KABARINDAH.COM – Epidemiolog Universitas Griffith Australia Dicky Budiman menduga sebaran penularan mutasi virus corona (Covid-19) varian E484K alias ‘Eek’ telah menyebar di Indonesia lebih dari satu kasus yang baru dilaporkan pemerintah pusat RI.
Sebab, ia menduga varian anyar asal Jepang ini memiliki tingkat reproduksi efektif (Rt) di atas 3, atau dapat dikatakan memiliki tingkat penyebaran yang lebih tinggi daripada varian seperti D614G yang sudah ada di Indonesia pada 2020 lalu.
“Kalau kita menemukan satu kasus seperti ini, kasus E484K ini. sudah bisa dipastikan besar kemungkinan itu sudah dimana-mana. Sebagaimana waktu B117 di Karawang dulu sudah pasti menyebar dimana-mana,” kata Dicky, Selasa (6/4/2021).
Adapun bila kasus varian itu tak lantas ditemukan, Dicky selaku epidemiolog masih menilainya relatif wajar saat ini. Sebab, teknik pencarian strain virus dengan metode Whole Genome Sequence (WGS) untuk mendeteksi varian tersebut baru dilakukan secara acak di Indonesia.
Artinya, setiap temuan kasus positif covid-19 individu lewat tes usap (swab) tak langsung kemudian juga ikut diperiksa menggunakan WGS. Sehingga, katanya, akan ‘untung-untungan’ bila kemudian pemerintah menemukan strain baru. Saat ini, pemerintah telah melakukan sebanyak 990 teknis WGS guna mencari strain virus baru.
“Dengan radar terbatas saja kita sudah menemukan satu, bagaimana kalau kuat radarnya, kemungkinan banyak,” jelasnya.
Selain itu, dengan fakta bahwa kasus varian corona Eek ditemukan lewat penularan warga lokal di DKI Jakarta, hal itu menurutnya mutlak membuktikan bahwa varian ini telah menyebar menjadi transmisi lokal.
“Itu sudah bisa dipastikan bahwa dia menyebar di lokal,” kata dia.
Dengan kondisi itu, Dicky pun meminta pemerintah Indonesia lebih aktif lagi dalam menerapkan kebijakan melalui penjagaan pintu masuk Indonesia. Selain itu, ia mewanti-wanti pemerintah untuk tetap fokus pada strategi tes, telusur, dan tindak lanjut (3T).
Sebab, tegasnya, 3T yang optimal ditambah dengan penambahan teknik pencarian WGS, maka menurutnya sebaran varian corona Eek ini masih bisa dikendalikan.
“Karena adanya mutasi ini membuat si virus lebih pintar mengakali sistem pertahanan tubuh manusia. Meski tidak sampai 100 persen, tapi cukup untuk membuat misalnya terapi plasma konvalesen tidak efektif. Termasuk ada potensi vaksin menurun efikasinya,” kata Dicky.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sebelumnya telah mengonfirmasi soal temuan satu kasus mutasi virus SARS-CoV-2 varian E484K alias ‘Eek’ yang teridentifikasi di Indonesia. Namun demikian, varian virus asal Jepang itu dilaporkan bukan berasal dari penularan warga Indonesia yang habis bepergian ke luar negeri, melainkan penularan virus terjadi secara lokal.
Sampel varian itu diambil dari warga DKI Jakarta yang spesimennya telah diuji menggunakan metode WGS pada Februari 2021. Kemenkes pun memastikan sebanyak 14-17 orang kontak erat dari kasus itu telah diperiksa, dan hasilnya negatif covid-19.