KABARINDAH.COM – Setiap manusia memiliki kemampuan mengangkat beban (daya ungkit) yang berbeda-beda, serta mencapai tingkat kesuksesan yang berbeda pula.
Karena itu, agar seluruh kinerja kita berkualitas, jagalah terus-menerus keseimbangan aktif ini. Keseimbangan yang berasal dari dorongan hidup akan menghasilkan kehidupan yang berkualitas.
Keseimbangan yang dijaga dan dipelihara akan membawa kebaikan menghampiri kehidupan kita, sedangkan jika saja dibiarkan akan menciptakan masalah yang dirasakan rumit dan mencekik.
Tak hanya itu, menjaga keseimbangan juga akan membawa kita mudah menggapai kesuksesan.
Tanpa keseimbangan, kita tetap bisa sukses mencari kekayaan, namun akan hancur di kehidupan keluarga atau sosial. Sebab, kita tidak bisa menyeimbangkan orientasi hidup.
Bagi mereka hidup melulu diukur dengan harta, jabatan, dan kekayaan, Allah Swt., berfirman: “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu,” (QS Al-Qashash [28]: 77).
Manusia memiliki potensi-potensi dasar yang harus diseimbangkan dalam menciptakan profesionalitas kerja. Potensi-potensi tersebut adalah:
- Pertama, potensi nalar intelegensia yang berfungsi untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi (QS. Al-Baqarah [2]: 31-33).
- Kedua, potensi imajinasi untuk mengembangkan kemampuan estetika yang wujud kongkritnya terlihat dalam seni.
- Ketiga, hati nurani untuk mengembangkan kemampuan moralitas (Qs. As-Sajdah [32]: 9; An-nahl [16]: 78; Al-Mulk [67]: 23).
- Keempat, potensi sensus numinis (kesadaran ketuhanan) yang merupakan suatu kemampuan untuk mengenal kualitas dan kehadiran Ilahi (QS. Al-A’raf [7]: 172; QS. Ar-Rum [30] : 30).
Keempat potensi tersebut harus diseimbangkan sehingga kita mendapatkan kebahagiaan yang tak terkira. Sebagai jalan hidup, Islam mengatur apa yang mesti, apa yang wajar, dan apa yang tidak boleh kita lakukan.
Islam juga telah memberikan batasan dan aturan tentang akhlak terhadap Tuhan, akhlak terhadap sesama, dan akhlak terhadap diri. Semua akhlak tersebut telah dijelaskan dalam Al-Quran dan Hadis. Kedua sumber ini merupakan acuan utama kaum Muslim dalam menjalani hidup dan memakmurkan alam semesta.
Kehidupan duniawi yang kita jalani saat ini merupakan “jembatan” untuk kehidupan yang lebih abadi, yaitu kehidupan ukhrawi.
Dalam teologi Islam, hal-hal yang berkaitan dengan keakhiratan masuk ke dalam wilayah eskatologi, yaitu adanya kehidupan setelah kematian, terutama soal balasan pahala (nikmat) bagi pelaku kebajikan dan balasan siksa bagi pelaku kejahatan.