Pendidikan dan Penanaman Budaya Literasi di Masa Pandemi

Oleh Muh Irfhan Muktapa
Mahasiswa Pascasarjana Pendidikan Agama Islam STAI Syamsul Ulum

Covid-19 yang menyebar di seluruh dunia, tidak terkecuali Indonesia telah mengubah banyak tatanan dalam kehidupan sehari-hari. Kehidupan yang semula bersifat manual berubah menjadi pola digital hampir di semua sektor, tidak terkecuali sektor pendidikan. Pada masa pandemi ini, lembaga pendidikan dituntut untuk menerapkan pola teknologi dalam waktu sekejap.

Institusi pendidikan harus mendesain ulang strategi pembelajaran bagi semua jenjang pendidikan yang ada. Wabah Covid-19 ini juga menuntut baik individu maupun kelompok untuk memahami teknologi dengan baik demi memenuhi pola pergeseran pendidikan dan efektivitas jalannya pendidikan.

Pada dasarnya, pendidikan bukan hanya menyampaikan ilmu semata, akan tetapi terdapat proses imitasi yang diserap oleh peserta didik dari seorang guru. Hal ini meliputi sikap, kedisiplinan, serta cara berfikir formatif dari guru. Dengan adanya keterbatasan tatap muka secara langsung terdapat komponen yang hilang dan berpotensi mengurangi tujuan dari pendidikan, yaitu peserta didik kehilangan nilai-nilai sikap, kedisiplinan, serta cara berfikir formatif dari guru mereka.

Pada kenyataannya, di masa pandemi ini semuanya tidak dapat dilakukan dengan baik. Oleh karenanya, kita harus sama-sama sampai pada titik perubahan yaitu mengembalikan pendidikan kepada masing-masing individu peserta didik melalui efektivitas gerakan pendidikan dan penanaman budaya literasi kepada peserta didik. Ini tentu melibatkan kepekaan berbagai sisi, baik guru dengan memberikan edukasi secara oral pada setiap pembelajaran atau bentuk penugasan yang mengharuskan peserta didik untuk membaca, tidak terkecuali peran sentralistik orang tua yang bersentuhan langsung dengan peserta didik pada masa pandemi.

Baca Juga:  Universitas Muhammadiyah Bandung Targetkan 170 Proposal PKM Berkualitas

Hal ini perlu sekali kita sikapi mengingat pentingnya menerapkannya pendidikan dan penanaman budaya literasi pada era digital ini, salah satunya pada literasi sains. Berita-berita mengenai Covid-19 ini banyak tersebar dan mudah untuk diakses. Akan tetapi, lemahnya budaya membaca banyak menimbulkan salah persepsi mengenai edukasi pengenalan virus melalui informasi yang didapatkan melalui media massa.

Terdapat istilah-istilah medis di masa pandemi ini yang harus dipahami masyarakat luas, terutama peserta didik. Rendahnya budaya literasi menyebabkan mereka abai dan cenderung apatis terhadap pendekatan-pendekatan guna menanggulangi tersebarnya Covid-19. Istilah biologi atau epidemologi akan sangat mudah dipahami jika kita sudah menerapkan budaya membaca dengan baik. Terlebih, kita harus mempersiapkan generasi yang tangguh dan siap menerima tantangan perubahan zaman.

Mahbudin (2020) mengemukakan gagasannya terkait literasi Indonesia, yakni: Pertama, Pemerintah telah serius dalam membangun budaya literasi Indonesia. Kedua, Pemerintah belum maksimal mengawal berbagai regulasi terkait gerakan literasi bangsa ini, padahal pemerintah berhak menjatuhkan sanksi sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku terhadap instansi yang tidak melaksanakan program pemerintah. Ketiga, Pemerintah membutuhkan peran serta para pemangku kebijakan, pegiat literasi dan masyarakat umum untuk berkolaborasi mensukseskan program mencerdaskan kehidupan bangsa ini.

Baca Juga:  Lou Ottens, Sang Penemu Kaset dan CD Meninggal Dunia

Selain faktor regulasi yang belum maksimal, keterbatasan fasilitas yang belum memadai dan belum tersebar dengan baik dan setara di semua sektor wilayah di Indonesia Hal ini pun menjadi penghambat besar di dalam membangun budaya literasi.

Bagaimanapun, hambatan dalam proses ini akan sangat besar dirasakan. Hal ini disebabkan perubahan begitu drastis dan spontan, yang menuntut semua kalangan harus dapat mengoperasikan sistem digital terutama teknologi yang menyangkut pendidikan.

Jika kita pola akan menjadi dua bagian, maka akan mengerucut pada hambatan bagi orang-orang yang memiliki fasilitas untuk mengembangkan budaya literasi dengan orang-orang yang tidak sama sekali memiliki fasilitas untuk mengembangkan budaya literasi yang ada. Jika keberadaannya pada wilayah pulau Jawa dan sekitarnya, maka pengembangan budaya literasi akan sangat mudah didapatkan.

Akan tetapi, jika pengembangan-pengembangan ini kita tinjau terhadap wilayah-wilayah yang memang memiliki fasilitas-fasilitas jaringan di bawah rata-rata, maka ini akan menjadi hambatan yang serius. Terlebih, perubahan ini harus dilakukan secara drastis dan spontan.

Baca Juga:  "Kembali ke Desa", Film Nasional yang Ingatkan Pentingnya Desa dalam Pembangunan Indonesia

Kita melihat kesenjangan yang sangat jauh sekali pada beberapa wilayah, khususnya yang berada di Indonesia. Hal ini tentu akan memengaruhi sistem pendidikan literasi yang ada. Faktanya, fasilitas belajar yang minim akan menghambat pola pendidikan dan literasi.

Akan tertinggal juah jika kita tidak bersentuhan langsung dengan teknologi, terutama media massa. Sebab, semua sektor sudah dapat dengan mudah dibaca dan dipahami melalui media-media digital yang ada pada saat ini. Tentu jika keterbatasan fasilitas serta kesenjangan yang sangat jauh akan menimbulkan bumerang bagi kita semua untuk mengeneralisasi pendidikan pada semua tingkatan, tidak terkecuali masyarakat luas.

Oleh karenanya, gerakan pendidikan dan budaya literasi harus dikawal sejak dini. Mengingat hal ini berperan untuk menunjang keterampilan-keterampilan pengetahuan mengenai istilah-istilah biologis ataupun epidemiologi agar dapat menanggulangi dan memperlambat laju penyebaran virus ini, baik secara individu maupun kelompok. Tentunya, melalui media massa atau sumber yang yang dapat dipercaya. (*)