KABARINDAH.COM, Sukabumi–DPRD Kota Sukabumi dan Pemkot Sukabumi membahas perubahan APBD 2025 dan raperda penanganan permukiman kumuh. Hal ini mengemuka dalam rapat paripurna DPRD Kota Sukabumi yang membahas sejumlah agenda penting, termasuk penandatanganan persetujuan bersama perubahan kedua Program Pembentukan Peraturan Daerah (Propemperda) Tahun 2025 dan penyampaian penjelasan dua Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) oleh Wali Kota Sukabumi Ayep Zaki, pada Senin (4/8/2025) siang.
Rapat yang dipimpin Ketua DPRD Kota Sukabumi Wawan Juanda tersebut dihadiri unsur Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda), para kepala perangkat daerah, serta lembaga kemasyarakatan. Dalam penjelasannya, Wali Kota Sukabumi menyampaikan bahwa perubahan APBD Tahun Anggaran 2025 dilakukan sesuai ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
Perubahan APBD dapat dilakukan apabila terdapat dinamika yang menyebabkan pergeseran anggaran, penggunaan silpa, keadaan darurat, maupun kebijakan baru dari pemerintah pusat. Salah satu dasar perubahan ini adalah Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 dan berbagai surat edaran dari Kementerian Dalam Negeri terkait efisiensi belanja daerah.
Dalam perjalanan pelaksanaan APBD 2025 telah dilakukan penyesuaian baik pendapatan maupun belanja. Hal ini dituangkan dalam perubahan RKPD, KUA/PPAS, dan Raperda APBD. Perubahan tersebut mencerminkan penyesuaian arah kebijakan pembangunan daerah dengan visi dan misi Wali Kota dan Wakil Wali Kota yang dilantik pada 20 Februari 2025.
Perubahan APBD kata Ayep, bukan semata-mata teknis anggaran, tetapi untuk menjamin efektivitas pelaksanaan program prioritas yang menyentuh langsung kepentingan masyarakat. “Perubahan ini kami maksudkan agar target makro ekonomi, indikator kinerja, serta program strategis seperti layanan kesehatan, pendidikan, infrastruktur, dan utilitas kota dapat tercapai secara optimal,” ujarnya.
Selain penjelasan mengenai APBD, Wali Kota Sukabumi juga menyampaikan urgensi pengajuan Raperda tentang Pencegahan dan Peningkatan Kualitas terhadap Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh. Ia menyoroti bahwa pesatnya pertumbuhan penduduk di kawasan perkotaan, baik melalui migrasi maupun pertumbuhan alami, menyebabkan peningkatan kebutuhan hunian yang layak, namun belum sepenuhnya mampu dipenuhi.
Akibatnya, timbul kawasan perumahan kumuh yang tersebar di 33 kelurahan dan 7 kecamatan dengan luas mencapai 260,53 hektare. Wali Kota Sukabumi mengungkapkan sejumlah persoalan strategis yang menjadi dasar penyusunan Raperda tersebut, antara lain bangunan yang tidak sesuai standar, belum adanya legalitas hunian, pengelolaan sampah dan air minum yang belum maksimal, drainase yang rusak, hingga permasalahan limbah rumah tangga.
“Masalah ini tidak bisa dibiarkan karena menyangkut pelayanan dasar masyarakat dan menjadi kewajiban pemerintah daerah sesuai amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,” ucapnya. Menurutnya, penanganan kawasan kumuh di Kota Sukabumi dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu skala lingkungan dan skala kawasan atau kota. Riga Nurul Iman