KABARINDAH.COM, Bandung – Resepsi milad ke-113 Muhammadiyah akan diselenggarakan di Kota Kembang Bandung. Tepatnya di Universitas Muhammadiyah Bandung, Jalan Soekarno-Hatta Nomor 752, Kota Bandung, pada 18 November 2025.
Ribuan warga Muhammadiyah dari berbagai daerah akan hadir pada kegiatan ini. Termasuk juga para penggembira yang antusias menyambut gelaran tahunan yang baru pertama diadakan di UM Bandung ini.
Nah, menarik disimak bagaimana sejarah dan perkembangan persyarikatan Muhammadiyah di kota ini. Seperti apa sejarahnya?
Penulis buku “Sejarah Pergerakan Muhammadiyah di Bandung Tahun 1936-1940” Muhammad Zaki Al Aziz mengungkapkan bahwa organisasi Muhammadiyah pertama kali dikenalkan kepada masyarakat Bandung pada tanggal 26 Januari 1936.
“Dahulu acara perkenalan tersebut diberi judul Propaganda Vergadering Moehammadijah yang diselenggarakan di Gedung Mardihardjo, Pangeran Sumedangweg,” ujar Zaki di Bandung pada Rabu (12/11/2025).
Propaganda ini juga merupakan realisasi atau respons dari hasil Konferensi Muhammadiyah wilayah Jawa Barat ke-2 yang diadakan di Garut pada 1935. Salah satu poinnya adalah menyebarkan organisasi Muhammadiyah di wilayah Priangan selama satu tahun.
Dua pimpinan cabang yang telah lama berdiri di Jawa Barat, Garut dan Betawi, memiliki tugas masing-masing. Garut dipercayai menyebarkan dakwah, membuat brosur tentang organisasi Muhammadiyah dengan menggunakan bahasa Sunda. Adapun cabang Betawi menggunakan bahasa Arab, Latin, dan Indonesia.
Di antara tokoh-tokoh yang menjadi penggerak awal Muhammadiyah di Kota Bandung adalah Rifaudin Soetalaksana (Ketua), Soetan Perang Boestami (Taman Pustaka), Sastra Soedjana (Sekretaris), Hasan Effendi (Tablig), Alwi Ratman (Bendahara), Bakrie Soeraatmadja (Bagian Onderwijs atau Pendidikan), Hasan Ali Soerati (Penolong Kesengsaraan Oemoem), Burhan Kartadiredja (Penasihat), dan bagian Aisyiyah akan meminta masukan kepada Dewi Sartika.
“Rifaudin Soetalaksana menjadi ketua selama dua periode, yaitu 1936-1940 dan 1940-1944. Dari tangan dan pengalaman mereka, organisasi Muhammadiyah pada periode pertama itu bisa dikatakan mengalami perkembangan yang signifikan,” lanjut Zaki yang juga Bendahara Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah Kota Bandung.
Adapun Rifaudin Soetalaksana sendiri merupakan tokoh mubalig yang telah lama malang melintang dalam dunia dakwah, khususnya melalui organisasi Muhammadiyah.
Perjuangan Soetalaksana dalam dakwah juga berlanjut dalam ranah kebangsaan. Ia sempat menjadi Wakil Ketua PII Bandung bersama dengan Ketua Moh Natsir dan menurut beberapa sumber pada 1950-an pernah menjadi anggota Konstituante dari Masyumi.
Tokoh lain yang tidak kalah penting adalah Bakrie Soeraatmadja yang dikenal saat ini sebagai Perintis Pers di Indonesia. Menurut Zaki, sering diliput dan dipublikasikannya kegiatan Muhammadiyah periode awal dalam koran seperti “Sipatahoenan”, “Pemandangan” atau “Sinar Pasundan”, sedikitnya karena peran Bakrie Soeraatmadja.
Selain itu, ada juga tokoh penting lainnya seperti Hasan Ali Surati (sejawatnya Cokroaminoto ketika di Sarekat Islam) yang menjadi Ketua PKO pertama di Bandung.
Ia juga merupakan mantan pengurus koran “Oetoesan Hindia” dan sebelum pindah ke Bandung menjadi pengurus Muhammadiyah di Malang. Ditangan Surati, PKO Bandung menjadi dakwah Muhammadiyah dalam bidang sosial dan kemasyarakatan.
Misalnya, dari sisi pergerakan organisasi, yang ditandai dengan berdirinya group (cabang) atau bahkan ressort (ranting), diadakannya pengajian dengan mengundang tokoh-tokoh mubalig terkenal, seperti Haji Hadjid, Saalah Yusuf Sutan Mangkuto, Haji Kartosudarmo, Mustafha Ramadhan, KH Mas Mansoer, Haji Rosul, dan dihadiri oleh ratusan orang jiwa.
Sementara itu, dari sisi amal usaha, Muhammadiyah periode pertama itu sukses mendirikan amal usaha seperti weeshuis (rumah yatim), sekolah (Schakelschool Moehammadijah dan Holland Indlansche School (HIS) Met de Quran, dan juga membuka Poliklinik.
Dalam hubungannya dengan masyarakat Bandung pada waktu itu, kata Zaki, organisasi Muhammadiyah yang diwakili oleh PKO, tak jarang selalu tampil dan bahkan membantu pemerintahan setempat.
Misalnya membantu pemerintahan dalam rangka mensejahterakan masyarakat, dengan mendistribusikan pembagian zakat dan fitrah kepada masyarakat yang ada di Bandung waktu itu.
“PKO Bandung pada waktu itu juga sukses mengadakan acara khitanan gratis bagi anak-anak yatim dan anak-anak kurang mampu. Kemudian berperan aktif menjadi pelayan masyarakat (mendirikan posko bantuan) ketika terjadi musibah yang melanda Bandung, umpamanya bencana banjir yang terjadi pada 1940,” tandas Zaki.***(FA)











