Pojok  

Ketika Kepintaran tak Menjamin Kesuksesan, Anda Harus Pintar-Pintar

Oleh Dr Budi Santoso | Dosen Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta

Saya semakin yakin bahwa kepintaran tidak menjamin kesuksesan dalam bekerja. Dibutuhkan satu lagi kepintaran, jadi harus pintar-pintar. Artinya pintar secara akademik atau kecerdasan saja tidak cukup, namun butuh dukungan atasan, bawahan dan teman sekerja. Untuk mendapat dukungan inilah kepintaran ke dua dibutuhkan. Bagaimana “menaklukan” sekitarnya, 360 derajat.

Tesis saya tentang pintar-pintar ini, berdasarkan pengalaman. Dan ini juga diperkuat dengan pengamatan Malcolm Galdwel dalam bukunya Outliers. Banyak orang cerdas, pintar di lingkungan kerja dan masyarakat yang tidak mendukung, menjadi manusia “rongsokan” tidak terpakai. Mereka tidak mampu atau pintar dalam menempatkan diri dan pintar dalam “menaklukan” bos dan orang di sekelilingnya.

Baca Juga:  Zaman Susah, Nasib UKM, dan Solusi dari Kampus

Banyak pegawai yang merasa dirinya pandai, namun tidak sukses dalam pekerjaannya. Keluar masuk berbagai pekerjaan juga tidak sukses, sampai ada organisasi yang “paham” dan mau menerima berbagai kecerdasan dan kepintaran yang dimiliki. Atau sang pegawai mampu menjalankan kepintaran kedua.

Pengalaman rekrutmen sebuah perusahaan, menerima fresh graduate atau sarjana baru yang secara nilai akademis dan intelegensi rata-rata tinggi. Masuk dalam program manajemen training. Namun dari setiap angkatan yang direkrut, dan ditempatkan hanya sedikit yang menjadi Outliers, dan sebagian lainnya menjadi “rongsokan”, karena tidak mampu mempergunakan kemampuan atau kepintaran keduanya.

Dalam masa pandemi, kelesuan ekonomi dan sulitnya pekerjaan, kedua kepintaran ini sangat dibutuhkan. Banyak pengangguran kualifikasi level tinggi memasuki segmen yang lebih rendah, karena pekerjaan di levelnya sementara tidak ada. Dan pegawai level lebih rendah akan mendapatkan pesaing yang sangat berat.

Baca Juga:  Pembukaan PESONAMU Universitas Muhammadiyah Bandung Dimeriahkan 1.700 Mahasiswa Baru

Jangan Anda heran, nanti banyak petugas admin, salesman, teknisi, pedagang bakmi, petani ikan, atau tukang ledeng dan lain-lain akan “dijarah” oleh para tenaga yang berpendidikan tinggi atau bekualifkasi melebihi tuntutan pekerjaannya.

Ketika kita mendapat pesaing yang lebih pintar terus apa yang perlu diandalkan? Memainkan kepintaran kedua, mungkin yang dapat menyelamatkan Anda.

Menjinakkan lingkungan kerja, rekan sekerja dan atasan menjadi ketrampilan yang dibutuhkan ketika kita sedikit kurang atau kalah pandai.

Kita sering melihat juga, banyak pegawai yang menjadi bos dari kalangan pegawai yang tidak cerdas cerdas dan tidak hebat-hebat amat, namun pintar-pintar.

Saya pernah menuliskan bagaimana menjadi pintar yang kedua dalam sebuah buku, dengan judul Pintar-Pintar jadi Pegawai. Maksudnya agar orang dapat belajar bahwa kepintaran akademis dan kecerdasan otak dalam bekerja tidak cukup.

Baca Juga:  Guru, Ucapan Terima Kasih dan Kenangan Sepanjang Masa

Namun malang nian, ketika dalam suatu pertemuan, tumpukan buku saya disandingkan bersama rengginang di atas meja, orang lebih memilih rengginang ketimbang buku saya.