Oleh Dr. Iu Rusliana
(Dosen Filsafat Ilmu dan Manajemen Sumber Daya Manusia UIN Sunan Gunung Djati Bandung)
Manusia diciptakan Tuhan melalui proses kebersamaan pasangan sebagai bentuk kasih sayang insan. Memang, lahirnya sendirian, meninggal pun demikian. Tapi saat persalinan dan kematian, banyak manusia terlibat untuk memastikan prosesnya berjalan penuh kelancaran.
Saat mulai belajar menyusui, bunda menjadi temanmu, memberikan ASI dan ayah pun ikut membersamai. Semua proses belajarnya saat batita, balita hingga dewasa ditemani oleh saudara, orang tua, teman dan rekan kerja.
Bacalah novel Hayy Bin Yaqzhan karya Ibn Thufail, bayi yang ada di hutan, menjadi manusia dewasa dalam kehidupannya diasuh oleh rusa. Anak manusia saja harus diasuh, walau dalam novel itu oleh binatang. Artinya, manusia membutuhkan yang lain, karena sendirian itu tak menyenangkan. Berpasangan, berbeda satu sama lain, tujuannya untuk saling mengenal dan membantu satu sama lain membangun peradaban.
Manusia tumbuh dengan segala keterbatasan dan kekurangan. Mereka yang merasa hebat sebenarnya sedang memamerkan kelemahan diri. Mereka yang merasa pintar, sedang mempertontonkan kobodohan. Mereka yang merasa kaya, sedang menunjukkan kemiskinan jiwa. Hebat, menjabat, cerdas dan kaya harta hari ini, belum tentu di waktu nanti. Jatuh bangun adalah hukum alam, karena Tuhan menjanjikan kejayaan itu dipergilirkan.
Untuk terus berkembang dan bertahan, jika pun jatuh, dapat segera bangkit dan tak terpuruk sama sekali, manusia harus berkolaborasi. Tak mudah untuk bersama banyak orang dengan perbedaan latarbelakang, kemauan, kepentingan dan kemampuan. Semangat negosiasi-kompromi-kolaborasi menjadi kunci.
Kolaborasi mengandung rumus: menerima, mengalah, memberi, diberi, diterima dan menang-menang dengan prinsip tumbuh bersama. Tak ada yang ditinggalkan, semuanya disambut dengan tangan terbuka, bergandengan tangan bersama. Seni meminimalkan konflik, mengulurkan tangan dan bersedia bersabar untuk menanti sesama yang terengah dalam perjalanan.
Bersedia menjadikan punggungmu sebagai tumpuan, fondasi agar tangga tujuan tertinggi segera diraih oleh teman yang paling atas berdiri. Apakah temanmu yang berhasil sendiri? Tidak, kamu yang paling bawah pun berhak merayakan dan mendapatkan kemenangan.
Bernegosiasi mencari titik sepakat semua anggota kelompok melalui lobi-lobi dan ngopi-ngopi. Tak ada yang tak selesai kalau dibicarakan secara terbuka, bersama-sama dan dari hati ke hati. Turunkan ego diri, sabar dalam prosesnya dan mendengarkan ingin dan harap temanmu atau mitra kerja. Lalu berusahalah menemukan titik kompromi, menang-menang.
Sudah tidak jaman lagi kamu bergerak sendiri. Belajar berbagi, tak mengambil semuanya dan berkompromi dengan kelapangan hati. Bekerjasama, bernegosiasi dan menyelesaikan masalah tanpa tinju dan emosi. Secara personal, modal menjadi pribadi yang menyenangkan dan banyak teman.
Dalam studi organisasi, kolaborasi itu contoh dari perilaku kewargaan organisasi/ Organizational Citizenship Behavior (OCB). Jika anggotanya OCB-nya tinggi, maka diyakini organisasi akan tumbuh berkembang sampai level tertinggi. Rasa memiliki, komitmen, peduli dan kebersamaan di antara anggota merupakan modal utama usia ratusan tahun perusahaan yang ada di dunia.
Bekerja itu tak hanya soal gaji yang tinggi. Rekan kerja yang menyenangkan dapat menjadi faktor utama keterikatan kerja (work engagement). Secara individual, itulah modal sosial yang diperoleh melalui kecerdasan sosial dan emosional.