Oleh Mia Sari Novianti MPd | Guru SMK IT Aljunaediyah/Alumnus Magister STAI Sukabumi
Konflik identik dengan kekerasan, adu mulut, serta emosi. Konflik yang terjadi di masyarakat sesungguhnya adalah hal yang wajar. Menurut Simon Fisher, konflik dapat diolah menjadi sesuatu yang konstruktif (membangun) dan destruktif (menghancurkan).
Istilah konflik berasal dari confligere yang artinya saling mengejutkan. Konflik, menurut Sarwono Sarlito, adalah pertentangan antara dua pihak atau lebih yang dapat terjadi antarindividu, antarkelompok kecil, antarbangsa dan negara.
Konflik juga harus dimenej, terlebih di masyarakat Indonesia ini yang majemuk, terdiri atas berbagai suku, bangsa, ras, agama, kelompok, dan golongan. Masalah pengintergrasian merupakan masalah yang pelik. Sehingga, diperlukan kemampuan untuk memahami konflik agar dapat menghasilkan perubahan sosial ke arah yang lebih baik.
Menurut Rusdiana, ada beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan dalam membahas konflik:
Pertama, awareness aspect; kapan seseorang menyadari telah terjadi konflik.
Kedua, expression aspect; tampilan di depan publik bahwa telah terjadi konflik.
Ketiga, affect aspect; konflik sering diikuti oleh munculnya sejumlah emosi negatif, seperti marah, cemas, panik.
Konflik menyebabkan terjadinya interaksi pada tataran yang lebih serius dari sekadar kompetisi. Schelling mengungkapkan, konflik, kompetisi, dan kerja sama pada dasarnya saling berkaitan. Konflik terjadi ketika tujuan kebutuhan dan nilai-nilai kelompok-kelompok yang bersaing, bertabrakan sehingga terjadi agresi walaupun belum tentu berbentuk kekerasan.
Karena itu sangat penting untuk memenej konflik. Konflik perlu diatur serta diarahkan agar tujuan atau hasil dalam suatu masyarakat atau kelompok dapat tercapai dengan baik. Yakni, terdapat solusi ke arah yang lebih baik dan maju.
Manajemen konflik, menurut Wirawan, merupakan suatu proses pihak yang terlibat konflik atau pihak ketiga menyusun strategi konflik dan menerapkannya untuk mengendalikan konflik agar menghasilkan resolusi yang diinginkan.
Adapun strategi yang dapat dilakukan agar konflik yang terjadi mendapatkan hasil yang diharapkan.
Pertama, Analisis SWOT.
Analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, dan Threat) mengenal diri sendiri akan mencerminkan kekuatan (Strength) dan kelemahan (Weakness) diri sendiri dalam menghadapi lawan konflik. Juga akan mencerminkan peluang (Opportunity) dan ancaman (Threat).
Kedua, menentukan tujuan konflik/target keluaran konflik yang diharapkan.
Konflik tidak selamanya berkonotasi buruk, tetapi bisa menjadi sumber pengalaman positif. Hal ini dimaksudkan bahwa konflik dapat menjadi sarana pembelajaran dalam memanajemen suatu kelompok atau organisasi.
Konflik tidak selamanya membawa dampak buruk (musibah), tetapi juga memberikan pelajaran dan hikmah di balik perseteruan pihak-pihak yang terkait (berkah). Pelajaran itu dapat berupa cara menghindari konflik yang sama agar tidak terulang kembali pada masa yang akan datang dan cara mengatasi konflik yang sama apabila terjadi kembali. Wallahu alam bishawab. (*)