Pojok  

Lima Tipe Guru Perspektif Ilmu Fikih

Oleh Ade Zaenudin | Ketua KALIMAT (Komunitas Penulis untuk Indonesia Bermartabat)

 

“Pendidikan adalah pintu peradaban dan guru adalah kuncinya”

Saat menjadi murid mungkin Anda pernah merasa senang dapat kabar bahwa guru tidak bisa datang mengajar, dan pada saat yang berbeda bisa pula merasa sedih ketika yang tidak datang itu guru yang lain.

Saya kira manusiawi, manusia punya selera dan rasa yang berbeda, di lain sisi guru juga punya cara dan gaya yang berwarna.

Sekali lagi ini bukan persoalan ada guru yang dibenci dan dirindu. Tidak ada yang benci sama guru, hanya persoalan kadar rindunya saja yang beragam. Dalam hal ini, mari kita buat analogi guru dalam perspektif fikih, wajib, sunah, mubah, makruh dan haram.

Guru Wajib
Guru wajib merupakan sosok guru ideal, idaman peserta didik. Guru yang masuk tipe ini adalah sosok guru yang kehadirannya sangat dirindukan dan ketidakhadirannya disesalkan. Sosok guru seperti ini sangat dicintai oleh murid-muridnya.

Ada beberapa penyebab seorang guru menjadi seseorang yang sangat dirindukan oleh peserta didik, diantaranya karena penampilannya menawan (good looking), kata-katanya bijak, cerdas keilmuannya, atau karena inspiratif.

William Arthur Ward mengatakan bahwa guru inspiratif ini posisinya lebih tinggi dibanding guru yang lain, beliau mengatakan, “The mediocre teacher tells. The good teacher explains. The superior teacher demonstrates. The great teacher inspires” (guru biasa itu mengatakan, guru yang baik itu menjelaskan, guru super itu yang melakukan dan guru hebat itu adalah guru yang menginspirasi).

Baca Juga:  Sindiran Sadis Mahathir, Serbuan Pekerja Asing, dan Mental Pelaku UKM Kita

Guru Sunah
Guru sunah adalah guru yang kehadirannya diharapkan oleh siswa tapi kalau tidak hadir dirasakan biasa saja.
Guru tipe ini sesungguhnya memiliki kompetensi penguasaan materi yang tinggi dan pembelajarannya juga menyenangkan, namun ada beberapa kekurangan yang sesungguhnya bisa dimaksimalkan

Di antara kelemahan yang dimiliki tipe guru ini adalah agak lambat dalam meng-update perkembangan teknologi pembelajaran, serta kurang memvariasikan metode atau model pembelajaran.

Paradigma pembelajaran saat ini lebih diorientasikan pada student centre (pembelajaran berpusat pada siswa), berbeda dengan sebelumnya lebih berorientasi teacher centre (berpusat pada guru). Perubahan paradigma ini akan tersendat jika guru kurang memiliki perbendaharaan metodologi pembelajaran yang beragam, sehingga pada akhirnya pembelajaran menjadi sesuatu yang menjemukan.

Guru Mubah
Guru mubah adalah guru yang kehadiran atau ketidakhadirannya dirasakan biasa saja. Buat siswa, guru seperti ini mau hadir silahkan, tidak hadir pun tidak terlalu bermasalah.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kondisi seperti ini, di antaranya karena tidak terlalu dekat secara psikologis dengan siswa, atau karena orientasi mengajarnya hanya sekadar menjalankan kewajiban saja tanpa ada langkah-langkah progresif untuk meningkatkan kompetensinya.

Baca Juga:  Pandemi, Drama Korea, dan Bisnis Kuliner yang Menjanjikan

Perlu diingat bahwa guru adalah sebuah profesi yang sangat mulia, dia berkontribusi besar atas perkembangan peradaban dunia. Oleh sebab itu, terlalu sederhana kalau tugas guru hanya sekedar transfer value (hanya sekedar memindahkan pengetahuan) tapi harus lebih pada menginternalisasikan nilai-nilai, Untuk itu, seorang guru harus memaksimalkan seluruh potensi yang ada pada dirinya serta mengadaptasi hal-hal terbaru agar pembelajaran lebih dirasakan kebermaknaannya.

Hal lain yang mempengaruhi lahirnya tipe ini adalah proses pembelajarannya cenderung berorientasi pada ranah kognitif (pengetahuan) siswa saja. Kurang seimbang dengan aspek afektif dan psikomotornya.

Guru Makruh
Guru makruh adalah guru yang ketidakhadirannya diharapkan dan kehadirannya dianggap biasa saja. Tipe guru seperti ini harus dihindari karena jika siswa sudah tidak suka dengan keberadaan gurunya bagaimana mungkin pembelajaran berlangsung dengan baik.

Ada beberapa fator yang mempengaruhi seorang guru terjerumus pada tipe ini, diantaranya terlalu sering memberikan beban kepada siswa tanpa pembimbingan yang maksimal atau bisa juga karena mengabaikan keragaman potensi siswa.

Dr Howard Gardner dalam teori Multiple Intelegence-nya menegaskan bahwa kecerdasan manusia itu beragam, ada kecerdasan linguistik, logik matematik, spasial, musik, interpersonal, intrapersonal, kinestetik dan natural.

Guru Haram
Guru haram adalah guru yang keberadaannya tidak diharapkan dan ketidakhadirannya sangat diharapkan. Tipe Guru seperti ini wajib mengubah dirinya sebelum dilibas oleh waktu.

Beberapa hal yang menyebabkan guru terjerembab pada tipe ini adalah diantaranya karena tidak mau belajar (lagi). Merasa sudah bisa. “Menjadi guru bukan berarti berhenti menuntut ilmu”, itulah slogan yang harus tertanam dalam diri dalam rangka memotivasi. Guru yang tidak mau belajar lagi maka lebih baik berhenti saja menjadi guru.

Baca Juga:  Stereotype dan Xenophobia

Penyebab lainnya adalah karena alergi kemajemukan. Bisa saja murid mempunyai sudut pandang yang berbeda dengan gurunya. Perbedaan pendapat harus dikelola dengan baik sehingga menjadikan harmoni pengetahuan yang lebih berwarna, saling mengisi dan saling melengkapi. Maka guru yang alergi dengan kemajemukan harus segera “bertobat” sebelum dilibas oleh zaman.

Dari kelima tipe tersebut, guru bisa bercermin di mana posisi dia saat ini. Harapannya tentu berada di posisi “guru wajib”, dan bagi yang masih di posisi lain tentu masih ada kesempatan untuk menaikkan levelnya ke tipe yang lebih baik dari sebelumnya.

Mari kita berubah dan jangan sampai kehilangan masa depan, seperti yang John F. Kennedy katakan, “Change is a way of life. Those who look only to the fast or present will miss the future.”

Wallahu a’lam. (*)