Oleh: Dr Budi Santoso | Dosen Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta.
Empat tahun dibayar Rp 9,4 triliun. Itulah yang diterima Lionel Messi, pesepak bola di klub Barcelona sebelum pindah ke PSG. Pengurus Klub Barcelona bukan kelompok dungu yang membayar mahal seseorang tanpa imbas untung bagi klubnya.
Kontribusi Messi dalam mendongkrak pendapatan klub tentunya melebihi berlipat kali dari gaji yang dia terima. Messi juga memiliki perhitungan tentang kontribusinya dalam pendapatan klub. Dan klub, juga memiliki perhitungan tentang dampak kehadiran Messi.
Artinya, kedua pihak sadar apa yang mereka lakukan. Itulah olahraga menjadi industri. Hitung-hitungan untung rugi membentuk harga seorang pemain.
Lalu, berapa harga kita sebagai pegawai? Saya kira, perusahaan berpikiran sama dengan pengurus klub sepakbola profesional. Biasanya, tergantung harga pasar, kualifikasi kita dan tingkat kebutuhan serta kemampuan perusahaan.
Kita sebagai salah satu sekrup dalam organisasi, kadang harus mampu mengatakan bahwa saya memiliki kemampuan apa, kehebatan apa yang ditawarkan, kontribusi apa dan berapa layak harga yang ditawarkan. Biasanya perusahaan mempertimbangkan kebutuhannya dan kemampuan membayar selalu menjadi pertimbangan.
Kalau kita dibayar sebuah organisasi hanya sekian rupiah, itulah kemampuan perusahaan membayar kita. Dan itulah harga kita di industrinya. Kalau pengusaha mau membayar lebih berarti Anda istimewa.
Banyak pesan para ahli kepada organisasi yang mau membayar murah pegawainya. Ada istilah, di kalangan para praktisi sumber daya manusia, yaitu kalau kita membayar murah pekerja, kita tidak akan mendapat pekerja yang baik.
Bagaimana di zaman pandemi? Ketika orang banyak kehilangan pekerjaan dan susah mendapatkan pekerjaan. Apakah harus mau dibayar kacang atau dibayar murah?
Dalam industri yang sedang lesu dan banyak mati, sepertinya hidup dengan sedikit pilihan pekerjaan. Perusahaan kesulitan usaha, hasil perusahaan saja tidak ada, bagaimana mau membayar gaji sesuai permintaan pegawai?
Meskipun sekarang Anda pegawai kualitas unggulan sekalipun. Kalau Anda belum mendapat pekerjaan sepertinya akan mengalami hari-hari yang berat.
Sepertinya, kalau sekarang Anda masih dapat bekerja dan digaji saja sudah Alhamdulillah.
Jadi tidak usah berlagak mematok tawaran gaji seperti Messi, kalau kita tidak jelas kontribusinya seperti Messi. Apalagi ngeyelan. Banyak tenaga kerja kelas satu dalam berbagai bidang industri yang menanti kesempatan bekerja, dengan tidak rewel mengajukan berbagai tuntutan. Dan siap mengganti yang ngeyelan.
Sepertinya, pandemi akan memberi pelajaran kepada para pegawai, untuk mensyukuri sebuah pekerjaan. Tetap semangat, langit tak selamanya kelabu. Hari tidak selamanya malam, hujan dan badai pasti akan reda.