Ibrah  

Pahala Surga Bagi Para Pecinta Anak Yatim

yatim piatu

“Sebaik-baiknya rumah di antara orang-orang Islam adalah rumah yang di dalamnya ada anak yatim yang diperlukan dengan sebaik-baiknya, dan seburuk-buruknya rumah adalah rumah yang di dalamnya ada anak yatim namun diperlakukan dengan buruk. Apabila sebuah keluarga memelihara, menyantuni, dan memuliakan anak yatim, Allah SWT akan meliputinya dengan rahmat, kebahagiaan, dan keberkahan.” (HR. Ibnu Majah).

Siapakah yang dimaksud dengan anak yatim? Apakah perbedaan antara anak yatim dan anak piatu? Lalu bagaimana dengan anak yatim-piatu? Secara bahasa “yatim” berasal dari bahasa arab. Dari fi’il madli “yatama” mudlori’ “yaitamu” dan mashdar ”yatmu” yang berarti sedih atau bermakana: sendiri.

Adapun menurut istilah syara’ yang dimaksud dengan anak yatim adalah anak yang ditinggal mati oleh ayahnya sebelum dia baligh. Batas seorang anak disebut yatim adalah ketika anak tersebut telah baligh dan dewasa. Sedangkan kata piatu bukan berasal dari bahasa arab, kata ini dalam bahasa Indonesia dinisbatkan kepada anak yang ditinggal mati oleh Ibunya, dan anak yatim-piatu : anak yang ditinggal mati oleh kedua orang tuanya.

Baca Juga:  Hadirkan Perumahan Dosen, UIN Bandung Lakukan MoU dengan BTN

Di dalam ajaran Islam, mereka semua mendapat perhatian khusus melebihi anak-anak yang wajar yang masih memiliki kedua orang tua. Islam memerintahkan kaum muslimin untuk senantiasa memperhatikan nasib mereka, berbuat baik kepada mereka, mengurus dan mengasuh mereka sampai dewasa. Islam juga memberi nilai yang sangat istimewa bagi orang-orang yang benar-benar menjalankan perintah ini.

Secara psikologis, orang dewasa sekalipun apabila ditinggal ayah atau ibu kandungnya pastilah merasa tergoncang jiwanya, dia akan sedih karena kehilangan salah seorang yang sangat dekat dalam hidupnya. Orang yang selama ini menyayanginya, memperhatikannya, menghibur dan menasihatinya.

Itu orang yang dewasa, coba kita bayangkan kalau itu menimpa anak-anak yang masih kecil, anak yang belum baligh, belum banyak mengerti tentang hidup dan kehidupan, bahkan belum mengerti baik dan buruk suatu perbuatan, tapi ditinggal pergi oleh Bapak atau Ibunya untuk selama-lamanya.

Betapa agungnya ajaran Islam, ajaran yang universal ini menempatkan anak yatim dalam posisi yang sangat tinggi, Islam mengajarkan untuk menyayangi mereka dan melarang melakukan tindakan-tindakan yang dapat menyinggung perasaan mereka. Banyak sekali ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits Nabi saw yang menerangkan tentang hal ini.

Baca Juga:  Ideologi Asing Sulit Dibendung, Umat Islam dan Bangsa Indonesia Harus Selalu Waspada

Dalam surah Al-Ma’un misalnya, Allah swt berfirman:“Tahukah kamu orang yang mendustakan Agama, itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan kepada orang miskin.” (QS. Al-Ma’un : 1-3). Orang yang menghardik anak yatim dan tidak menganjurkan memberi makan kepada fakir miskin, dicap sebagai pendusta Agama yang ancamannya berupa api neraka.

Dalam ayat lain, Allah juga berfirman: “Maka terhadap anak yatim maka janganlah engkau berlaku sewenang-wenang. Dan terhadap pengemis janganlah menghardik.” (QS. Ad-Dhuha : 9 – 10 ).

Dari Abu Umamah dari Nabi saw berkata: “Barangsiapa yang mengusap kepala anak yatim laki-laki atau perempuan karena Allah, adalah baginya setiap rambut yang diusap dengan tangannya itu terdapat banyak kebaikan, dan barang siapa berbuat baik kepada anak yatim perempuan atau laki-laki yang dia asuh, adalah aku bersama dia disurga seperti ini, beliau mensejajarkan dua jari-nya.” (Al-Hadits).

Begitulah perumpamaan mencintai anak-anak yatim, ada surga yang Allah janjikan untuk setiap curahan kasih yang kita berikan kepada mereka. Ada janji terijabahnya doa-doa saat kita berdoa ditengah-tengah mereka. Dan ada keberkahan yang tercurah di setiap jejak langkah yang melaju, dalam sebuah perjalanan menuju tempat yang kita idam-idamkan, yaitu Surga-Nya.

Baca Juga:  Bunga Rampai Nahwu dan Sharaf (Bagian -2)

Bersama Rasulullah, dengan menyayangi dan mengasuh anak-anak yatim.Ada cinta, yang Allah titipkan untuk anak-anak.

Demikianlah, ajaran Islam memberikan kedudukan yang tinggi kepada anak yatim dengan memerintahkan kaum muslimin untuk berbuat baik dan memuliakan mereka. Kemudian memberi balasan pahala yang besar bagi yang benar-benar menjalankannya, disamping mengancam orang-orang yang apatis akan nasib meraka apalagi semena-mena terhadap harta mereka.

Ajaran yang mempunyai nilai sosial tinggi ini, hanya ada di dalam Islam. Bukan hanya slogan dan isapan jempol belaka, tapi dipraktekkan oleh para Sahabat Nabi dan kaum muslimin sampai saat ini. Bahkan pada jaman Nabi saw dan para Sahabatnya, anak-anak yatim diperlakukan sangat istimewa, kepentingan mereka diutamakan dari pada kepentingan pribadi atau keluarga sendiri.