Pojok  

Pojok: Cinta dan Benci

Oleh: M Husnaini, Founder Sahabat Pena Nusantara.

Kebencian yang muncul sering kali disebabkan perasaan cinta yang tidak kesampaian. Karena itu, percayalah bahwa para pembenci kita sesungguhnya adalah orang-orang yang memiliki kans besar untuk menjadi para pengikut dan bahkan pemuja kita.

Hilangnya perasaan cinta bisa pula disebabkan posisi merasa terancam. Dalam sebuah komunitas atau organisasi, umpamanya, seorang senior begitu mencintai anggota baru yang dianggapnya cemerlang. Berbagai fasilitas disediakan untuk anggota baru.

Tetapi begitu menyaksikan pendatang tersebut terus melesat maju sehingga senior tadi khawatir tersaingi dan merasa terancam posisinya, bukan mustahil perasaan cinta sang senior kepada anggota baru berubah drastis menjadi benci dan kesumat.

Baca Juga:  Guru Kembali Belajar: Teknologi dan Pedagogik

Bukankah dalam kehidupan kita sehari-hari banyak sekali kejadian seperti di atas? Tegasnya, perubahan dari perasaan cinta ke benci atau sebaliknya juga terbilang cepat, dan kadang malah dipicu oleh perkara yang tidak terlalu besar atau signifikan.

Ada tokoh besar mengagumi seorang mufasir ternama dan selalu memanggil sang mufasir “Guru Kami”. Begitu tahu sang mufasir pujaan tidak mengharamkan ucapan selamat Natal, seperti dirinya, tokoh tadi tidak lagi memanggil sang mufasir “Guru Kami”.

Perasaan dalam diri manusia begitu cepat bertukar dan berpindah haluan. Makanya, ketika berbuat baik, jangan terjebak oleh penilaian orang lain. Kita juga harus terus belajar menjadi pribadi yang proporsional plus rasional dalam mencintai dan membenci.