KABARINDAH.COM, Sukabumi–Palang Merah Indonesia (PMI) Daerah Istimewa Yogyakarta bekerja sama dengan Komite Internasional Palang Merah (ICRC) menyelenggarakan Webinar Nasional bertajuk “Perlindungan Petugas Kemanusiaan dalam Konteks Konflik Bersenjata dan Perspektif Hukum Humaniter Internasional”, Selasa (17/6/2025). Momen ini bertujuan untuk memperkuat pemahaman publik mengenai pentingnya perlindungan terhadap para pekerja kemanusiaan, khususnya dalam situasi konflik bersenjata yang penuh risiko
Kegiatan tersebut digelar secara daring melalui platform Zoom dan disiarkan langsung di kanal YouTube PMI DIY. Webinar ini juga menjadi bagian dari peringatan World Red Cross and Red Crescent Day, sebuah momentum tahunan yang mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan universal.
Wakil Ketua PMI DIY, Irjen Pol (Purn) Drs. R.M. Haka Astana M. Widya, S.H., dalam sambutan pembuka menyampaikan, pekerja kemanusiaan adalah kelompok yang rentan saat konflik bersenjata terjadi. Namun, mereka justru menjadi harapan utama bagi masyarakat terdampak. “Petugas kemanusiaan berada di garis terdepan dalam menyelamatkan nyawa. Namun mereka juga kerap menjadi korban konflik. Di sinilah pentingnya memahami dan menerapkan prinsip-prinsip Hukum Humaniter Internasional,” ujarnya.
Webinar ini menghadirkan tiga narasumber dari lintas sektor, yaitu pengurus PMI Pusat, ICRC Delegasi Indonesia dan Timor-Leste, serta kalangan akademisi dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM). Narasumber pertama, Ketua Bidang Hukum dan Aset Pengurus Pusat PMIRapiuddin Hamarung menjelaskan secara gamblang berbagai dinamika di lapangan yang dihadapi para relawan PMI.
Termasuk tantangan hukum dan keamanan yang mereka alami dalam misi-misi kemanusiaan, baik domestik maupun lintas batas. “Relawan adalah ujung tombak. Mereka butuh perlindungan hukum yang jelas dan kuat. Konflik bersenjata tidak boleh menjadikan mereka sebagai sasaran,” ungkap Rapiuddin.
Dari ICRC Jakarta, Ursula Natali Langouran, selaku Legal Officer, memaparkan prinsip-prinsip dasar Hukum Humaniter Internasional (HHI) dan peran penting ICRC dalam memastikan agar pihak-pihak yang berkonflik tetap menghormati aturan kemanusiaan.“Konflik mungkin bisa terjadi, tetapi hukum tetap harus berjalan. Prinsip-prinsip HHI seperti perlindungan terhadap warga sipil dan petugas kemanusiaan adalah pilar moral dan hukum yang tidak boleh diabaikan,” jelas Ursula.
Dari kalangan akademisi, Dr. Heribertus Jaka Triyana, S.H., LL.M., MA., Wakil Dekan Fakultas Hukum UGM, memberikan pandangan akademik mengenai pentingnya perlindungan hukum terhadap petugas kemanusiaan dalam kacamata yuridis internasional. “Perlindungan petugas kemanusiaan merupakan mandat dari Konvensi Jenewa. Dalam hukum kebiasaan internasional, hal ini telah menjadi norma yang mengikat semua negara, termasuk Indonesia,” tegas Heribertus Jaka Triyana
Sementara itu moderator acara Warjiyani dari PMI DIY menambahkan, antusias peserta dalam mengikuti kegiatan ini sangat tinggi. Tidak kurang peserta yang hadir berjumlah sekitar 494 peserta.
Webinar ini diikuti oleh peserta dari berbagai kalangan, mulai dari relawan PMI, mahasiswa hukum, dosen, hingga pemerhati isu kemanusiaan dan hukum internasional. Menurutnya, selain mendapatkan pemahaman komprehensif mengenai HHI, peserta juga memperoleh e-sertifikat sebagai bentuk partisipasi edukatif.
Melalui kegiatan ini, PMI dan ICRC berharap semakin banyak pihak yang sadar akan pentingnya perlindungan hukum bagi mereka yang bekerja dalam misi-misi kemanusiaan, serta memperkuat literasi publik terhadap Hukum Humaniter Internasional. “Petugas kemanusiaan bekerja tanpa pamrih demi kemanusiaan. Sudah seharusnya mereka dilindungi, baik oleh hukum maupun oleh kesadaran kolektif kita semua,” pungkas moderator acara, Warjiyani. Atep Maulana