Kabar  

Ramadan, Al-Quran, dan Lailatul Qadar 

Oleh: Ace Somantri*

BERBICARA Ramadan pasti bicara syariat, keimanan, ketakwaan, dan hal lainnya yang menyangkut nilai-nilai keislaman. Namun, dalam faktanya dalam ruang-ruang masjid dan majelis taklim banyak ungkapan bahwa Ramadan salah satu syariat akan kewajiban berpuasa yang termaktub dalam teks nas Al-Quran.

Sungguh sesuatu yang sangat istimewa dan luar biasa bulan Ramadan, pasalnya salah satu mukjizat paling istimewa bagi Rasulullah Muhammad SAW diberikan kepadanya saat bulan Ramadan. Al-Quran sebagai sumber peradaban dunia, selain telah memberikan petunjuk kepada umat manusia di muka bumi, juga menjadi pencerah peradaban alam semesta.

Kedahsyatan Ramadan, Al-Quran sebagai pencerah peradaban menjadi tanda nyata yang menjadi sesuatu yang bernilai bagi siapa pun yang membaca dan memahaminya. Siapa pun mereka, ketika mampu membaca dan memahami teks dari rangkaian kata dan kalimatnya secara komprehensif hingga mampu merinci dari satu makna terhadap makna lainnya. 

Al-Quran bukan untuk disimpan seperti benda, melainkan harus dibaca sungguh-sungguh dengan saksama. Dipahami satu huruf ke huruf lain sehingga terangkai sebuah makna yang melahirkan gagasan praktis, menciptakan rumusan-rumusan dengan model, dan pola yang ditafsirkan dari ayat-ayat qauliyah dan terwujud menjadi sebuah karya nyata yang berguna manfaat dalam kehidupan duniawi.

Al-Quran menjadi petunjuk arah bagi manusia hidup di dunia. Ia menjelaskan dari setiap masing-masing arah dan membedakan untuk diklasifikasi sesuai kelompok-kelompoknya dengan segala hal yang berkaitan tema dan topik pembahasan.

Termasuk kategorisasi pembedaan mana yang salah dan benar maupun pembeda antara baik dan buruk. Lengkap dan sempurna. Al-Quran merupakan perangkat keras dan lunak hidup manusia yang akan menjalani hidup di bumi hingga kematian yang akan datang. Bahkan, kehidupan abadi manusia setelah akhir dari kematian. 

Al-Quran sangat identik dengan lailatul qadar karena hal demikian tegas dan jelas termaktub dalam penjelasan Kalam-Nya QS ke-97 ayat 1, “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Quran) pada malam lailatul qadar.”

Dipahami betul oleh umat muslim, malam lailatul qadar merupakan malam dinanti oleh seluruh umat muslim di dunia. Malam tersebut malam istimewa nan mulia yang keistimewaan dan kemuliaannya melebihi dari seribu bulan biasa. Tidak ada pengingkaran dari umat muslim terkait malam tersebut. Diyakini sesungguhnya akan kebenaran malam mulia yang penuh berkah, magfirah, dan rahmah.

Namun, perlu dicatat bahwa rasionalitas kemuliaan harus diungkap secara objektif dengan nalar akal sehat. Jelas diungkap dalam ayat-Nya bahwa malam lailatul qadar telah diturunkannya Al-Quran yang berfungsi sebagai petunjuk, penjelas, dan pembeda. Ternyata benar dan sebenar-benarnya kemuliaan malam tersebut ada histori yang memberikan pelajaran dan hikmah kepada manusia akan pentingnya Al-Quran sebagai sumber dari segala sumber aturan hidup manusia dimuka bumi. 

Hanya di bulan Ramadan ada dan terjadinya malam lailatul qadar sebagai kesempatan brilian bagi umat muslim khususnya untuk benar-benar memanfaatkan untuk merefleksi di balik turunya Al-Quran. Setelah sempurna Al-Quran diturunkan, dipastikan dan diyakini benar dalam teologis umat muslim di dunia bahwa manusia dan makhluk lainnya akan mendapatkan kebahagiaan, kesejahteraan, dan keselamatan hidup hingga kematian hanya dengan Al-Quran.

Maka Ramadan ini dapat dikatakan sebagai syahrulqur’an, sedikit mencoba merasionalisasikan terkait keutamaan lailatul qadar lebih bernilai dibandingkan dengan seribu bulan.

Makna demikian harus dipahami sebagai filosofi dari nilai histori memiliki simbol, tanda, dan bukti nyata yang dibenarkan oleh Nabiyullah Muhammad SAW bahwa turunnya Al-Quran sebagai simbol kemajuan, kesejahteraan, dan kebahagiaan dunia akhirat bagi umat manusia.

Hal tersebut akan diraih atau dicapai bagi siapa pun yang mampu menjadikan Al-Quran sebagai sarana jalan utama yang dilalui menuju akhir kehidupan dunia dan masuk kehidupan abadi. 

Hanya dengan Al-Quran manusia akan selamat dunia hingga akhirat, bahagia dan kebahagiaan, sejahtera dan mensejahterakan lahir batin, semua formulanya ada dalam ayat-ayat Al-Quran. Dipastikan setiap muslim beriman dengan membenarkan kebenaran Al-Quran sebagai petunjuk, apa pun kebutuhan dan keperluannya, harapan dan keinginannya dapat dikabulkan dan terwujud dalam bentuk nyata saat Al-Quran dijadikan sumbernya.

Sangat masuk akal atau rasional, ketika salah satu malam di antara malam-malam di bulan Ramadan dikenal sebagai malam lailatul qadar. Malam tersebut menjadi malam yang memiliki nilai makna yang setara seribu bulan. Dari penjelasan tersebut, dapat kita pahami bahwa malam tersebut telah diturunkan sumber utama keselamatan, kebahagiaan, dan kesejahteraan bagi manusia. Kita sangat merasakan, saat Ramadan hampir dipastikan kenikmatan dan kebahagiaan umat muslim semua mendapatkannya. 

Lailatul qadar malam seribu bulan, kedahsyatannya tidak dapat dipahami oleh nalar manusia biasa. Hanya sosok orang pilihan Ilahi Rabbi yang mampu merasionalisasikan menjadi sebuah realitas kehidupan yang bermakna. Pada momentum lailatul qadar, alam semesta serta isinya sujud dan tunduk di hadapan-Nya dalam kondisi tak berdaya.

Dengan kilatan cahaya malam lailatul qadar, bukan makna visual jenis dan bentuk cahaya semata, melainkan datanya informasi petunjuk bagi umat manusia yang akan mampu memberikan penerang jalan keselamatan bagi seluruh ciptaan-Nya tanpa kecuali.

Tidak ada satu makhluk pun di alam semesta ini yang mampu menolak kehendak-Nya. Sebesar apa pun masalah, baik yang dihadapi oleh individu, negara, bangsa, bahkan kerajaan langit sekalipun, semuanya tunduk pada kehendak-Nya.

Kilatan cahaya malam lailatul qadar pun tak dapat diketahui oleh siapa pun di muka bumi; hanya Dia yang Maha Mengetahui segala sesuatu yang Dia kehendaki. Namun begitu, manusia sendirilah yang merasakan manfaat dan nilai dari kehendak itu—terutama mereka yang berpikir dengan akal yang sehat dan hati yang waras.

Secanggih apa pun ilmu pengetahuan dan teknologi, tak sepatutnya disandingkan dengan hakikat malam lailatul qadar. Adalah kesalahan besar dan tak berdasar bila ada yang menyatakan bahwa teknologi kecerdasan buatan (AI) lebih unggul atau setara dengan kecerdasan yang diciptakan oleh Allah SWT. Justru, segala kemajuan dalam peradaban dunia dari masa ke masa merupakan hasil dari ilmu pengetahuan dan teknologi yang hakikatnya bersumber dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Baca Juga:  UM Bandung Tegaskan Komitmen Wujudkan Busana Muslim Ramah Lingkungan

Sejak zaman Nabi Adam ‘alaihis salam hingga Nabi Muhammad SAW sebagai penutup para nabi, manusia-manusia pilihan seperti nabi dan rasul, khulafaur rasyidin, para tabi’in, tabi’ut tabi’in, salafus shalih, ulama mujtahid, hingga ilmuwan dan cendekiawan, semuanya mampu mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi mutakhir. Sumber keilmuannya tak lain berasal dari ayat-ayat Ilahiyah, yang secara simbolis tersirat dalam bahasa majazi malam lailatul qadar.

Malam mulia itu menjadi pusat limpahan ilmu pengetahuan dan teknologi—baik yang telah hadir di masa lalu, yang berkembang di masa kini, maupun yang akan muncul di masa depan. Al-Qur’an adalah inti dari lailatul qadar, malam ketika ayat-ayat kalam Ilahi diturunkan. Dari satu huruf saja dalam ribuan ayat-Nya tersimpan makna yang belum seluruhnya tersingkap. Maka memburu malam seribu bulan seyogianya dijadikan momentum untuk menggali inspirasi. I’tikaf dan tadarus Al-Qur’an menjadi cahaya penuntun bagi hati dan akal sehat kita.

Baca Juga:  Buket Bunga Wisuda, Lebih dari Sekadar Rangkaian Kelopak

Kelahiran ilmu, munculnya peradaban, dan berkembangnya teknologi lintas generasi—yang oleh para ilmuwan kontemporer dikenal sebagai “revolusi industri”, termasuk yang kini populer dengan istilah revolusi industri 4.0 dan 5.0—hakikatnya hanyalah serpihan kecil dari kilauan cahaya lailatul qadar.

Revolusi industri dalam bentuk apa pun dan pada generasi mana pun, semuanya bermuara dari malam seribu bulan. Malam tersebut sejatinya adalah “malam cahaya Al-Qur’an”, yang menjadi inspirasi sekaligus sumber utama bagi lahir dan tumbuhnya peradaban dunia. Wallahu a’lam.

*Wakil Ketua PWM Jawa Barat