KABARINDAH.COM, Bandung – Kecerdasan buatan (AI) kini menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan modern, termasuk dunia pendidikan. Dari membantu menulis, mendesain, hingga menganalisis data, AI telah membawa efisiensi dalam tugas sehari-hari. Namun, kehadiran teknologi ini memunculkan beragam pandangan, termasuk di kalangan mahasiswa yang mulai memanfaatkannya dalam menyelesaikan tugas kuliah.
Silvia Nurfadilah, seorang mahasiswa Farmasi Universitas Muhammadiyah (UM) Bandung, membagikan pengalamannya menggunakan AI dalam proses belajar. “AI sangat membantu, terutama ketika kita butuh informasi dengan cepat. Misalnya, AI bisa merangkum isi jurnal yang panjang sehingga kita tidak membuang banyak waktu,” ungkap Silvia saat ditemui di kampus UM Bandung pada Sabtu (16/11/2024).
Silvia mengakui bahwa AI memungkinkan pemahaman materi secara lebih mudah melalui ringkasan yang sederhana dan jelas. Namun, ia tetap berusaha membatasi penggunaannya. “Aku lebih suka membaca langsung dari buku atau jurnal. Cara ini membuat aku lebih memahami materi secara mendalam,” tambahnya. Menurutnya, membaca dari sumber asli memberikan pengalaman belajar yang lebih kaya dan menambah kemampuan analisis.
Di balik kemudahannya, Silvia menyadari adanya risiko kebergantungan pada teknologi ini. “Kalau terlalu sering memakai AI, kita bisa jadi malas untuk mengeksplorasi sendiri. Padahal, eksplorasi itu penting untuk pengembangan diri,” jelasnya. Ia menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara memanfaatkan teknologi dan belajar secara manual untuk memastikan pengembangan intelektual yang utuh.
Silvia juga menyoroti nilai penting membaca sebagai bagian dari pembentukan karakter dan pemahaman. “Membaca buku atau jurnal membuka wawasan yang mungkin tidak kita dapatkan di kelas atau dari dosen. Ini membantu kita memahami konteks secara menyeluruh,” ujarnya.
Bagi Silvia, AI seharusnya menjadi alat bantu, bukan pengganti usaha manual. “Teknologi ini memang memudahkan, tetapi jangan sampai menggantikan rasa ingin tahu kita untuk belajar. Membaca tetap penting karena melatih kita memahami sesuatu secara utuh, bukan hanya mengambil intisari tanpa konteks,” tegasnya.
Era AI memang membawa revolusi besar dalam dunia pendidikan. Namun, sebagaimana diingatkan oleh Silvia, mahasiswa perlu bijak dalam menggunakannya. Keseimbangan antara teknologi dan usaha manual menjadi kunci agar AI tidak menghambat eksplorasi dan pengembangan diri. “Menurut aku, seimbangkan pemanfaatan teknologi dengan usaha manual untuk terus belajar dan berkembang,” tandasnya.
Melalui pandangannya, Silvia mengajak mahasiswa untuk menjadikan AI sebagai mitra belajar, bukan pengganti proses intelektual yang mendalam. Pemanfaatan teknologi yang bijak akan memastikan kemajuan tanpa mengorbankan esensi belajar itu sendiri.***