Sosbud  

Sungai Citarum Dalam Bingkai Sejarah

Foto: jabarprov.go.id.

KABARINDAH.COM, Bandung — Jika banjir melanda Dayeuhkolot atau Baleendah di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, dipastikan nama Sungai Citarum akan sering disebut. Pasalnya sungai ini kerap disebut menjadi penyebab banjir yang merugikan masyarakat tersebut.

Mengutip Wikipedia, Citarum adalah sungai terpanjang dan terbesar di Jawa Barat. Sungai dengan nilai sejarah, ekonomi, dan sosial yang penting ini sejak 2007 menjadi salah satu dari sungai dengan tingkat ketercemaran tertinggi di dunia.

Jutaan orang bergantung langsung hidupnya pada sungai ini, sekitar 500 pabrik berdiri di sekitar alirannya, tiga waduk PLTA dibangun di alirannya, dan penggundulan hutan berlangsung pesat di wilayah hulu.

Etimologi

Citarum disusun oleh dua kata, yaitu “ci” yang artinya sungai atau air dan “tarum” yang merupakan nama tumbuhan penghasil warna nila. Dari asal usul kata ini bisa disimpulkan bahwa pada zaman dahulu banyak tumbuhan tarum di sepanjang Citarum.

Geografi

Panjang aliran sungai ini sekitar 300 kilometer. Secara tradisional, hulu Citarum dianggap berawal dari lereng Gunung Wayang, di tenggara Kota Bandung, di wilayah Desa Tarumajaya, Kertasari, Kabupaten Bandung.

Ada tujuh mata air yang menyatu di suatu danau buatan bernama Situ Cisanti di wilayah Kabupaten Bandung. Namun, berbagai anak sungai dari kabupaten bertetangga juga menyatukan alirannya ke Citarum, seperti Cikapundung dan Cibeet.

Aliran kemudian mengarah ke arah barat, melewati Majalaya dan Dayeuhkolot, lalu berbelok ke arah barat laut dan utara, menjadi perbatasan Kabupaten Cianjur dengan Kabupaten Bandung Barat, melewati Kabupaten Purwakarta, dan terakhir Kabupaten Karawang (batas dengan Kabupaten Bekasi). Sungai ini bermuara di Ujung Karawang.

Baca Juga:  Saatnya Bangun Budaya Komunikasi yang Mempersatukan Perbedaan

Berikut adalah sebagian dari anak sungai yang mengalir ke Citarum: Cibeet, Cikao, Cisomang, Cikundul, Cibalagung, Cisokan, Cimeta, Ciminyak, Cilanang, Cijere, Cihaur, Cimahi, Cibeureum, Ciwidey, Cisangkuy, Cikapundung, Cidurian, Cipamokolan, Citarik, Cikeruh, dan Cirasea.

Citarum dalam sejarah

Dalam perjalanan sejarah Sunda, Citarum erat kaitannya dengan Kerajaan Taruma, kerajaan yang menurut catatan-catatan Tionghoa dan sejumlah prasasti pernah ada dari abad ke-4 sampai ke-7.

Komplek bangunan kuno dari abad ke-4, seperti di Situs Batujaya dan Situs Cibuaya, menunjukkan pernah adanya aktivitas permukiman di bagian hilir. Sisa-sisa kebudayaan pra-Hindu dari abad ke-1 Masehi juga ditemukan di bagian hilir sungai ini.

Sejak runtuhnya Taruma, Citarum menjadi batas alami Kerajaan Sunda dan Galuh, dua kerajaan kembar pecahan dari Taruma, sebelum akhirnya bersatu kembali dengan nama Kerajaan Sunda.

Citarum juga disebut dalam Naskah Bujangga Manik, suatu kisah perjalanan yang kaya dengan nama-nama geografi di Pulau Jawa dari abad ke-15.

Sejak lama Citarum dapat dilayari oleh perahu kecil. Penduduk di sekitarnya memanfaatkan sumber daya perikanan di sungai ini, baik secara tradisional dengan cara memancing atau menjala maupun dengan membudidayakan ikan dalam keramba jaring apung di waduk dan bendungan.

Karena banyaknya debit air yang dialirkan oleh sungai ini, dibangun tiga waduk (danau buatan) sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dan juga untuk irigasi persawahan di sungai ini, yakni:

  • PLTA Saguling di wilayah hulu DAS Citarum
  • PLTA Cirata di wilayah tengah
  • PLTA Ir H Djuanda atau lebih dikenal sebagai PLTA Jatiluhur di wilayah hilir
Baca Juga:  Seni dan Budaya Sunda di Kota Bandung

Air dari Citarum dimanfaatkan sebagai pasokan air minum untuk sebagian penduduk Jakarta. Irigasi di Subang, Karawang, dan Bekasi juga dipasok dari aliran sungai ini. Pengaturannya dilakukan sejak Waduk Jatiluhur.

Pencemaran sungai

Keadaan lingkungan sekitar Citarum telah banyak berubah sejak paruh kedua dasawarsa 1980-an. Industrialisasi yang pesat sejak akhir 1980-an di kawasan sekitar sungai ini telah menyebabkan menumpuknya limbah buangan pabrik-pabrik di Ci Tarum.

Setiap musim hujan Bandung Selatan di sepanjang Citarum selalu dilanda banjir. Setelah banjir besar yang melanda daerah tersebut pada 1986, pemerintah membuat proyek normalisasi Sungai Citarum dengan mengeruk dan melebarkan sungai bahkan meluruskan alur sungai yang berkelok.

Namun, hasil proyek itu tampaknya sia-sia karena setelahnya tidak ada perubahan perilaku masyarakat sekitar sehingga sungai tetap menjadi tempat pembuangan sampah bahkan limbah pabrik pun mengalir ke Sungai Citarum. Sangat disayangkan.

Bertahun kemudian, keadaan Sungai Citarum bahkan bertambah buruk, sempit dan dangkal, penuh sampah, dan di sebagian tempat airnya pun berwarna hitam pekat. Tidak jarang mengeluarkan aroma bau tidak sedap.

Para pemerhati lingkungan telah mengamati bahwa lebih dari 20.000 ton limbah dan 340.000 ton air limbah dari pabrik tekstil tersebut dibuang ke sungai setiap hari.

Akibat dari pencemaran ini adalah hilangnya sebagian besar populasi ikan sungai yang diperkirakan mencapai 60 persen sejak 2008. Pada 2011, pemerintah memulai proyek revitalisasi sungai yang bertujuan untuk mengembalikan seluruh sungai menjadi air minum bersih.

Baca Juga:  Uniknya 4 Tradisi Kehamilan di Daerah Indonesia. Semuanya Ejawantah Rasa Syukur pada Tuhan!

Biota sungai

Puluhan jenis ikan hidup di Citarum. Di lingkungan Waduk Jatiluhur saja, Kartamihardja (2008) mencatat keberadaan 20 spesies ikan. Angka ini sebetulnya telah berubah menyusut dalam kurun waktu 40 tahun (1977-2007). Pada awalnya tercatat sebanyak 34 spesies dengan komposisi 23 spesies asli dan 11 pendatang (introduksi).

Perubahan ekosistem, dari aliran sungai yang relatif dangkal dan deras menjadi lingkungan waduk yang dalam dan tenang, jelas mempengaruhi keberadaan jenis-jenis ikan.

Namun, jenis-jenis spesies yang menghilang dari waduk masih mempunyai kemungkinan bertahan di bagian lain Citarum. Catatan ringkas yang diperoleh sebuah LSM pemerhati Citarum, masih mendapati puluhan jenis ikan dari berbagai lokasi di sungai ini.

Meskipun demikian, hingga saat ini memang belum tersedia data yang memadai menyangkut keanekaragaman, penyebaran, dan populasi ikan-ikan di Sungai Citarum ini.

Sungai Citarum akan menjadi sebab terjadinya banjir kalau kendali manusia untuk tidak mengotori dan membuang sampah sembarangan ke sungai ini tidak dilakukan. Sungai adalah sumber kehidupan manusia di sekitarnya. Ayo jaga sungai kita.***