Pojok  

Metamorfosis Warteg, Semangat Perubahan, dan Zona Nyaman Pegawai

Oleh: Dr Budi Santoso | Dosen Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta

Warung warna hijau glotex terlihat kinclong. Lantainya putih, diterangi lampu yang sangat terang seperti pedagang buah di Kota Mekkah.

Sebuah metamorfosis dari sebuah Warung Tegal (warteg). Warteg, yang dulu sering terlihat kotor dan dianggap rendah. Bukan sekadar tampilan, namun dalam pelayanan juga. Kini, ada juga bentuk-bentuk promosi penjualan. Bagi pengojek diberikan es teh manis gratis atau potongan harga.

Ada perubahan paradigma berpikir pengelola warteg. Menggunakan kreativitasnya untuk mengurai banyak alternatif jawaban untuk solusi bisnisnya. Saya tidak tahu si pengelola sekolah dimana, apakah kreativitas disebabkan oleh sekolah atau akibat pergumulan dengan bisnisnya sekian lama.

Baca Juga:  Beginilah Cara Menulis Tugas Akhir Hasil Penelitian

Pengusaha semakin lama semakin mencari cara-cara baru. Berbeda dengan pegawai semakin lama semakin ahli dalam bidangnya dan seringkali menjadi “betah” dan susah berubah.

Bagi pengusaha, alarm ketika harus ada perubahan adalah sangat sederhana. Yaitu, ketika menurunnya penjualan atau menurunnya keuntungan, atau kelebihan duit. Perubahan adalah insiatifnya.

Berbeda bagi pegawai yang mendapat gajian saban bulan, banyak yang terlelap dalam zona nyaman. Perubahan harus melalui beberapa tahapan untuk menyadari bahwa dirinya harus berubah.

Pertama, adanya dorongan atau paksaan dari tempatnya bekerja. Kedua, niat untuk berubah. Semuanya harus dikoprak-koprak dan didorong-dorong.

Warteg “modern” meski pengelolanya mungkin sekolahnya tidak tinggi-tinggi amat, namun menyadari perlunya perubahan, adanya peluang baru untuk memenangkan persaingan bisnisnya. Hanya perubahan yang dapat menyelamatkannya.

Baca Juga:  Wajar 13 Tahun: Hak Warga Negara Tanpa Sekat Batas dan Status Sosial

Bagaimana dengan pegawai, sepertinya kebanyakan hanya mengerjakan apa yang wajib dikerjakan saja dan itupun sering tidak tuntas. Tidak mau menjadi extra role, agar menjadi dirinya “kinclong” dan layak mendapat promosi dan tambahan gaji.

Terus bagaimana kalau Anda bekerja dengan situasi imbalan PGPW (Pinter Goblok Podo Wae). Ya kalau merasa bisa, ya pindah saja karena di situ bukan tempat yang layak untuk dihuni dan mengabdi.

Ada pepatah Chickens Stays, Eagles Flies. Nah, sekarang apakah Anda merasa ayam atau elang? Artinya kalau Anda merasa hebat ya keluar saja mencari pekerjaan baru. Atau Anda merasa menjadi ayam yang tetap mendekam di tempat yang sama, sampa mati. Kesetiaan yang ujungnya merana.

Pilihan lain, Anda dapat menjadi sekadar kutu busuk atau kutu kupret yang hanya membuat rusuh dan merepotkan kantor.

Baca Juga:  Moderasi Beragama, Wewekas dan Ipat-Ipat Sunan Gunung Djati

Kembali ke warteg, rupanya pemilik warteg ingin menjadi “macan” dengan tidak perlu semboyan atau gembar gembor menyongsong industri 4.0. Seperti bahasa klise dan tidak jelas memaknainya yang sering didendangkan para pejabat dan para ahli segala ahli agar dianggap kekinian.

Boss warteg hanya menjalankan seperti slogan merk sepatu, JUST Do IT dan Become Duit.