Kabar  

AGPAII Tegaskan Pentingnya Mempertahankan PAI dalam Kurikulum Pendidikan Nasional

KABARINDAH.COM, Bandung – Dewan Pengurus Pusat (DPP) Asosiasi Guru Pendidikan Agama Islam Indonesia (AGPAII) sukses menggelar Musyawarah Nasional (Munas) kedua, grand final olimpiade PAI, dan seminar di Auditorium KH Ahmad Dahlan kampus Universitas Muhammadiyah (UM), Jalan Soekarno-Hatta Nomor 752, Kota Bandung, dari Sabtu-Minggu (09-10/11/2024).

Ketua Umum DPP AGPAII Endang Zenal memaparkan perjuangan organisasinya yang berdiri sejak 2007 dalam membantu Kementerian Agama menyalurkan informasi ke tingkat bawah. ”Saat ini, jumlah guru agama Islam di Indonesia mencapai sekitar 248 ribu yang terbagi dalam tiga kategori, yaitu PNS, P3K, dan honorer, baik di sekolah negeri maupun swasta. Namun, yang telah menyelesaikan PPG belum mencapai setengahnya,” ujarnya.

Lebih lanjut, Endang menegaskan pentingnya mempertahankan pendidikan agama dalam kurikulum pendidikan nasional. ”Di forum ini, kami meminta agar ke depan tidak ada lagi upaya menghilangkan pendidikan agama dari kurikulum, baik dalam undang-undang maupun pasal-pasal lainnya,” tegasnya.

Ia juga menekankan tiga tujuan utama dalam revitalisasi pendidikan agama Islam, yaitu keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia. ”Pendidikan agama bukan hanya tanggung jawab guru agama, melainkan seluruh guru mata pelajaran. Kami berharap dapat bersama-sama membangun akhlak siswa menjadi lebih baik karena tantangan ke depan akan semakin besar. Hanya dengan kebersamaan dan kesiapan menjadi garda terdepan, kita dapat membangun karakter siswa yang lebih baik,” pungkasnya.

Baca Juga:  Muhammadiyah Kirim Tim Medis dari Bandung dan Jakarta ke Lokasi Gempa Cianjur

Sarana fundamental

Sementara itu, saat menjadi narasumber seminar nasional, Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Atip Latipulhayat menegaskan bahwa Pendidikan Agama Islam (PAI) merupakan fondasi fundamental yang tidak bisa diabaikan dalam sistem pendidikan nasional. Menurutnya, agama secara konstitusional menjadi dasar negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

”PAI menjadi wasilah atau sarana yang fundamental dan senantiasa harus ada untuk menjamin tegaknya negara kita. Namun, kita menghadapi tantangan yang kompleks dan berat, yakni pengajaran PAI masih cenderung sekadar menjelaskan agama Islam tanpa menghadirkan esensinya,” ujarnya. Lebih lanjut, Atip menjelaskan bahwa metode pengajaran PAI harus lebih kreatif dan mampu menghadirkan Islam secara nyata, bukan sekadar penjelasan teoretis.

”Dakwah Rasulullah adalah contoh bagaimana menghadirkan Islam pada zamannya, menjadikan beliau sebagai uswatun hasanah (teladan yang baik). Mari kita geser paradigma dari sekadar menjelaskan agama Islam menjadi menghadirkan agama Islam. Pendidikan agama harus bermakna gembira, jangan sampai PAI menjadi sesuatu yang tidak diminati,” tegasnya sambil menekankan pentingnya menjadikan umat Islam sebagai umat yang berkualitas melalui pendidikan agama yang lebih bermakna.

Baca Juga:  Diskominfo Kota Sukabumi Permudah Akses Warga Peroleh Buku Data Statistik Sektoral Daerah 2024

Nilai-nilai moderasi

Pada waktu yang sama, Ketua Pelaksana AGPAII Syaekudin menyampaikan bahwa grand final olimpiade PAI ini menjadi olimpiade ketiga yang digelar oleh AGPAII. Pilihan lokasi di Jawa Barat sebagai tuan rumah kali ini juga, kata Syaekudin, didasarkan pada prestasi provinsi tersebut sebagai juara umum pada olimpiade sebelumnya. ”Kegiatan Grand Final Olimpiade PAI Nasional ketiga ini menghadirkan 84 peserta yang terdiri atas 26 siswa SD, 26 siswa SMP, dan 32 siswa SMA/SMK,” jelasnya.

Ia menerangkan bahwa olimpiade kali ini terdiri atas dua sesi perlombaan, yakni sesi pertama tes CBT yang dan kedua performa terkait moderasi beragama oleh setiap para peserta. ”Untuk jenjang SD, peserta berkisah tentang moderasi beragama. Adapun untuk SMP ada tantangan menulis esai. Sementara itu, untuk jenjang SMA/SMK, peserta membuat presentasi terkait moderasi beragama,” katanya.

Baca Juga:  Butuh Aksi Nyata Untuk Menangani Bullying di Lembaga Pendidikan

Ia berharap olimpiade kali ini dapat melahirkan juara-juara yang kompeten di bidang pendidikan agama Islam. ”Semoga para peserta ini ke depannya dapat mengimplementasikan nilai-nilai moderasi beragama di lingkungan mereka masing-masing,” terangnya.

Terakhir, ia mengucapkan terima kasih kepada sivitas akademika Universitas Muhammadiyah Bandung yang telah memberikan fasilitas luar biasa terhadap kelangsungan kegiatan ini. Ia berharap mudah-mudahan ke depan bisa menjalin kerja sama lebih baik lagi.

Selain Atip Latipulhayat, narasumber seminar lainnya dalam kegiatan ini adalah Komite III DPD RI Destita Khairilisani dan perwakilan Dirjen Pendidikan Islam Kementerian Agama Republik Indonesia Abu Rokhmad.***(FK)