Pojok  

Ibu, Sang Guru Kehidupan Penuh Kasih dan Sayang

Oleh: Dr. Ace Somantri, M.Ag, Wakil Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Bandung

Jauh sebelum lahir ke alam dunia, kita sadar dan mengetahui ada proses panjang yang dilalui oleh kita untuk tumbuh dan berkembang menjadi manusia hidup di dunia.

Kurang lebih sembilan bulan kita hidup di Alam rahim, sejak dari segumpal darah berangsur menjadi segumpal daging, dan selanjutnya membentuk jasad secara perlahan sempurna menjadi sosok manusia. Hal tersebut butuh proses panjang dengan penuh perjuangan dan pengorbanan jiwa dan raga, setetes air, dan sari-sari makanan sebagai nutrisi untuk tumbuh kembang kita selama dalam kandungan.

Kasih sayang ibu sebagai orang tua selama mengandung tidak diragukan, keluh kesah dan gelisah, bahkan kekhawatiran terus menggelayut dalam jiwa dan pikirannya. Berbagai cara dan upaya menjaga sang buah hati dalam kandungan, sekalipun kadang-kadang jengkel dan kesal karena sering terjadi ketika seorang suami, ayah dari sang buah hati dalam kandungan, tidak peduli dan peka apa yang di rasakannya.

Konsistensi kasih sayang ibu tetap istikamah menjaga sang buah hati dalam kandungan hingga melahirkan. Saat melahirkan di situlah puncak kebahagiaan seorang ibu bisa melahirkan sekalipun manaruhkan jiwa dan raga, malu dan sakit tidak dirasa, yang penting sang buah hati lahir dengan selamat. Semua itu saat terjadi, sang buah hati tidak menyadari dan tidak merasakan apa yang dirasakan sang ibu.

Perjalanan sembilan bulan kurang lebih, diakui atau tidak bahwa di situ ada proses pendidikan yang telah dijalankan sang ibu untuk anaknya, menumbuhkembangkan dalam kandung membutuhkan energi, pengetahuan dan wawasan yang cukup agar melahirkan anak yang sehat jasmani dan ruhani.

Hakikat pendidikan adalah menumbuhkembangkan anak sehat lahir dan batin. Dengan penuh kasih sayang ibu, semua anak setelah dewasa meyakini bahwa ibu adalah guru.

Ibu ialah Guru Kehidupan

Ibu adalah sang guru yang tidak diragukan, teruji, dan terbukti hampir semua ibu di belahan dunia mana pun mengakui bahwa jasa ibu pahlawan tanpa tanda jasa. Kasih sayang pada murid (anaknya) tidak terbatas ruang dan waktu, jiwa dan raganya menyatu dalam kasih sayang anaknya.

Sakit dan malu tidak dirasa, bukan hanya ketika melahirkan, melainkan terus berlanjut saat merawat anak setelah lahir. Nutrisi demi nutrisi dalam bentuk minum dan makanan tidak pernah lupa, bagaimanapun caranya tetap harus selalu ada. Sang ibu menjaga dan merawat pasti ada maksud dan tujuan nyata. Semua itu bukan untuk dirinya, melainkan untuk masa depan anaknya yang dia sayangi.

Baca Juga:  Teknologi Komputerisasi Mengubah Cara Kerja Psikologi Modern

Kasih sayang ibu sebagai guru memang nyata, bukan mengada-ada. Tanpa buku ajar ataupun modul, ibu berusaha dan berupaya keras mencari cara memberikan ilmu dan wawasan pada anak sebagi muridnya.

Naluri keibuan menjadi dasar membuka jalan memunculkan naluri keguruan sehingga mampu menemukan cara untuk membimbing, mengarahkan, termasuk selalu ada reward dan funishment bagi anaknya ketika ada beberapa perbuatan dirasa baik ataupun buruk.

Ibu menampilkan sosok penyayang sudah menjadi tabiatnya, bukan hanya karena dia seorang manusia, ternyata hewan pun demikan. Tidak heran ketika ada konsep homeschooling kian memasyarakat, hal tersebut bentuk kesadaran bahwa pembelajaran di rumah merupakan sekolah pertama (madarasah al ula).

Ibu sebuah kata yang kerap kali sering disebut-sebut dalam jiwa dan pikiran setiap anak, rasa rindu kerap muncul ketika lama tidak jumpa. Bahkan, ketika keluh kesah menggelayut dalam kesunyian dan keputusasaan, hanya kata ibu yang sering terucap, hal itu terjadi karena batin ibu selalu ada dalam jiwa setiap anak.

Jiwa penyayang seorang ibu melebihi segalanya sehingga ada kemuliaan ibu telah menjadi simbol dalam sebuah ketaatan beragama, hal itu diungkapkan dalam kalimat ”surga di bawah telapak kaki!”

Kemuliaan seorang ibu dengan kasih sayangnya tidak mengenal untung rugi saat hartanya diinvestasikan dan dikorbankan untuk anaknya. Jiwa dan raganya sudah tidak dipedulikan yang penting anaknya memiliki harapan dan cita-cita.

Saat anaknya rajin belajar, kalimat dan tutur katanya sopan, sikap dan perilakunya beradab dan taat terhadap ajaran agama yang di anutnya. Itu semua pasti membuat bahagia setiap ibu sebagai guru dan orang tua.

Kasih sayang ibu tidak berhenti pada membangun harapan dan cita-cita anaknya bersifat duniawi, tetapi ada yang lebih diharapakan, yaitu menjadi anak yang berbakti pada orang tua, agama, bangsa, dan negara. Bentuk bakti bukan berarti anaknya harus menjadi pejabat, konglomerat, ataupun teknokrat.

Sejatinya status sosial itu adalah sebuah hadiah dari proses yang dijalankan secara konsisten. Yang terpenting bagaimana kita dalam menjaga hadiah itu sebagai bentuk amanah yang harus dipertanggungjawabkan sebagaimana ibu menerima amanah dari Sang Mahakuasa atas anaknya dengan menjaga, merawat, dan menumbuhkembangkan secara sungguh-sungguh.

Baca Juga:  Memastikan Hak Pemilih Potensial dalam Pemilu 2024

Ibu menjaga anak sebagai amanah, penuh tanggung jawab, sehingga apa pun yang dimilikinya benar-benar didedikasikan dengan tulus dan ikhlas. Pengorbanan jiwa dan raga ibu menjalankan amanah, selalu berperan menjadi istri dan ibu dalam rumah tangga dengan multitalenta, seperti chef master (tukang masak), laundry (tukang cuci), baby sister (pengasuh), teacher (guru), dan banyak yang lainnnya.

Pengorbanan Sang Ibu

Bangun pagi tidur malam, waktu penuh di siplin. Itulah ibu yang memiliki dedikasi dan loyalitas tanpa batas untuk memberikan teladan pada setiap anaknya.

Pembelajaran yang ditransfer bukan hanya kata-kata, melainkan langsung praktik dengan model dan cara yang sederhana serta asilnya bisa langsung dirasakan saat itu juga. Sering tidak disadari oleh semua bahwa kegiatan itu bagian dari proses pembelajaran keterampilan dan kemandirian.

Dapur sebagai salah satu ruang laboratorium yang memiliki banyak varian peralatan untuk menstimulasi berbagai keahlian, khususnya berkaitan dengan tata boga. Kepandaian ibu sebagai guru di rumah tidak sekaku guru di sekolah formal, ruang untuk mengeksplorasi diri sangat terbuka lebar.

Titik fokus lebih terarah, hal itu terbukti ulama-ulama (ilmuwan) besar lahir dengan memiliki karakter unggul, semua meyakini bahwa ibu pendidik dan guru yang sangat hebat.

Ketulusan dan keikhlasan ibu ketika menstimulasi, menginspirasi, dan memberikan mimpi bukan hanya dalam wacana, melainkan dia langsung melibatkan diri berpartisipasi memberikan motivasi tanpa basa-basi.

Kalimat dan kata-kata dalam bentuk suruhan, perintah, ataupun larangan sebagai bentuk transfer of knowledge by heart to heart. Hanya sering hal itu dimaknai oleh setiap anak bentuk arogansi ibu sebagai orang tua, padahal itu adalah proses implementasi pembelajaran.

Disadari atau tidak, ibu di mana pun berada cinta dan kasih sayang tidak berhenti di dalam rumah. Namun, sebagai guru yang berjiwa besar, ibu sangat menyadari banyak kekurangan dan kelemahan sehingga dia meminta bantuan pada lingkungan lain untuk memperkuat yang sudah dilakukan.

Sekolah formal sebenarnya lahir untuk membantu para ibu dan orang tua dalam hal mendidik. Bahkan, di beberapa negara ada sekolah khusus untuk mempersiapkan calon ibu-ibu rumah tangga dengan setara sarjana.

Ketika ada yang salah dalam pendidikan di negeri ini, salah satu faktornya adalah tidak atau kurang ada keberpihakan negara pada sosok ibu yang memiliki dedikasi dan loyalitas yang sangat tinggi dalam menjaga keberlangsungan bangsa serta negara.

Baca Juga:  STEM Discovery Learning, Latihan Menulis dan Artikel Ilmiah

Kebesaran hati dan jiwa ibu patut diberikan penghargaan yang layak. Bukan hanya pahlawan tanpa tanda jasa, melainkan pahlawan yang layak mendapatkan surga.

Sejak alam semesta ada, ibu adalah wanita terhormat di jagat raya. Kehangatan peluk dan cium penuh sayang pada anak sejak usia belia hingga membekas sampai dewasa.

Tidak terasa memang ketika sentuhan jari dan tangan ibu membelai satu per satu seluruh anggota tubuh, tetapi bawah alam sadar tidak bisa di bohongi bahwa sentuhan itu telah membentuk sikap dan karakter pada anak menjadi penyayang.

Air susu ibu bukti nyata menjadi nutrisi utama untuk tumbuh kembang anaknya. Setetes demi setetes mengalir dari mulut ke tenggorokan, meresap ke dalam perut, menjadi nutrisi menyebar pada seluruh sel tubuh membentuk tulang dan otot hingga menjadi komposisi tubuh yang sempurna (diciptakan dalam bentuk yang baik), itulah penegasan dalam Q.S. Attin ayat 5.

Ibu seorang wanita pada dasarnya miliki jiwa dan karakter lemah lembut. Sentuhan demi sentuhan kasih sayang pada anak memberi vaksinasi alami pada sistem imun kekeluargaan yang lebih kuat. Tidak aneh, mata batin ibu akan selalu terkoneksi dengan anaknya di mana pun berada. Vibrasi dan frekuensi akan terus terpancar selama ibu dan anak masih hidup di dunia.

Koneksi jiwa dan raga ibu dengan anak sebuah keistimewaan khusus yang diberikan Allah melalui ikatan batin dari aliran darah dan sel tubuh yang terbentuk. Seandainya semua guru dan pendidik mampu menduplikasikan karakter sosok ibu yang penyayang tanpa ada batas, sekat ruang belajar, dan biaya, semua murid akan bahagia penuh canda serta tawa.

Ibu bukan hanya orang tua dan juga seorang guru, melainkan dia seorang dokter spesialis yang mampu mengobati luka serta derita anak kala sakit mendera. Cinta dan kasih sayang ibu menjadi pelipur lara setiap jiwa dan raga anaknya ketika diterpa duka. Berharap, ketika dewasa anakmu semoga selalu menjaga sekuat tenaga.