Pojok  

Pengusaha dan Pejudi, Kerugian dan Kekalahan, serta Pertaruhan Nasib

Oleh Dr Budi Santoso
(Dosen Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta)

Katanya pengusaha sejati itu seperti pejudi. Tidak pernah kapok. Selalu melupakan dan tidak menganggap serius kekalahan.

Sedangkan, kata para pakar, seorang pejudi sejati adalah orang yang mendapatkan kebahagiaan dengan bertaruh. Soal kemenangan tidak penting, yang penting asyik nongkrong dan bertaruh di meja judi.

Kalau Anda pergi ke kasino atau rumah judi masih berharap kemenangan, Anda belum menjadi pejudi sejati. Itu kata para akademisi pemerhati judi. Namun kalau terus-terusan, ya pasti akan menjadi pejudi sejati.

Pengusaha juga sepertinya begitu. Selalu menaruh keuntungan untuk investasi lanjutan agar terus berkembang bisnisnya. Kalau perlu menggunakan uang orang lain untuk membuktikan intuisi tentang bisnis yang menguntungkan.

Baca Juga:  Quarter Life Crisis: Apa dan Bagaimana?

Pengusaha dan pejudi tak mau lagi mengingat Kekalahan atau Kerugian yang telah dideritanya. Selalu melihat ke depan dan ada harapan.

Apa beda di antara keduanya? Yang pasti adalah usahanya. Pejudi menaruh taruhan berdasarkan insting atau perasaaan tanpa kuasa mempengaruhi hasilnya. Kecuali permainan judi tertentu yang butuh keahlian atau trik.

Sedang pengusaha, sebelum bertindak semuanya dianalisis, direncanakan, dilaksanakan dan diawasi. Ada kendali dari seluruh proses tersebut.

Bagaimana dengan pengusaha yang pejudi? Artinya, hasil usaha habis dibuat berjudi.

Kalau kita renungkan dalam hidup kita, ada sisi-sisi yang bersifat spekulatif, seringkali kita harus “bermain” dengan sesuatu di luar kendali kita. Mempertaruhkan nasib kepada orang atau benda.

Baca Juga:  Media Perang Vs Media Damai

Mempercayai pilot, mempercayai pesawat aman, mempercayai rem mobil kita bekerja, termasuk mempercayai pemimpin atau anak buah yang kita pilih. sampai memilih pasangan hidup kita. Semuanya karena keyakinan kita bahwa mereka akan bekerja atau berkelakuan sesuai dengan harapan kita.

Bayangkan kalau kita tidak “mempercayai” semuanya?

Namun ada juga orang yang senang berangan-angan menunggu, menanti nasib berubah. Seperti ilusi tak bertepi. Padahal kita diberi kuasa untuk mengendalikannya.

Jadi kata orang pandai, sebaiknya kita bermain dalam situasi yang dapat kita kendalikan saja, atau kita yakini dan terbukti dimana banyak orang meyakini dan membuktikannya, secara akal sehat tanpa harus emosional.

Orang Jawa bilang, Ojo mikir sing ora-ora. Jangan mikir yang bukan-bukan.

Baca Juga:  Erick Thohir, Visi Futuristik dan Generasi Muda Indonesia

Misalnya, hari ini tanggal bagus 21-1-21. Namun, hanya sebagai tanda bahwa bulan akan berakhir. Cicilan kredit, tagihan listrik, dan air harus segera harus dibayar. Dan bersyukurlah kalau masih mendapat gaji atau pendapatan di kala pandemi yang tidak jelas kapan berakhir.