KABARINDAH.COM — Mitha (13 tahun) merasa kesal karena selalu disuruh mengalah pada adiknya, Viera (10). ”Kenapa sih dari dulu saya disuruh mengalah terus,” teriak gadis cilik yang menginjak remaja itu.
Bila Mitha sedang bermain sesuatu, adiknya sering merebutnya. Demikian pula sebaliknya, Mitha juga sering mengganggu adiknya, sehingga hampir setiap hari dia rumahnya terjadi keributan di antara kakak beradik ini. Bila sudah demikian, ayah atau ibunya selalu menyuruh Mitha mengalah. Sebab, Mitha kan ‘lebih besar’.
Hal seperti itu terjadi sejak mereka masih kecil. Perselisihan model Mitha dan adiknya, menurut psikolog dari RS Dr Sardjito/Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (UGM), Dwi Susilowati SPsi, merupakan sibling rivalry alias persaingan antarsaudara kandung.
Fokus perhatian
Sibling rivalry adalah hal yang wajar pada anak menyesuaikan dengan kondisi yang baru. Biasanya muncul jika ada kelahiran anak kedua, dan anak pertama belum dipersiapkan lebih dulu bahwa dia akan mempunyai adik. ”Orang tua yang tadinya fokus perhatiannya hanya pada anak pertama (ketika belum punya adik), namun sejak kehadiran anak kedua, orang tua secara tidak sadar akan lebih fokus ke anak kedua,” tutur Kiki, panggilan akrab Dwi Susilowati.
Karena itu bila orang tua berniat untuk mempunyai anak lagi, saran dia, si kakak harus dipersiapkan sejak si adik masih dalam kandungan. Misalnya, si kakak diberi tahu bahwa dia akan mempunyai adik dan bila ada adik, mainnya lebih enak daripada main sendiri.
”Kemudian kita yakinkan bahwa dengan kehadiran adik, adik masih lemah, sehingga apa-apa harus dibantu, kakak kan sudah bisa main sendiri, mengambil sendiri,” kata Kiki, ”Dengan demikian anak akan memahami bila si ibu atau ayah akan lebih mendahulukan adiknya.”
Kadang-kadang si kakak akan mengalami kecemburuan dengan adanya adik baru. Tetapi, dengan bertambahnya usia, justru adik yang mengalami kecemburuan. Misalnya, kakak usia lima tahun sudah bisa naik sepeda, sedangkan adik usia 2-3 tahun belum bisa naik sepeda dan ia iri pada kemampuan si kakak.
Cari penyebabnya
Kebanyakan sibling rivalry dialami oleh anak-anak sesuai tahapan perkembangan. Misalnya, pada usia 2-3 tahun anak sedang berkembang keakuannya, ingin dihargai, ingin diakui bahwa mereka nomor satu dan paling disayangi orang tua. Sehingga orang tua penting mengatur trik-triknya. Misalnya: kakak pintar dan bagus dalam hal merapikan pakaian, adik pintar bila bertemu orang langsung bersalaman, sehingga tidak ada pembedaan. ”Kita memperlakukan adik dan kakak sama, tetapi tidak membandingkan atau membedakan,” kata Kiki.
Tetapi kadang sibling rivalry itu tidak terjadi saat anak masih balita, melainkan ketika sudah usia SD. Misalnya, anak ingin nomor satu, ingin mendapat perhatian lebih dari orang tua, dan sebagainya. Sibling rivalry juga bisa muncul antar sepupu. Misalnya, ketika pascagempa di Yogyakarta, orang tuanya menampung keluarga kakak/adik yang rumahnya hancur. Dulu ketika berbeda rumah, si anak mau berbagi dengan sepupunya. Tetapi ketika saudara sepupunya tinggal serumah, si anak tidak mau lagi berbagi.
Menurut Kiki, sebetulnya yang penting adalah bagaimana orang tua menyikapi lebih dari satu anak, bagaimana membagi perhatian kepada anak-anak dan menyikapi terjadinya persaingan/kecemburuan tersebut. Namun, sering kali sikap orang tua dengan sadar atau tidak menyuruh si kakak mengalah dengan adik, menyuruh menjaga si adik, karena si kakak sudah besar.
”Sikap itu justru akan menjadikan sikap kecemburuan yang besar si kakak terhadap si adik,” katanya. Menurut alumni Fakultas Psikologi UGM ini, adalah tidak bijak jika kakak disuruh selalu mengalah. ”Kita harus melihat latar belakangnya penyebab kenapa ramai antara kakak dan adik? Untuk itu harus ada pendekatan lain.” Apabila kakak dan adik selalu bertengkar, dua-duanya harus salah dan menanggung akibat.
Introspeksi dulu
Selanjutnya, Psikolog dari RS Dr Sardjito/FK UGM Dra Yemima Triwuryani Psi, lebih mengartikan sibling rivalry sebagai emosi iri yang terjadi antarorang yang mempunyai hubungan dekat. Emosi iri atau iri hati itu harus dikendalikan, karena tidak sehat. Bagaimanapun iri hati itu buruk, kalau dia sampai bersikap positif itu karena dia justru bisa mengendalikan iri hati. Sibling rivalry yang terjadi sejak usia anak-anak, jika tidak diintervensi dengan baik itu akan berlanjut sampai dewasa. Emosi iri itu sulit menyelesaikannya, karena percampuran dari marah, benci, dan cinta.
Dalam menyelesaikan masalah sibling rivalry yang terjadi antara kakak-beradik, orang tua harus menganalisis dulu, kira-kira apa penyebabnya? ”Itu pertanyaan yang tidak mudah untuk dijawab dan harus betul-betul ada kesungguhan dan pengertian orang tua untuk mengerti anaknya, baik yang diirikan maupun yang tidak,” tutur Yemima. Banyak kasus penyebabnya secara fisik, misalnya: satunya cantik dan satunya tidak, satunya kulit hitam dan putih.
Orang tua di bawah sadar kerap membedakan hal itu. Sebab, orang tua mempunyai pandangan hidup, filsafat hidup mengenai orang, misalnya orang itu bahagia kalau pandai, cantik, putih kulitnya, dan itu terekspresi ketika punya anak. Berbeda halnya bila pandangan orang bahwa bahagia itu adalah orang yang jalannya lurus dan baik. Soal orangnya pendek, hitam, tidak terlalu pandai, itu tidak masalah.
Jadi, kata Yemima, bila mau memanage atau mengintervensi anak yang sibling rivalry, orang tuanya harus melakukan introspeksi diri lebih dulu. Sesungguhnya setiap orang itu ada emosi iri, tetapi ada yang mampu mengendalikan.
Anak-anak yang tidak bisa mengendalikan emosi iri akan berperilaku negatif. Anak akan berperilaku buruk supaya orang tua marah, dia akan ‘menghukum’ orang tua. Dampak iri hati itu adalah anak banyak menuntut secara materi. Dan, orang tua bertugas bagaimana agar sang anak tidak dikuasai emosi iri. Yemima menyarankan agar orang tua memberi dukungan dan perhatian kepada anak yang dalam posisi ‘kurang’ dari saudaranya. Yang sering banyak terjadi justru yang banyak kekurangan itu yang sering disalahkan. Jika tidak bisa mengatasi sibling rivalry yang terjadi, Yemima menyarankan orang tua agar tak segan meminta bantuan orang yang profesional. (sumber: Harian REPUBLIKA).