Oleh Dr. Budi Santoso
Dosen Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta
Angka memang menakjubkan. Ketika kecil, kita rela. Ketika besar, kita malah tak rela. Itulah yang sering terjadi saat kita bicara angka sebagai satuan mata uang.
Angka besaran komisi broker penjualan properti berkisar 2- 2,5%. Dianggap sangat tidak berarti dan tidak ada yang berkeberatan kalau kita menjual properti senilai 100 juta. Kita pasti ikhlas memberikannya.
Namun berbeda ketika nilai transaksinya Rp 100 miliar. Ketika membayarkannya, sering terbesit ketidak ikhlaskan. Mulai ngedumel, enak bener si broker, mendapatkan 2,5 miliar dengan “cara mudah”.
Pengalaman saya, kita akan berubah pikiran ketika melihat angka rupiah yang tertulis dengan ketika melihat wujud sebenarnya. Dahulu ketika mengurus pembebasan tanah yang dikuasai dua orang, terdapat kesepakatan bahwa mereka akan membagi dua sesuai dengan kesepakatan. Si A mendapat 60% persen dan si B mendapatkan sisanya sebesar 40 persen.
Mereka sepakat dengan membuat perjanjian bersama. Namun ketika pembayaran, melihat tumpukan uangnya berbeda, si B yang mendapatkan jatah 40 persen bisa berubah pikiran. Kenapa si A mendapat tumpukan lebih banyak?
Demikian pula, jumlah uang berdasarkan waktu dapat berubah. Ketika kita mempunyai jumlah sedikit, kita masih jujur dan alim. Namun, ketika memiliki jumlah uang besar, kita mulai bertingkah aneh-aneh.
Jumlah uang juga dapat mengubah perilaku, seperti jajan anak. Cara pemberian uang jajan akan mengubah perilaku anak. Uang jajan Rp 30 ribu sehari diberikan secara harian, akan berbeda ketika diberikan sebulan sekali 900 ribu.
Menurut Gus Baha dalam ceramahnya, ketika orang hanya memiliki uang 100 ribu, disedekahkan 50 persen banyak orang rela hati dan ikhlas. Namun, ketika memiliki uang 10 miliar diminta sumbangan 50 persen atau sejumlah Rp 5 miliar, tentunya akan banyak berpikir dan banyak pertimbangan. Padahal sama-sama 50 persen dari jumlah uang yang dimiliki.
Keikhlasan, dan kesepakatan biasa terjadi pada hal yang remeh-remeh dan recehan, namun ketika jumlah besar, situasi akan menjadi lain.
Demikian pula ketika kita memberikan uang, via transfer dengan m atau internet banking dibandingkan dengan membayar secara fisik mata uang, rasanya beda. Ketika melepas uang melalui hp seperti tidak terasa, berbeda ketika kita menggelontorkan uang secara fisik, akan terasa bedanya, apalagi buat sedekah.
Mungkin, ini hanya masalah kebiasaan atau masalah psikologis saja, karena kita merasa berbeda ketika memberikan uang sejuta dengan fisik dan sejuta dengan sekedar menutul nomer di HP, meskipun intinya tetap saja uang kita telah berkurang sejuta.
Konon, bagi orang yang sedang berlimpah harta, uang seribu logam jatuh tidak peduli. Namun ketika sedang susah uang, seribu logam jatuh “nggelundung” masuk comberan, akan diserok dan dibersihkan lagi.
Memang luar biasa. Uang memiliki seribu arti. Ada pepatah, meskipun uang bukan segalanya, namun segalanya harus pakai uang. Pepatah inilah yang sering dipegang emak-emak ketika mengeluh kepada suaminya. (*)