Ada Apa dengan Guru?

Oleh Afifa Rosalin Rahadiani |
Mahasiswa Program Pascasarjana STAI Sukabumi

Merujuk pada survei kemampuan pelajar yang dirilis Programme for International Student Assessment (PISA) pada Desember 2019 di Paris, Indonesia menempati peringkat ke-72 dari 77 negara. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan pelajar di Indonesia pada umumnya masih rendah.

Banyak sekali faktor penyebab rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia, di antaranya adalah permasalahan kualitas guru. Keterampilan guru dalam menggali potensi peserta didik atau siswa adalah salah satu syarat untuk dapat mengembangkan potensi siswa secara personal untuk mencapai tujuan pendidikan.

Sayangnya, tidak semua guru mampu menggali kompetensi siswa. Sehingga, siswa tidak dapat berkembang secara optimal. Padahal, kompetensi siswa sangat beragam dan merupakan aset besar bangsa Indonesia.

Baca Juga:  Tingkat Pendidikan di Kota Sukabumi Diklaim Terus Meningkat

Guru yang ideal adalah guru yang memenuhi kualifikasi yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Beleid itu mengamanatkan bahwa guru harus memiliki kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional. Keempat kompetensi ini bersifat holistik yang merupakan suatu kesatuan yang menjadi ciri guru profesional.

Untuk memenuhi kriteria klasifikasi guru profesional, selain mencantumkan mata kuliah wajib jurusan, perguruan tinggi yang mencetak para pendidik ini di dalam kurikulumnya akan mencantumkan mata kuliah Psikologi Pendidikan dan beberapa mata kuliah yang berhubungan dengan pengelolaan atau manajemen serta strategi belajar mengajar.

Bagaimana bisa guru tidak memiliki keterampilan menggali potensi siswa, sedangkan guru dibekali mata kuliah didaktik metodik saat calon guru/calon pendidik menempuh jenjang pendidikan di perguruan tinggi?

Baca Juga:  Musykom PK IMM Unsika: Kader IMM Harus Berakhlak Mulia dan Jadi Penggerak Peradaban!

Bagaimana pertanggungjawaban atas nilai–nilai yang diperoleh calon pendidik ini yang di atas transkrip berada di atas rata–rata?

Ternyata perolehan nilai calon guru/calon pendidik di atas rata–rata bukanlah jaminan kualitas calon pendidik itu lulus dengan kualitas yang baik dari suatu perguruan tinggi. Karena persoalannya kembali kepada pribadi calon guru yang seharusnya memiliki motivasi untuk meningkatkan kualitas pengetahuan dan wawasannya, sehingga ia layak memiliki predikat sebagai pentransfer ilmu pengetahuan dan tentu saja seharusnya layak mendidik serta membimbing siswa.

Sejatinya, guru bukan saja bertugas sebagai pengajar. Tetapi, ia juga sebagai pendidik dan pembimbing bagi peserta didik yang mengajarkan ilmu pengetahuan, sikap, budi pekerti, etika serta membantu siswa untuk dapat mengenali dan mengembangkan potensi dirinya.

Guru/pendidik harus dapat mempertanggungjawabkan di dunia dan akhirat atas apa yang telah disampaikannya kepada peserta didik. Pasalnya, peserta didik adalah generasi penerus bangsa yang akan mengaplikasikan apa yang telah diperolehnya selama belajar dengan guru–gurunya 15 atau 20 tahun kemudian.

Baca Juga:  Bersihkan Pantai, Dispar Kabupaten Sukabumi Apresiasi Mahasiswa UMMI

Jadi, apabila gurunya tidak terampil dan tidak dapat mendidik dan membimbing siswa dengan baik dan benar, maka generasi berikutnya akan hancur karena ketidaktepatan guru dalam mengajar, mendidik dan membimbing siswa.Kesimpulannya, mari menjadi guru pembelajar dan selalu bersemangat untuk membuat inovasi dalam dunia pendidikan.

Salam Pendidikan!! (*)