KABARINDAH.COM, Lombok – Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah menggelar Pelatihan Instruktur Nasional (Pinas) dan Lokakarya Perkaderan di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), pada 4-7 Desember 2025. Agenda ini menjadi ruang konsolidasi nasional untuk mengevaluasi ulang strategi pembinaan kader, terutama di tengah pergeseran orientasi dan pola belajar generasi muda. Kegiatan tersebut diikuti 35 Pimpinan Wilayah dari seluruh Indonesia.
Dzulfikar Ahmad Tawalla, Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah, mengatakan pembaruan instruktur diperlukan untuk menjaga kesinambungan regenerasi organisasi. Ia menjelaskan bahwa sejumlah daerah mengalami ketidakseimbangan antara struktur yang besar dan partisipasi kader yang tidak merata.
“Di beberapa wilayah, aktivitas organisasi bergantung pada figur tertentu yang sudah lama mengabdi. Ketika kader baru belum siap mengambil alih, roda organisasi berjalan tidak stabil. Karena itu, tajdid instruktur bukan sekadar program pelatihan, tapi upaya memastikan regenerasi berjalan dari hulu ke hilir,” ujar Dzulfikar saat memberikan sambutan di Auditorium Universitas Muhammadiyah Mataram, 6 Desember 2025.
Dzulfikar menambahkan bahwa perubahan generasi turut menuntut pembaruan metode. Menurutnya, pendekatan ceramah satu arah tidak lagi mencukupi bagi generasi yang terbiasa menerima informasi cepat dan belajar secara kolaboratif.
“Anak-anak muda hari ini ingin ruang dialog, ingin dilibatkan dalam proses berpikir, bukan hanya diberi materi. Instruktur harus mampu mengubah pendekatan dari ‘pemberi materi’ menjadi ‘fasilitator pengalaman belajar’. Kalau kita tidak menyesuaikan diri, ruang-ruang pembinaan itu akan diambil oleh ekosistem lain di luar organisasi,” katanya.
Dalam forum tersebut, peserta juga akan membahas penegasan empat pilar pemuda negarawan, yaitu Islam berkemajuan, intelektual-sosial, keilmuan, dan kewirausahaan sosial, sebagai orientasi kaderisasi nasional. Dzulfikar menjelaskan bahwa pilar tersebut bukan slogan, melainkan kerangka pembentukan karakter kader agar mampu menghadapi kompleksitas sosial hari ini.
“Kita melihat tingginya disinformasi, tekanan ekonomi, hingga meningkatnya polarisasi sosial. Kader Pemuda Muhammadiyah harus dilatih untuk berpikir kritis, bekerja kolaboratif, dan mengambil peran di tengah masyarakat. Empat pilar pemuda negarawan itu adalah kompas yang mengarahkan bagaimana kader berperilaku, berjejaring, dan memberi manfaat,” tambahnya.
Dzulfikar berharap program pembaruan instruktur dapat menjadi titik tolak bagi penguatan kaderisasi organisasi. Ia menegaskan perlunya komitmen jangka panjang dari seluruh jenjang kepemimpinan agar hasil pelatihan tidak berhenti sebagai kegiatan seremonial.
“Kaderisasi itu proses panjang. Kita tidak bisa berharap satu pelatihan langsung menghasilkan perubahan besar. Yang penting adalah konsistensi: ada pendampingan, ada evaluasi, ada adaptasi metode. Kalau instruktur kuat, maka kader kuat. Dan kalau kader kuat, organisasi akan relevan bagi umat dan bangsa,” pungkasnya.
Sementara itu, Ilham, Ketua Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah (PWPM) NTB, menilai perlunya standardisasi modul pelatihan agar kualitas perkaderan lebih merata. Ia mengatakan bahwa tanpa acuan yang konsisten, hasil kaderisasi kerap menunjukkan perbedaan yang cukup mencolok antarwilayah.
“Kadang ada daerah yang sangat kuat di aspek ideologis, tetapi lemah di praktik sosial. Ada yang bagus di pengelolaan program, tetapi kurang dalam penguatan nilai. Karena itu, kami berharap PINAS ini menjadi momentum penyamaan standar, sekaligus ruang berbagi pengalaman lintas daerah,” ujar Ilham.
Untuk diketahui, pelatihan yang bertajuk “Tajdid Instruktur dan Kaderisasi Pemuda Negarawan untuk Indonesia Maju” ini turut dihadiri oleh beberapa tokoh seperti Zulkifli Hasan (Menteri Koordinator Bidang Pangan), Hilman Latief (Bendahara Umum PP Muhammadiyah), dan Lalu Muhamad Iqbal (Gubernur Nusa Tenggara Barat).








