Oleh Najmudin Ansorullah
(Pengamat Sosial dan Keagamaan)
JJ Rousseau dalam “Du Contrat Social” (1762), mengatakan, “Manusia dilahirkan bebas, namun di mana-mana ia terbelenggu. Yang satu menganggap diri sebagai majikan, tetapi tanpa disadarinya sebenarnya ia sendiri lebih bergantung kepada budaknya itu”.
Pemimpin dan rakyat sebenarnya saling membutuhkan. Malah, pemimpin adalah pengemban amanah rakyat yang memangku jabatan tertinggi dalam negara. Rakyat adalah raja, sedangkan pemimpin mengemban tugas dari raja (rakyat) sebagai hambanya.
Seorang pemimpin harus tetap dekat dengan rakyat dan memperhatikan nasib rakyat yang telah memilihnya. Bahkan kedekatan pemimpin dengan rakyat harus mencerminkan kedakatan seorang hamba dengan Tuhannya.
Faktanya banyak calon legislatif (caleg) di pusat maupun daerah yang membutuhkan dukungan suara dan doa dari rakyat. Sayangnya, giliran caleg memenangkan kursi jabatan di daerah pemilihan (dapil)-nya, suara dan do’a rakyat (raja) kadang seperti tidak didengar. Boleh jadi, pemimpin makan daging sapi ternyata rakyat makan ikan asin.
Padahal, rakyatlah yang mendo’akan dan mendukung mereka hingga menjadi pemimpin. Karena itu, ada anggapan bahwa suara rakyat adalah suara Tuhan. Hubungan pemimpin dan rakyat semestinya terwujud dalam sebuah kasih sayang yang baik. Seperti halnya hamba yang mengingat Tuhan akan selalu datang menghadap Sang Pencipta dalam ibadah setiap hari siang-malam.
Pemimpin seharusnya turun ke masyarakat melihat kondisi nasib rakyatnya, bukan saat akan mencalonkan dirinya menjadi pemimpin saja. Islam menganjurkan umatnya agar senantiasa mendekatkan diri kepada Tuhan di mana dan kapan saja.
Firman Allah SWT berfirman dalam al-Qur’an surah al-Mumin [40] ayat 60, yang artinya: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu” (ud ‘uni astajib lakum). Dalam mengabulkan do’a, Tuhan tentu melihat sejauh mana ibadah sang hamba agar keinginan yang diridhai-Nya tercapai.
Mengharap tanpa melakukan perbuatan yang terbaik kemungkinan doa sulit diterima. Kalaulah seorang hamba ngotot meminta kebijaksanaan Tuhan itu turun untuk mengabulkan permohonan, sementara hamba belum melakukan perbuatan yang terbaik, sama halnya meminta pahala tanpa ibadah. Secara akal sehat tentu hal itu sulit diterima. Terlebih jika perbuatannya itu tidak diiringi pendekatan kepada Tuhan, mungkin harapan terwujudnya keinginan akan sangat tipis.
Allah SWT berfirman dalam al-Quran, surah al-Baqarah [2] ayat 186, yang artinya: “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran”.
Maksud kata “dekat” (qaribun), ialah Allah Maha Dekat dengan hambanya yang gemar berbuat (ibadah).
Calon pemimpin mau tidak mau harus memperhatikan apakah doanya sudah selaras dengan tindakan nyatanya di masyarakat. Doa dan perbuatan senantiasa harus seimbang — tidak pincang.
Dalam sebuah perumpamaan, jika kita menanam benih pohon dari induk yang baik tentu akan menghasilkan inang yang baik. Setelah inang itu tumbuh, maka inang itu harus diberi pupuk, disiram, dirawat dan dipelihara dengan baik agar inang itu tumbuh subur menjadi pohon yang menghasilkan buah berkulitas tinggi.
Namun, jika benih pohon diambil dari induk yang kurang baik, meski dirawat dan diberi pupuk, maka benih itu tidak akan tumbuh menjadi pohon yang baik.
Begitu pula doa yang tidak dimbangi perbuatan tidak akan membuahkan hasil seperti yang diharapkan. Calon pemimpin seharusnya mengevaluasi apakah aktivitasnya sudah sesuai dengan yang diharapkan dalam setiap doanya.
Meski ribuan bahkan jutaan orang berdo’a untuk sang pemimpin, tapi bila dirinya sendiri tidak melakukan perubahan dalam perbuatan untuk sesuatu yang sesuai dengan keinginannya, kiranya keinginannya itu sulit terwujud.
Tapi, apabila memang tekad bulatnya untuk menjadi pemimpin yang baik sudah balance dengan doanya, barulah di situ, Tuhan Yang Maha Bijaksana akan mengkabulkan permohonan hamba. Wallahu’alam.