, dan soleh. Agar jangan sampai kita 3 S – stress, stroke dan setop.
Mari berguyon saja walaupun merana. Mudah mudahan meningkatkan imun dan membangun optimisme. Semangat…