Inteligensi Digital Selaras dengan Inteligensi Spiritual

Oleh Mia Sari Novianti

Magister PAI STAI Sukabumi

 

Apa sih inteligensi digital itu? Intelijensi digital atau kecerdasan digital adalah himpunan kemampuan sosial emosional dan kognitif yang memungkinkan individu untuk menghadapi tantangan dan beradaptasi dengan tuntutan kehidupan digital. Sedangkan kecerdasan spiritual dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk bertanya tentang makna hidup yang paling utama dan hubungannya dengan dunia tempatnya hidup.

Para ilmuwan Barat merasakan semakin kuatnya dominasi kemampuan rasional dalam pikiran manusia modern. Sehingga semakin kuat pula pemahaman Nasionalisme dan Sekularisme. Menurut Nasrudin dalam bukunya “Psikologi Pendidikan Anak”, orang tua dan guru harus menjadi perhatian ketika memperkenalkan komputer kepada anak-anak. Perkenalkan terlebih dahulu program dan aplikasi yang bersifat edutainment yaitu perpaduan antara education (pendidikan) dan entertainment (hiburan) yang dapat menumbuh kembangkan kreativitas dan imajinasi anak serta melatih syaraf motorik anak.

Evolusi intelejensi manusia yaitu dengan “Iqro”, lima ayat pertama surah Al-Alaq yaitu baca, baca, baca. Ayat yang sangat sederhana, yang menyinggung bagaimana kaum muslimin seharusnya memahami apa yang dibaca, apa yang dimaksud dengan pena adalah segala ciptaan-Nya seperti air, sungai, udara, gunung, tanah, pohon, hewan, manusia, molekul dan seterusnya.

Hidayat Nataatmaja dalam “Intelijensi Spiritual” mengungkapkan, semua pena itu bisa menulis dan tulisan itu disebut perilaku yang bisa dibaca oleh manusia. Maksud dari baca pena itu adalah bagaimana generasi berikutnya bisa membaca Kalam Allah dengan mengikuti bacaan generasi terdahulu yang ditulis di dalam buku.

Baca Juga:  Ini Cara ITB-UIN Bandung Tingkatan Publikasi, Konferensi Internasional ICWT 2023 Siap Digelar di Solo

Membaca Kalam Ilahi dari generasi ke generasi yang lebih menguasai banyak khazanah ilmu yang tertulis di dalam buku setiap periode ratusan atau bahkan ribuan tahun lalu. Dalam renungan tokoh Barat, John Archibald Wheeler, bahwa nanti kita akan mengerti keseluruhan alam semesta sebagai satu kesatuan pandangan yang teramat mengagungkan dalam bentuk yang luar biasa sederhana dan Indahnya. Sehingga, kita dengan terheran-heran berbicara di antara kita; “mengapa kita begitu dungu dalam waktu yang lama”.

Membaca pena menumbuhkan potensi intelejensi manusia secara fitrah, sedangkan membaca buku hanya menumbuhkan kemampuan rasional akal atau yang dikenal sebagai rasional agency atau intelejensi artifisial (Nataatmaja:6). Ketika manusia merenungkan bahwa dia memiliki Khalik yang telah menciptakan langit, hendaknya menegakkan Hujjah atas manusia dan menuju keimanan yang fitri yang didasarkan pada bukti atau kebenaran.

Hal tersebut telah sesuai dengan Firman Allah: “Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun” (QS al-Isra (17): 44).

Menurut tafsir Ibnu Katsir, bahwa semua makhluk yang ada di langit dan di bumi menyucikan Allah, mengagungkan, memuliakan, dan membesarkan-Nya dari apa yang dika¬takan oleh orang-orang musyrik itu. Dan semuanya mempersaksikan keesaan Allah sebagai Rabb dan Tuhan mereka. Firman Allah SWT: “Dan tak ada sesuatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya.” (QS al-Isra (17): 44).

Baca Juga:  5 UIN yang Paling Diminati Calon Mahasiswa SPAN-PTKIN 2023

Maksudnya, tiada suatu makhluk pun melainkan bertasbih dengan memuji nama Allah. “Tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka,” (QS al-Isra (17): 44).

Yakni kalian, hai manusia, tidak mengerti tasbih mereka, karena mereka mempunyai bahasa yang berbeda dengan bahasa kalian. Pengertian ayat ini mencakup keseluruhan makhluk, termasuk hewan, benda-benda padat, dan tumbuh-tumbuhan.

Demikianlah menurut pendapat yang terkenal di antara dua pendapat yang ada. Di dalam kitab “Sahih Bukhari” disebutkan melalui Ibnu Mas’ud, “Kami mendengar tasbih makanan ketika sedang disantap”. Di dalam hadis Abu Dzar RA disebutkan bahwa Nabi SAW pernah mengambil beberapa batu kerikil dan dipegangnya, maka beliau mendengar suara tasbih batu-batu kerikil itu mirip dengan suara rintihan pohon kurma.

Nataatmadja dalam “Psikologi Qurani” menyampaikan, tidak hanya manusia saja yang fitri, tapi juga tumbuh tumbuhan dan hewan. Melalui pendengaran dan penglihatan tertentu, bahwa upaya menyikapi bahasa hewan dan cara bicara sebagaimana juga telah dibuktikan bahwa tumbuhan pun memiliki perasaan indra dan bahasa khusus hewan.
Berikut bagaimana cara sederhana membangun kecerdasan spiritual:
1. Melatih kesadaran untuk peka terhadap kesalahan dan hal buruk yang ada pada diri agar dapat bersikap tenang dan menikmati hidup.
2. Bermeditasi untuk menyadari dan memahami pikiran dan perasaan diri karena itu akan membuat kita merasa tidak melakukan visualisasi dimana kita bisa membayangkan dan merasakan bahwa kita telah bahagia.
3. Berkumpul dengan komunitas yang dapat membuat kita terbuka, menghargai keberagaman dan semakin cerdas berempati.
4. Mendekatkan diri dengan alam dan melihat pemandangan yang membuat mata terasa lebih segar. Berjalan-jalan di alam terbuka juga dapat menciptakan suasana damai dan ketenangan batin.

Baca Juga:  Ciptakan Pengarusutamaan Moderasi Beragama, Ayo Dukung Bentuk Sindikasi Media PTKIN Ala Kemenag

Inteligensi digital sudah dapat dipahami di era sekarang ini, bagaimana anak-anak sudah dapat melek dan sadar digital. Hal ini harus diimbangi dengan inteligensi spiritual yakni usaha pendalaman Alquran sebagai konstruksi manusia sesungguhnya supaya tidak terjadi ketimpangan antara lahir dan batin.

Bentuk inteligensi spiritual yang dapat di akses oleh sistem inteligensi digital dalam perkembangan IPTEK dewasa ini, ternyata telah ada esensi dan prinsipnya dalam konstruksi Alquran. Itulah penemuan abadi sepanjang zaman. Wallahu a’lam bisshawab. (*)