Halal  

Bolehkah Makan Makanan yang Diisukan Mengandung Babi? Ini Hukumnya dalam Islam

KABARINDAH.COM – Pernahkah kamu merasa ragu saat mengonsumsi makanan di restoran karena ramai diisukan mengandung babi? Tanpa diketahui kebenarannya, bagaimana hukumnya dalam Islam?

Makanan adalah kebutuhan bagi makhluk hidup termasuk manusia. Selain bisa masak sendiri di rumah, pasti sesekali ingin merasakan makan di warung makan, kafe atau restoran.

Namun terkadang, muncul isu-isu yang menghebohkan publik. Misalnya bakso yang ditawarkan di oleh warung A menggunakan daging babi. Atau mie ayam dari restoran B menggunakan minyak babi.

Padahal restoran atau warung makan tersebut telah menyebutkan kalau makanan yang ditawarkan adalah halal. Meski begitu, isu-isu campuran babi pasti masih berseliweran dan terkadan membuat muslim menjadi ragu.

Baca Juga:  Dukung Pelaku Usaha Halal Berkembang, Erick Thohir Canangkan Halal Hub di Rest Area

Lalu bagaimana hukumnya mengonsumsi makanan yang diisukan mengandung babi dalam Islam? Dikutip dari laman Bincang Syariah, makanan atau produk yang diisukan mengandung babi itu boleh dimakan.

Selama hanya menjadi isu dan belum terbukti secara akurat bahwa makanan atau produk tersebut mengandung lemak babi atau bahan haram, maka kita tetap diperbolehkan mengonsumsinya.

Bagaimana Hukumnya Makan Makanan yang Diisukan Mengandung Babi? Menurut Fiqih, semua makanan dilabeli suci dan halal, kecuali ada nash yang mengharamkan dan terbukti mengandung bahan yang diharamkan. Isu atau dugaan adanya kandungan babi tidak bisa dijadikam dasar atau dalil keharaman suatu makanan.

Untuk menentukan suatu makanan haram, harus ada nash yang mengharamkan. Dalam kata lain, terbukti meyakinkan mengandung bahan yang diharamkan. Hal ini berkaitan dengan kejadian yang dialami Rasulullah SAW.

Baca Juga:  Implikasi Bank ASI dalam Islam

Dalam kitab Fathul Mu’in menceritakan bahwa suatu hari, Nabi Muhammad SAW disuguhi keju yang masyhur dikerjakan memakai aroma babi. Nabi Muhammad SAW langsung memakannya tanpa bertanya terlebih dahulu.

“Kain yang masyhur dikerjakan memakai gajih babi, keju syami masyhur dikerjakan memakai aroma babi, suatu saat Nabi Saw. disuguhi keju tersebut dan langsung memakannya tanpa bertanya,” isi kitab tersebut.

Sementara itu dalam kitab I’anatut Thalibin disebutkan bahwa suatu hati, Ibnu Shalah ditanya mengenai hukum kain yang masyhur dibuat dari gajih babi. Lalu beliau menjawab:

“Kain tersebut tidak dihukumi najis kecuali terbukti dengan jelas kenajisannya,”

Jadi kesimpulannya, makan makanan atau produk yang diisukan mengandung babi diperbolehkan untuk dikonsumsi. Asalkan itu hanya isu atau dugaan dan belum terbukti secara akurat bahwa ada kandungan babinya.