Pojok  

Pandemi, Lost Civilization, dan Nasib Generasi Penerus Kita

Oleh: Dr Budi Santoso | Dosen Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta

Nasib sepatu saya, sepertinya bukan rusak karena dipakai, tetapi hancur karena tidak terpakai. Hampir setahun tidak dipakai.

Dan mungkin, hampir setahun selama pandemi orang tidak belanja sepatu baru. Pukulan yang berat bagi para pabrikan, pembuat sampai tukang sol sepatu. Segala keahliannya yang tidak dipakai mudah-mudahan tidak hilang. Seperti tukang patri ember kaleng zaman dahulu.

Sejarah juga mencatat banyak keahlian yang hilang dilibas bencana alam atau wabah. Kemampuan bangsa Mesopotamia, bangsa Mesir Kuno, Bangsa Maya, orang Jawa sekitar Borobudur dan lain-lain tempat.

Zaman dahulu telah menghasilkan berbagai hasil peradaban yang luar biasa. Namun, sekarang menjadi bangsa yang biasa-biasa saja jika diukur dengan membandingkan hasil karya leluhurnya.

Ada Lost Civilization. Seperti keahlian membuat sesuatu yang hebat di zaman dahulu tidak berbekas.

Apakah mungkin karena manusianya berganti? Yang ahli musnah dan berganti pendatang atau karena sebab yang lainnya.

Keahlian yang hilang dapat dikarenakan berbagai sebab. Selain bencana alam dan musnah manusianya, ketidak-mampuan mewariskan keahliannya kepada penerusnya boleh menjadi sebab. Dan terakhir, karena pengetahuan dan keahliannya sudah “tidak laku”.

Kita banyak melihat orang tua yang ahli dan pintar, namun tidak mampu mewarisi kepintaran dan keahliannya kepada anaknya.

Pedagang sate, gado-gado dan penganan tradisional banyak berhenti pada satu generasi. Ya, karena tidak mampu mewariskan pengetahuan tak terlihat (tacit) kepada pewarisnya.

Berbeda dengan waralaba impor. Mereka mampu membangun dan men-storage atau menyimpan pengetahuan tentang resepnya sehingga bisa dipelajari penerusnya.

Sekarang bagaimana dengan generasi pelajar di masa pandemi? Yang belajar dengan menggunakan internet. Apakah nanti akan ada generasi yang tidak nyambung, karena ada pengetahuan atau keterampilan yang tidak tersampaikan, seperti pedagang sate atau gado-gado terhadap pewarisnya?

Perjalanan sejarah manusia penuh dengan dinamika. Ada pendapat semuanya akan menemukan jalan sesuai zaman dan tempat mereka hidup.

Kalau berkaca pada perjalanan hidup kita masing-masing, mungkin tidak perlu risau yang berlebay-lebayan, karena apa yang kita kerjakan selama ini, juga sering berbeda dengan orang tua kita, atau generasi sebelum kita. Dan kita tetap “asyik-asyik” saja.

Kata orang, setiap generasi hidup sesuai zamannya. Asal tetap optimistis saja, tetap sehat dan tetap hidup. Pasti ada jalannya, selama kita mau berjalan.

Dan yang penting kita tetap jaga perilaku kita agar kita tetap sehat.

Exit mobile version