Oleh Dr Mulyawan Syafwandi Nugraha| Direktur Research and Literacy Institute
Ramadhan 1442 H sudah lewat. Dengan segala dinamika dan riuhnya segala kejadian, menyisakan banyak kenangan. Ada yang puas, ada juga yang menyesal. Tentu dengan berbagai alasan.
Inti Ramadhan sebagai bulan latihan seharusnya membuat kita lebih kuat di bulan di luar Ramadhan. Kuat apanya? Buat saya, kuat dalam menghadapi hidup untuk mengisinya dengan ibadah kepada Sang Khalik.
Di Ramadhan, kita dipaksa untuk disiplin. Disiplin untuk bersahur dan berbuka. Jika tidak disiplin dalam sahur, besar kemungkinan fokus shaum akan terganggu. Jika tidak disiplin berbuka, tidak sesuai dengan Sunnah Rasul.
Disiplin lainnya adalah shalat tarawih. Untuk jumlah rakaat, tergantung selera. Tidak usah berdebat. Yang penting disiplin lakukan shalatnya. Jangan sampai ada yang bolong. Disiplin membaca Al Qur’an, disiplin membayar zakat, disiplin menjaga lisan, mata, telinga, kaki, tangan, dan lain-lain untuk tidak bermaksiat.
Setelah Ramadhan, tidak lebay jika kita juga memproklamirkan sebuah Resolusi pasca-Ramadhan. Tidak usah banyak. Ygang penting ada perubahan dari tahun sebelumnya. Tapi ingat, harus ada ‘angka’ nya. Maksudnya agar terukur. Baiknya sih orientasi ibadah mahdloh. Karena ini kan yang harus lebih ada kualitas dan kuantitasnya dari sebelum Ramadhan.
Contoh: setelah Ramadhan ini saya akan (boleh salah satu atau lebih):
1. Membaca Alquran 5 ayat setelah shalat wajib.
2. Tiap hari shalat dluha 2 rakaat.
3. Sedekah tiap keluar rumah 5 ribu rupiah.
4. Konsisten Shaum sunnat 3 hari pertengahan bulan Hijriyah.
5. 2 rakaat shalat malam
6. Tidak akan tertinggal 2 rakaat sebelum subuh.
Atau apa saja…
Yang penting, tiap tahun ada kenaikan. Ada perubahan yang baik. Nggak usah maksain harus gasspool. Rasa malas kita itu terkadang lebih besar saat akan ibadah.
Kehidupan Kita memang tidak sama dgn kehidupan para sahabat Rasul. Di zaman ini, manusia hidup di tengah rasionalitas dan kungkungan materi yang membelenggu. Waktu banyak habis utk urusan dunia. Entah karena tingkat kebutuhan hidup yang tinggi, tuntutan profesi, beragamnya karakter yang muncul disekitarnya, membuat orientasi akhirat seakan menjadi sekunder.
Step by step dalam beribadah. Beresolusilah pasca-Ramadhan ini. (*)