Pojok  

Anak Muda Vs Orang Tua, Era Digital, dan Prestasi

Oleh Dr Budi Santoso
(Dosen Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta)

Usia muda apa bisanya? Itu yang sering digunjing para kaum tua. Apakah betul orang muda tidak bisa apa-apa? Atau harus nunggu tua untuk menjadi sesuatu.

Sejarah menunjukkan kaum muda juga banyak yang sudah dapat menjadi pemimpin hebat. Konon Hanibal usia 28 tahun memimpin ribuan pasukan dari kawasan Timur tengah ke perbatasan India barat.

Ada juga Al Fatih (Mehmet II)berusia 21 tahun memimpin pasukan mengusir pendudukan Romawi di Konstantinopel. Dan masih banyak tokoh zaman dahulu yang menjadi pemimpin di usia muda.

Berjalannya waktu, sepertinya ada persyaratan masalah umur untuk kelayakan memimpin. Untuk memasuki dunia kerja saja syaratnya lulus SMA, berusia 19-20 tahun. Demikian pula ketika di berbagai organisasi dibuat secara hierarki, atau berjenjang maka untuk menjadi pemimpin dalam organisasi harus seperti “urut kacang”, menang-menangan umur atau seperti adu umur.

Baca Juga:  Uang, Kesuksesan, dan Akumulasi Kemampuan

Ada asumsi bahwa semakin tua, orang akan semakin berpengalaman akan semakin bijak. Sehingga kita jarang menjumpai pemimpin unit organisasi yang berusia muda di organisasi tersebut.

Saya tidak tahu apakah persyaratan usia sebagai suatu trend di masyarkat atau karena sistem pengelolaan yang berubah?

Akhir-akhir ini, di era digital, bermunculan pemimpinan usia muda, dalam bisnis seperti Nadiem Makarim, di Gojek atau Achmad Zaki di Bukalapak, mereka memimpin perusahaan dengan value jutaan dolar.

Demikian pula di dunia politik, akibat adanya sistem demokrasi yang diterapkan ada perubahan untuk menjadi pemimpin organisasi politik dan pejabat publik sekelas kepala daerah, para orang muda bermunculan. Ada Bupati Kendal Dico usia 31, Ada Gibran usia 34, dan hal ini sangat sulit dicapai apabila sistem senioritas atau umur menjadi patokan.

Baca Juga:  Lionel Messi, Pandemi, dan Harga Kita Sebagai Pegawai

Kemana yang tua? Mahathir di Malaysia mencoba meraih tahta ulangan di usia 90-an. Namun rupanya beliau tidak sanggup meneruskan, saya tidak tahu kenapa.

Apakah dapat disimpulkan sistem pengelolaan organisasi atau tatanan masyarakat yang akan memberi kesempatan kepada anak muda untuk tampil.

Saya teringat ketika di zaman dahulu ada orang tertolak menjadi salah satu pemimpin di suatu organisasi gara-gara usia, sebagai patokan bukan kinerja. Padahal hanya sebagai pemimpin atau kepala bagian penitipan sepeda.

Terus bagaimana nasib orang usia muda yang berprestasi? Saya memiliki keyakinan anak muda yang akan menemukan jalannya sendiri. Mereka tahu apa yang harus dilakukan. Saya sebagai generasi tua lebih baik tidak usah sok tahu dan sok bijak.