Pojok  

Pelajaran Hidup dari Pandemi Covid-19

Oleh Dr. Budi Santoso
Dosen Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta

 

 

Saya masuki sebuah toko alat musik itu. Tampak kusam. Debu menempel di dinding.

Pengunjung dipaksa menaiki tangga tiga lantai, karena liftnya sudah “wafat” setahun yang lalu, rusak tidak mampu diobati seperti terkena covid. Di ruang galerinya hanya tersisa lima penjaga toko dengan barang seperti gitar dan lain-lain yang terpajang lama tidak disentuh pengunjung.

Snar gitar, stik drum dan barang-barang dagang yang laris karena mudah rusak ketika digunakan, bertumpuk di etalase.

Covid membuat suasana toko alat musik mati suri. Para pemusik profesional sudah jarang belanja karena sepi job, atau panggilan manggung. Para penghobi juga mengurangi niat belanja yang tidak perlu, karena bokek.

Baca Juga:  Hilangnya Humanisme di Era Digital

Namun ada sesuatu yang berbeda di antara “kekusaman” galery karena banyak persedian barang “mangkrak” lebih dari setahun, yaitu sikap pegawainya. Pegawai atau penjaga tokonya dengan baju seragam yang terlihat sudah kusam, karena belum ada pembagian seragam baru.

Namun ada perbedaan dari wajah mereka. Sekarang mereka jauh lebih ramah, kedatangan saya seperti dianggap “dewa” penyambung nafas bisnis. Para penjaga toko yang tersisa begitu ramah. Wajahnya seperti ingin mengucapkan terima kasih karena kedatangan saya karena dapat sedikit membantu menghidupkan bisnis bossnya, pada gilirannya menyelamatkan pekerjaannya.

Menjauhkan dirinya dari PHK. Seperti begitu bernilainya kehadiran saya, meski hanya membeli snar gitar, dianggap seperti setetes air dalam kehausan.

Baca Juga:  Jonan, Game Changer, dan Gagasan Perubahan Besar

Tadi siang , saya juga mendengar kawan saya dosen PTS, dia menjadi dosen yang digaji berdasarkan “tarikan” kelas yang diajar. Katanya, sekarang jam ngajarnya berkurang drastis, banyak mahasiswa yang “istirahat” tidak mampu melanjutkan kuliah.

Mahasiswa pekerja banyak di-PHK, mahasiswa muda, ortunya kehilangan pekerjaaan dan pendapatan. Sungguh sangat memilukan.

Covid telah memberi pelajaran kepada kita, bahwa kita juga bisa susah, bisa merana, bisa sedih dan bisa kelaparan dan juga bisa kesakitan menjemput kematian. Selain itu Covid bisa memberi pelajaran agar menghargai secuil harapan, peluang dengan rasa bersyukur.

Kita harus tetap hidup dan survive, harus selalu ada harapan positip yang akan datang, seperti penjaga toko musik.

Baca Juga:  Pak Ogah, Pedagang Asongan, dan Harapan Masa Depan

Kata orang bijak, kita harus menjadikan harapan positif sebagai bara api hidup kita.

Semoga Covid cepat berlalu. Kita saling menyemangati. (*)