Oleh Susi Sri Mulyawati MPd
(Magister PAI STAI Sukabumi)
Sudah hampir satu tahun lamanya pandemi Covid-19 melanda negeri. Dan sampai saat ini belum ada kepastian kapan pandemi yang hingga Kamis (11/3/2021) telah merenggut 2.630.898 nyawa warga dunia itu akan berakhir.
Pandemi telah menyebabkan beragam perubahan dan adaptasi baru lewat berbagai kebijakan pemerintah. Guna meminimalisir penyebaran, pemerintah berupaya sekeras mungkin untuk menerapkan kebijakan selalu menjaga jarak (social distancing) baik skala kecil atau pun dalam skala besar (PSBB).
Pemerintah sangat mengkhawatirkan terjadinya penyebaran wabah yang lebih besar pada berbagai kondisi dan kesempatan. Kegiatan kerumunan pembelajaran anak usia sekolah yang cenderung lebih aktif dan memiliki sistem imun lebih rendah menjadi perhatian utama sebagai dampak dari kebijakan adaptasi baru tersebut.
Untuk itu, pemerintah melarang sementara sekolah untuk mengadakan pembelajaran secara tatap muka. Lewat berbagai pertimbangan, akhirnya pemerintah menerapkan sistem pembelajaran daring (online) pada semua jenjang pendidikan.
Pembelajaran daring merupakan satu ikhtiar pemerintah agar proses belajar-mengajar terus berjalan di masa pandemi seperti sekarang ini. Berbagai sistem baru dan kemudahan media pendidikan dipersiapkan demi kelancaran pembelajaran para generasi bangsa. Metode dan trik-trik pembelajaran dengan media digital yang praktis seperti Classroom, Whatsapp, Kahoot, Quizziz, Zoom, Google Meet dan lainnya digunakan agar suasana belajar daring bisa seaktif kelas tatap muka.
Namun, kebijakan pembelajaran daring tidak selamanya berjalan mulus. Saat ini, banyak orang tua yang mengeluhkan sistem pembelajaran daring tersebut. Khususnya, orang tua yang terbiasa aktif mencari nafkah di luar rumah dan para orang tua yang tinggal di daerah pelosok yang memiliki keterbatasan akomodasi dan mobilitas teknologi modern.
Beban belajar tidak lagi ditanggung oleh anak saja, akan tetapi orang tua harus ikut membantu dan menyelesaikannya. Mereka dituntut untuk lebih berpikir keras dan cerdas dari biasanya, sehingga tidak jarang banyak orang tua yang stres karena kesal terhadap berbagai kendala tersebut.
Pembelajaran daring saat pandemi ini pun dirasa kurang efektif diterapkan karena kurang berhasil menanamkan nilai-nilai karakter pada peserta didik. Kenyataannya peserta didik hanya disibukkan dengan tugas-tugas tanpa pengawasan guru. Sehingga, kebanyakan siswa belajar seenaknya bahkan tidak mau mengerjakan tugas dan lebih memainkan smartphone untuk menghabiskan waktu belajarnya.
Alih-alih memperlancar pembelajaran dan menuntaskan tugas transfer ilmu, justru malah muncul permasalahan baru yang lebih besar. Dapat dipastikan saat situasi normal pun, nilai dan orientasi pendidikan pun akan sedikit bergeser dari biasanya.
Keterlibatan orang tua dalam menunjang kegiatan pembelajaran daring dirasa sangat penting, karena orang tua berperan sebagai pengganti guru. Keberadaan orang tua di samping anak-anaknya yang sedang belajar daring diharapkan mampu memberi semangat dan menciptakan suasana belajar menjadi lebih menyenangkan.
Dengan begitu, pendidikan karakter yang sesungguhnya dapat tercipta dengan berbagai hal dan kondisi yang ada saat ini. Keterbatasan kelas dan sarana prasarana tidak menjadi masalah karena penanaman karakter hakikatnya muncul dari hati ke hati antara pengajar dan peserta didik. Berbagai metode dan cara sangat mampu untuk diterapkan jika orang tua dapat mengenal baik dengan kebutuhan anak-anaknya.
Pendidikan karakter merupakan upaya membantu perkembangan jiwa manusia, baik lahir maupun batin menuju ke arah penciptaan peradaban yang manusiawi dan lebih baik (Mulyasa, 2012). Penanaman karakter menjadi penting karena dapat menjadi modal bagi siapapun untuk bersikap dalam masyarakat dan menjadi bahan implementasi karakter baik (akhlakul kariimah) di kehidupan sehari-hari.
Untuk memperjelas arah pendidikan karakter yang dicanangkan oleh Pendidikan Nasional, Kemendiknas merinci lima nilai utama yang harus ditanamkan kepada peserta didik sebagai dimensi nilai-nilai karakter dalam pembelajaran yaitu:
1. Religius, nilai-nilai prilaku manusia dalam hubungannya dengan Allah yang maha kuasa.
2. Nasionalisme, nilai-nilai prilaku manusia dalam hubungannya dengan negara.
3. Integritas, nilai-nilai prilaku manusia dalam hubungannya dengan diri sendiri.
4. Mandiri, nilai-nilai prilaku manusia dalam hubungannya dengan lingkungan.
5. Gotong royong, nilai-nilai prilaku manusia dalam hubungannya dengan kebangsaan.
Sama halnya dengan metode pembelajaran lainnya, metode daring merupakan sebuah cara atau ikhtiar manusia untuk mempertahankan keberadaannya lewat pendidikan. Sedangkan metode atau cara transfer ilmu berhubungan erat dengan berbagai faktor yang tidak selamanya dapat diterima oleh berbagai pihak, sehingga tidak menutup kemungkinan lahir kelebihan dan kelemahan tersebut.
Namun, keberadaan pendidikan karakter bersifat sangat adaptif dan fleksibel. Sehingga sangat mungkin untuk direkayasa dan diadakan sesuai keinginan para pelaku atau subjek pendidikannya. Keberadaannya pun bersifat mutlak dan esensial, karena akan muncul dengan sendirinya dan cenderung tidak dapat terkontrol tanpa adanya manajemen yang baik.
Begitu pula dengan ikhtiar pembelajaran daring yang dianggap cocok oleh pemerintah dan masyarakat dunia. Kehadirannya sendiri merupakan hasil dari pendidikan karakter manusia yang cenderung terus berkembang.
Namun, tidak seharusnya metode ini dianggap gampang karena sisi teknis yang dapat diikuti oleh semua kalangan dan juga sulit karena dianggap gagal menjadi media pendidikan karakter yang mulia. Pendidikan karakter harus dapat berjalan dinamis dengan sifat pembelajaran daring yang cenderung praktis dan progresif.
Pembelajaran daring pun harus kaya akan nilai-nilai spiritual dan esensial bagi perkembangan jiwa manusia. Ini artinya, pemerintah dan masyarakat harus sama-sama menyadari pentingnya manajemen pendidikan karakter dan urgensi perkembangan akhlak yang terus dituntut ada demi kebahagiaan lahir dan batin manusia.
Pemerintah sebagai lembaga otoritas tertinggi memiliki tanggung jawab penuh untuk mempersiapkan kurikulum pandemi yang tepat dan aplikatif yang dapat menyentuh masyarakatnya sendiri secara merata. Upaya ini sudah termasuk kepada pengadaan perangkat yang sesuai dan penyusunan penelitian yang implementatif berdasarkan lima nilai-nilai karakter yang difokuskan oleh Pendidikan Nasional.
Begitupun dengan kegiatan supervisi dan evaluasi kurikulum yang harus berjalan secara kontinyu, karena hal ini akan terus berlanjut bahkan saat pandemi telah berakhir. Di samping itu, masyarakat pun harus ikut aktif menanamkan kesadaran dan kepekaan sosial terhadap pentingnya pendidikan karakter yang sebenarnya menjadi kebutuhan hidupnya masing-masing. Karena pendidikan yang berjalan secara sistematis dan terencana akan berdampak pada tujuan pendidikan yang lebih efektif dan efisien. (*)