Oleh M Rusli Hamdani
(Magister PAI STAI Sukabumi)
Kapan terakhir kali anda menjumpai diri anda (pikiran, hati, jiwa, kepribadian, rohani, kristalisasi iman, moralitas dan mentalitas anda sendiri)?
Cara paling sederhana menjumpai diri adalah dengan “masalah”. Setiap kali dibenturkan oleh persoalan (terutama yang rumit dan panjang-bergelombang), selalu ditemukan diri kita yang paling murni dan otentik. Logika sederhananya adalah semakin sering anda menghadapi dan mengatasi persoalan, maka semakin sering pula anda mendapati diri anda. Disamping itu, bonusnya adalah anda semakin menjadi diri pribadi yang makin dewasa dan mantap.
Setiap persoalan, benturan, kesenjangan, dan apapun yang bernama “bencana” (internal dan eksternal) dalam hidup, sesungguhnya bukanlah bencana, melainkan sebuah situasi yang menunggu perubahan pemikiran anda tentang segala hal yang muncul di depan, terutama bencana tersebut.
Dunia ini adalah cermin. Karena apa yang anda rasakan di dalam diri, akan mempengaruhi apa yang ada di luar diri anda. Karena itu, anda tidak dapat memperbaiki hidup hanya dengan memperbaiki dan memoles bagian luarnya saja. Sejarah hidup manusia bukanlah sejarah jasmani, melainkan rohani.
Itulah meta sejarah yang sering manusia lupa dan bahkan merasa tidak lupa maupun terkadang dialfakan. Dan manusia bukan makhluk bumi, melainkan makhluk langit. Ia adalah “jiwa bertubuh” yang hanya ditugaskan untuk mengelola dan memakmurkan bumi. Inilah inti persoalan dari segala jenis krisis yang dialami manusia modern.
Sebagai pengelola bumi, tentu saja manusia memang dibentuk anatomi fisiknya dari bahan dasar bumi, dari tanah, tujuannya supaya betah di bumi, menyatu dengan alam. Akan tetapi, jasad ini tak pernah sanggup menanggung keagungan rohani. Tubuh sangat terbatas, ringkih, mudah aus dan rapuh. Lalu, diri pun menjadi lemah. Lantas untuk memperkuatnya, apakah manusia harus terus-menerus cari masalah? Ketahuilah bahwa kedamaian adalah situasi yang datang kemudian setelah masalah. Lho kok bisa? Bisa kok!
Begini penjelasannya: jika orang-orang di jalan tidak ramah, pindah jalan tidak akan membantu; jika tak seorang pun di kantor menghormati anda, pindah pekerjaan bukan solusi. Terkadang mengganti pasangan hidup adalah tindakan yang tepat, tetapi jika anda tida mengunbah cara berpikir, maka anda akan mendapatkan hasil yang kurang lebih sama. Kekacauan itu hakikatnya di dalam, konretisasinya dan objetiitasnya di luar, di kehidupan nyata.
Walhasil, rentetan persoalan adalah hadiah dari tuhan untu mendewasakan manusia. Setiap menghadapi masalah, anda selalu mengadakan pembaharuan atau “meng-up grade” diri anda. Anda bahkan mengganti diri anda yang “lama” dengan diri yang “baru”. Masalah adalah diri anda yang lama, menghadapi dan mengatasinya untuk menemukan diri yang baru. Pertanyaanya adalah; apakah anda menginginkan kesempurnaan atau menghasrati kemajuan.
Kesempurnaan adalah konsep “ideal’’ yang semua orang inginkan, akan tetapi tidak mudah merealisasikannya. Karena sementara itu konsep yang real adalah kemajuan yang mana setiap manusia bisa meraihnya sesuai kemampuan dan kesanggupan masing-masing. Satu kebaikan adalah kemajuan, dan satu kamajuan akan mengantarkan pada kesempurnaan.