“Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?” (QS. Al-Anbiya [21]: 30).
Membaca kutipan Al-Quran di awal, rasanya tidak ada satu makhluk di bumi ini yang tidak membutuhkan air. Hidup tanpa air laiknya manusia tak beroksigen, sudah barang tentu, fungsi air menjadi sarana keberlangsungan hidup.
Bagi yang ekonominya mapan, segelas air minum sepertinya sepele. Kapanpun haus tinggal ambil dari kulkas atau isi ulang galon air kemasan. Namun, pernahkah kita melihat orang-orang di luar sana yang membutuhkan segelas air bersih, sementara sungai di sekitarnya dijadikan pembuangan kotoran manusia, sampah rumah tangga, dan limbah industri?
Dengan begitu, air menjadi sangat berharga melebihi emas dan berlian yang nilainya menjulang tinggi. Mengenal air, tidak cukup dengan pandangan lahiriah; yakni air wujudnya basah, dan bening tak berwarna. Saya kira anak tak sekolah pun bisa menjawab kalau pertanyaannya: apakah kamu tahu dengan “air”?
Akan tetapi, sebagai orang beriman, mengenal air harus melebihi dari bentuk air yang dilihat dan dirasakannya. Air adalah kekayaan alam semesta yang dikaruniakan Allah Swt., sebagai sarana hidup dan kehidupan orang banyak. Tanpa air, kita tidak bisa minum, wudhu, mandi, dan mencuci. Tanpa air juga, tumbuhan akan tandus dan gersang yang akhirnya layu kemudian mati.
Berarti, masalah air adalah masalah kehidupan dan dunia. Masalah kita bersama! Apakah air dijadikan topik perbincangkan dalam sejarah dunia? Wah, ternyata air sudah dibicarakan berabad-abad silam. Dalam Bibel, Qur’an dan Sains Modern (1978: 253), Dr. Maurice Bucaille menerangkan sebuah artikel yang berkenaan dengan sejarah air.
Artikel itu berjudul “Hydrogeologie” yang ditulis oleh dua orang ahli, yakni G. Castany dan B. Blavoux. Menurut mereka, di zaman Thales dan Milet pada abad 7 SM air laut masuk ke benua karena pengaruh angin, kemudian air jatuh di atas bumi lalu masuk ke dalam tanah. Yang pasti, Plato dan Aristoteles mengamini teori tadi. Cuma ada salah pandang yang berbeda antara Plato dan Aristoteles.
Kalau Plato mengira, kembalinya air laut disebabkan oleh jurang besar di pinggir bumi. Sedangkan Aristoteles beranggapan, uap air di tanah menjadi padat dalam gua-gua yang dingin di gunung-gunung. Di dalam buku itu juga, dijelaskan konsepsi siklus air yang diutarakan Bernard Palessy pada tahun 1580 M.
Jelasnya dalam teori konsepsi tersebut, dikatakan bahwa air di bawah tanah berasal dari infiltrasi (perembesan) air hujan ke dalam tanah. Hanya Allah Swt. yang bisa memberikan teori (informasi) yang benar dan sempurna untuk mengenal air, sudah pasti tidak ada yang meragukan dalam wahyu-Nya barang satu huruf pun.
“Dan Kami turunkan dari langit air yang banyak manfaatnya, lalu Kami tumbuhkan dengan air itu pohon-pohon dan biji tanaman yang diketam, dan pohon kurma yang tinggi-tinggi yang mempunyai mayang bersusun-susun untuk menjadi rezeki bagi hamba-hamba (Kami). Dan Kami hidupkan dengan air itu, tanah yang mati (kering). Seperti itulah terjadinya kebangkitan.” (QS. Qaaf [50]: 9-11).
Maha Benar Allah dengan segala firman-Nya! Sudahkah kita mengenal air, lewat wahyu Allah yang disampaikan pada Muhammad Saw.? “Dan apakah mereka tidak memperhatikan, bahwasanya Kami menghalau (awan yang mengandung) air ke bumi yang tandus, lalu Kami tumbuhkan dengan air hujan itu tanaman yang daripadanya makan hewan ternak mereka dan mereka sendiri. Maka apakah mereka tidak memperhatikan?”(QS. As-Sajdah [32]: 27).
Betapa malu rasanya, kalau menyadari kesalahan sendiri. Entah itu dari kelalaian, malas, bodoh, atau kecerobohan. Seperti halnya, seorang anak yang mandi sampai dua jam lamanya, ia tidak merasa sedikit pun air yang terbuang. Ibunya pun, mengingatkan bahwa air itu sangat berharga.
Lantas bagaimana kalau Allah Swt. menyayangi kita, lalu mengingatkan dengan firman tadi? Belajar tidak hanya di dalam kelas yang penuh formalitas, dengan air pun kita bisa belajar ilmu pengetahuan yang dalam. Seperti proses awan mengandung air hujan, kemudian juga penyebab terjadinya uap air laut.
Semua itu Allah Swt. gambarkan melalui ayat Al-Quran yang begitu indah dari tutur kata dan metaforanya (kiasan). Sesungguhnya dalam tubuh kita mengandung air yang tersebar dalam darah, kelenjar, cairan tubuh, otot, dan rongga-rongga sel.
Dengan begitu bagian-bagian organ tubuh kita memiliki persentase yang berbeda. Dalam sebuah sumber, Nancy Clark Guiedebook yang ditulis Nancy Clark (1997) diterangkan bahwa, paru-paru memiliki kandungan air 90 persen, darah 82 persen, jaringan otak 73 persen, otak 70 persen, lemak tubuh 25 persen, dan tulang 22 persen.
Memang benar apa yang Allah Swt. uraikan dalam firman-Nya bahwa manusia dan hewan berasal dari air. Beginilah firman Allah Swt., “Dan, Allah telah menciptakan semua jenis hewan dari air, maka sebagian dari hewan itu ada yang berjalan di atas perutnya dan sebagian berjalan dengan dua kaki sedang sebagian (yang lain) berjalan dengan empat kaki. Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya, sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. An-Nur [24]: 45).
Pernahkah kita mengenang kembali, saat duduk di bangku sekolah dasar? Waktu itu kita belajar sifat-sifat air dalam mata pelajaran IPA (Ilmu Pengetahuan Alam).
- Air mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang lebih rendah. Itu terbukti air di sungai mengalir dari hulu ke hilir. Atap rumah kita juga sengaja gentengnya dibuat miring, supaya air bisa mengalir ke bawah. Saluran irigasi pun dibuat miring agar mengalir dengan lancar.
- Air menekan ke segala arah, kalau kita menyiram bunga di pot pasti pot tersebut ada lubang-lubang untuk bisa mengalirkan air, sehingga tak tergenang.
- Air meresap pada celah-celah kecil (kapilaritas). Sewaktu masa kecil dulu, mungkin pernah bermain-main dengan hujan hingga baju basah kuyup. Pernahkah menyadari bahwa air meresap pada pakaian kita yang terkena hujan, hingga basah kuyup? Itulah sifat air bisa meresap pada celah-celah baju. Seperti tisu yang menyerap keringat sewaktu wajah kita kepanasan sinar matahari. Namun, dalam hal penyerapan tentu tidak berlaku untuk bahan-bahan seperti plastik dan yang lainya.
- Air selalu tenang dan datar tidak seperti sifat manusia yang terkadang selalu terburu-buru hingga menyebabkan celaka oleh perbuatannya sendiri. Mungkin kita juga pernah melihat air dalam ember, sekalipun ember itu dimiringkan, air sesungguhnya tetap tenang dan datar.
Pun demikian, sebagai orang yang mengimani Al-Quran. Seyogyanya kita menyadari akan kekuasaan Allah yang telah melimpahkan rahmat dan kasih sayang pada kita melalui anugrah air di muka bumi. Akan tetapi, faktanya, terkadang manusia kurang mensyukuri keberadaan air.
Kita dengan agak sombong menghamburkan air, bahkan dengan gegabah menebangi pohon sebagai sumber peristirahatan air. Allah dalam firman-Nya menyuruh kita untuk meneladani prinsip-prinsip air dan menggunakannya untuk sebuah kemashlahatan.
Bahkan, Nabi Muhammad Saw., bersabda, Allah membenci orang serakah, salah satunya dengan orang yang memperjualbelikan air sehingga rakyat kesusahan memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam hal ini, kita tidak hanya mengenal bentuk air saja, tetapi bagaimana kita terus belajar menyikapi ayat-ayat dan tanda-tanda kekuasaan Allah Swt. melalui air agar kita bisa mendapatkan kesehatan paripurna.
Dalam Al-Quran dijelaskan, “Allah-lah yang menundukkan lautan untukmu supaya kapal-kapal dapat berlayar padanya dengan seizin-Nya dan supaya kamu dapat mencari karunia -Nya dan mudah-mudahan kamu bersyukur.” (QS. Al-Jaatsiyah [45]: 12).
Agama Islam terlahir semata-mata hanya untuk menjadi rahmat bagi semesta alam. Rahmat Allah Swt., sesungguhnya mencakup makna dan arti yang luas. Bahkan melebihi pikiran manusia itu sendiri. Supaya bisa berpapasan bersama rahmat Allah Swt., umat Islam mesti mengamalkan dan menyadarkan apa yang Dia tuangkan dalam Al-Quran.
Sebenarnya, terma rahmat bisa diartikan keselamatan, kesejahtraan, kecerdasan, kesehatan, kasih-sayang, dan lain sebagainya. Air sesungguhnya rahmat Tuhan yang luar biasa diberikan untuk manusia. Keberadaan air, hakikatnya menjadi sumber kehidupan yang paling penting. Air juga sebagai kekuatan kehidupan. Tak terbayang, seandainya tak ada air, mungkinkah rumah kita bisa berdiri?
Sebab, air sanggup menyatukan berbagai bahan bangunan dari unsur keras hingga membentuk dinding yang kokoh dan menjulang tinggi. Namun, seandainya manusia di muka bumi ini tidak mensyukuri maka air pun akan mengeluarkan angkara murkanya.
Lihatlah tsunami, longsor, banjir bandang, dan musibah lain. Tak lain semuanya disebabkan ulah manusia yang tak bisa menjaga “hubungan” dengan air. Allah Swt., berfirman, “Kami turunkan hujan dari langit, lalu Kami beri minum kamu dengan air itu, dan sekali-kali bukanlah kamu yang menyimpannya.” (Qs Al-Hijr [15]:22).
Manusia memang menyadari akan pentingnya air, karena disadari atau tidak air merupakan kebutuhan kedua setelah oksigen. Namun, tidak sedikit orang yang melalaikan hikmah yang tersurat dalam Al-Quran. Bukankah Fir’aun cukup untuk menjadi pengingat, sebagaimana Nuh dengan bahteranya? Mari kita renungkan, manakala hujan turun jika saja kita bisa menafakuri.
Sesungguhnya sebagian air hujan yang jatuh di atas tumbuhan, maka hal itu akan melarutkan zat-zat nutrisi dan mineral dalam tanah. Kemudian air itu diserap oleh akar sebagai pertumbuhannya, sebagiannya ditampung oleh manusia lalu sisanya mengalir ke sungai. Sisa air hujan tadi juga bisa meresap masuk ke dalam tanah sampai pada batuan landas (bedrock).
Tadi baru air hujan, belum lagi petir yang mengiringinya, tidak sedikit orang-orang yang takut saat mendengar gelegar petir dibarengi hujan deras dan angin. Allah Swt., berfirman, “Dia-lah Tuhan yang memperlihatkan kilat kepadamu untuk menimbulkan ketakutan dan harapan, dan Dia mengadakan awan mendung.” (QS. Ar-Ra’du [13]:12).
Melalui ayat ini, Allah Swt telah memperlihatkan Maha Kuasa-Nya agar menjadi perhatian penghuni bumi. Di dalam tafsir Ibnu Katsir, ketakutan dalam ayat ini diperuntuk bagi orang yang bepergian, sedang waktu bakalan turun hujan.
Dengan begitu, sebelum terjadi hujan kita sudah bisa melakukan perintah Allah Swt, agar apa yang tersirat dalam ayat ini bisa kita laksanakan. Jelas sudah bahwa kita dengan air bagaikan siang dan malam yang tak bisa dipisahkan.
Bagaimana bisa dipisahkan? Kita makan sayur-sayuran, buah-buahan, padi, jagung, perlu air supaya tumbuh subur, kemudian baru bisa kita petik. Tahu tidak? Dalam catatan sejarah, sesungguhnya sebuah peradaban tak lepas dari keberadaan air di sekelilingnya.
Semisal, Fir’aun dengan piramidanya di perairan sungai Nil, peradaban timur tengah juga dekat sungai Babylon, peradaban Bagdad di antara Sungai Eufarat dan sungai Tigris. India di antara sungai Gangga dan sungai Indus, di Jawa pusat kerajaan Majapahit di antara sungai Berantas.
Kerajaan Mataram juga tumbuh dekat aliran sungai Solo. Sriwijaya di antara sungai Musi. Kutai di antara tepi sungai Mahakam. Dalam laporan World Commision on Water, pada tahun 1999 sekitar 1,2 Milyar penduduk bumi mengalami kesulitan akses air bersih, jumlah ini akan meningkat menjadi 2,7 Milyar atau sepertiga jumlah penduduk seluruh dunia pada tahun 2025.
Masyarakat di negara berkembang mengalami penurunan kualitas kesehatan akibat kesulitan air bersih dan juga sumber air yang sudah tercemar. Hal ini dilakukan untuk mengingatkan kita semua akan pentingnya air bagi keberlanjutan hidup manusia. Inilah bukti betapa pentingnya air bagi manusia. Mari manfaatkan dan syukuri air seoptimal mungkin!