Oleh Ratna Juwita MPd
Magister Pendidikan STAI Sukabumi
Di era milenial yang serbamateri ini, manusia dengan segala aktivitas dan rutinitasnya sering kali terjebak dengan kesibukan yang seolah tak berhenti. Kesibukan terus bergerak seiring perputaran jarum jam. Detik demi detik terlewati dengan begitu cepat. Namun kadangkala lupa dengan hikmah di setiap peristiwa.
Sore tadi, di perempatan jalan yang sering dilalui, kendaraan bergerak padat merayap. Saat itu, pasa jam pulang para buruh pabrik. Begitu lama kendaraan berhenti dan berbaris di jalanan. Tak bisa bergerak. Kesabaranpun diuji. Di tengah-tengah perempatan yang masih tersendat para pengendara kehilangan kesabaran. Mereka saling berebut jalan dari berbagai arah saling bersilangan.
Sejatinya, di balik peristiwa yang terjadi di jalanan itu ada sebuah hikmah. Ya, hikmahnya bernama Sabar. Kalau dalam perjalanan dan di depan kendaraan kita ada kendaraan lain yang menghalangi, maka kita tidak bisa maju juga. Inilah hikmahnya. Begini doang bisa menjadi hikmah? Iyalah, bisa banget.
Peristiwa di jalanan tadi ternyata bisa mempermudah kita memahami sebuah ayat dalam Alquran yang menceritakan Doa Nabi Sulaiman AS. “Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh siapa pun setelahku. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Pemberi.” (QS Shad: 35 ).
Nabi Sulaiman tidak langsung begitu saja berdoa, tetapi diawali dengan istighfar (memohon ampunan). Doa tidak akan sampai kepada Allah SWT jika ada sesuatu yang menghalangi. Apa yang menghalangi Doa? Yaitu dosa. Karena itu Nabi Sulaiman mengajarkan kita untuk menyingkirkan dulu penghalang tersebut.
Padahal di zaman Nabi Sulaiman belum ada mobil, sepeda motor, apalagi para buruh pabrik yang menguasai jalanan ketika jam pulang. Tetapi beliau sudah sangat faham, agar Allah mengabulkan doa, bagaimanapun kalau ada dosa lain menghalangi, maka doa tidak akan sampai pada tujuan. Dan mohon ampunlah terlebih dahulu. Inilah hikmahnya.
Apa yang akan kita lakukan ketika hendak meminta bantuan seorang teman atau tetangga? Tentunya sebagai seseorang yang berpendidikan dan memiliki tatakrama, kita tidak akan to the point mengungkapkan apa yang kita inginkan bukan?
Ya. Kita pasti berusaha meminta pertolongan dengan tata cara yang baik dan menunjukkan itikad yang baik pula. Meski, kita sebetulnya tidak tahu apakah orang yang dimintai bantuan itu akan membantu atau tidak.
Nah, jika kepada manusia yang belum tentu sanggup membantu saja kita harus melakukan itu semua. Apalagi ketika kita hendak memintanya kepada Allah SWT yang notabene Mahapemberi.
Sepantasnya, jika kita hendak memohon atau meminta sesuatu kepada Allah SWT, maka etika kita harus lebih baik dibanding saat kita meminta pada sesama manusia. Dan, tobatlah atau mohon ampun terlebih dahulu kepada Allah SWT sebelum memulai doa.
Ada hikmah di setiap peristiwa yang kita lalui.