KABARINDAH.COM – Founder PT. Paragon Technology and Innovation atau pemilik brand kosmetik Wardah, Dr (HC) Dra Nurhayati Subakat Apt, mengatakan, sejak 2015 pasar halal global terus mengalami pertumbuhan di seluruh dunia.
Banyak perusahaan multinasional yang kompetitif dalam mengiklankan produknya dengan menggunakan model dari kaum muslim.
”Jangan sampai kita mempromosikan produk halal, tapi kita hanya sebatas konsumen. Harusnya justru kita yang harus menjadi produsen,”ucap Nurhayati.
Perempuan berjibab tersebut mengatakan hal itu dalam kegiatan seminar Pra-Muktamar Muhammadiyah-Aisyiyah ke-48 di Auditorium KH Ahmad Dahlan, Kamis (12/5/2022).
Adapun yang membuat brand kosmetik halal itu meraih sukses, sambung Nurhayati karena perusahaannya selalu berinovasi dan memberikan pelayanan yang terbaik kepada konsumen.
“Jadi jangan hanya mengutamakan kehalalannya, tapi kualitas, baik dari produk maupun pelayanan harus dipertimbangkan juga,” lanjutnya.
Nurhayati mengatakan Paragon memiliki lima Core Value yang menjadikannya sebagai perusahaan bermanfaat, di antaranya ketuhanan, kepedulian, kerendahan hati, ketangguhan, dan inovasi.
”Kalau kita didik anak-anak kita dari kecil dengan pendidikan lima nilai itu, insyallah ke depannya akan menjadi sukses,” tanggapnya.
Sertifikasi Halal
Di acara yang sama, Direktur Lembaga Pemeriksa Halal dan Kajian Halalan Thayyiban PP Muhammadiyah Ir M Nadratuzzaman Hosen PhD, mengatakan masyarakat maupun pemerintah belum bisa mengontrol perilaku dalam menentukan sesuatu berdasarkan kehalalannya.
Oleh karena itu sertifikasi halal menjadi cara sementara untuk menentukan kehalalan sesuatu tersebut.
”Kalau semuanya sudah bisa dikontrol oleh pemerintah maupun masyarakat, sertifikasi tidak diperlukan lagi karena begitulah budaya masyarakat maupun pemerintah untuk menjaga kehalalan ini,” kata Hosen.
Di dalam pengembangan pariwisata halal, terdapat pula rintangan dalam menentukan restoran yang bersifat halal. Proses produksi di suatu tempat makan memang menerapkan kadiah halal, tetapi beberapa bahan baku yang digunakan masih menggunakan bahan non halal hingga hal tersebut tidak diterima oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI).
”Hal tersebut perlu dilakukan karena komisi fatwa ingin melihat betul-betul apakah bahan makan yang dipotong itu dipotong secara halal atau tidak,” tegasnya.
Peran Penting Perguruan Tinggi
Kepala Pusat Kajian Sains Halal LPPM IPB, Prof Dr Ir Khaswar Syamsu, MSc mengatakan, berdasarkan kajian KNEKS dan HSC IPB (2021), jumlah rumah pemotongan hewan (RPH) / Rumah Pemotongan Unggas (RPU) yang bersertifikasi halal masih rendah.
”Rendahnya jumlah RPH/RPU bersertifikat halal rantai makanan yang menjadi rantai pertama dalam rantai pasok halal, menjadi masalah besar dalam sertifikasi halal,” ungkap Khaswar.
Mengatasi hal tersebut, perguruan tinggi bisa melakukan kontribusi dengan mengadakan pelatihan juru sembelih halal bagi pengembangan produksi RPH/RPU.
”Di kami sendiri (IPB) mengadakan Training of Trainers (TOT) juru sembelih halal agar yang mengikuti bisa memberikan pelatihan pula kepada teman-teman juru sembelih halal lain di RPH/RPU,” tinjaunya.
(Firman Katon)