KABARINDAH.COM, Bandung — Muhammadiyah memiliki perjalanan sejarah yang kaya di Jawa Barat, terutama di Garut dan Bandung.
Jejak historis ini dipaparkan oleh Kepala Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Al-Islam Kemuhammadiyahan (LPPAIK) Universitas Muhammadiyah Bandung Dikdik Dahlan Lukman dalam kegiatan Gerakan Subuh Mengaji (GSM) Aisyiyah Jawa Barat bertema “Sepenggal Heritage Muhammadiyah di Jawa Barat” yang berlangsung belum lama ini.
Dikdik menjelaskan, salah satu tonggak penting sejarah Muhammadiyah di Garut adalah pendirian Masjid Istri pada 1926. Masjid ini merupakan masjid khusus perempuan kedua di Indonesia setelah Masjid Kauman di Yogyakarta. “Masjid ini bukan hanya tempat ibadah, tetapi juga pusat kegiatan keagamaan dan sosial bagi anggota Aisyiyah di Garut,” ungkap Dikdik.
Tidak hanya itu, pada 1919 Muhammadiyah mendirikan Madrasah Ibtidaiyah Al-Hidayah di Kampung Lio, Garut. Madrasah ini menjadi simbol dedikasi Muhammadiyah dalam dunia pendidikan. “Madrasah ini bermula dari wakaf keluarga Masjamah, yang kemudian berkembang menjadi pusat pendidikan Islam yang membangun generasi berakhlak mulia,” ujarnya. Kampung Lio sendiri dikenal sebagai basis Muhammadiyah yang mendukung berbagai kegiatan sosial dan dakwah di wilayah Garut.
Pada tingkat nasional, Muhammadiyah Cabang Garut mendapatkan kepercayaan besar saat menjadi tuan rumah Sidang Majelis Tanwir pada 1940. “Forum ini melibatkan Hoofdbestuur dan menjadi bukti pengakuan atas kiprah Muhammadiyah Garut di tingkat nasional,” tambahnya.
Kiprah Muhammadiyah di Garut semakin menonjol pada Muktamar Pemuda Muhammadiyah ke-3 tahun 1963. Selain membahas isu organisasi, muktamar ini juga diisi dengan berbagai kegiatan yang mempererat ukhuwah, seperti pertandingan sepak bola Hizbul Wathan. Pada kesempatan itu, Masjid Muhammadiyah Lio diresmikan sebagai simbol keberhasilan dakwah Muhammadiyah di kawasan tersebut.
Babak baru Muhammadiyah di Bandung
Dikdik juga mengungkapkan bahwa pergeseran Muhammadiyah ke Bandung menjadi babak baru dalam sejarah organisasi di Jawa Barat. Salah satu momen penting adalah Muktamar Muhammadiyah ke-36 pada 1965, yang merupakan kali pertama Bandung menjadi tuan rumah muktamar besar ini.
“Acara tersebut menghadirkan pawai megah dan menghasilkan keputusan strategis, salah satunya adalah perubahan nomenklatur dari Majelis Perwakilan Provinsi menjadi Pimpinan Muhammadiyah Wilayah Jawa Barat,” paparnya.
Pasca-muktamar, Muhammadiyah di Bandung terus memperluas kontribusinya. Salah satu bukti nyata adalah pembangunan Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung yang diresmikan pada 1968. “Ini menunjukkan peran Muhammadiyah dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui layanan kesehatan,” tegas Dikdik.
Dikdik menutup paparannya dengan ajakan kepada generasi muda untuk terus melanjutkan perjuangan Muhammadiyah dalam konteks zaman yang terus berkembang. “Sejarah yang kaya ini harus menjadi inspirasi bagi kita semua, terutama dalam membangun umat melalui pendidikan, sosial, dan dakwah,” pungkasnya.***