Oleh: Ai Ida Rosdiana MPd | Guru MA Sunanul Aulia Kota Sukabumi/Magister STAI Sukabumi
Persoalan kerapkali menghampiri kehidupan manusia. Persoalan sudah menjadi bagian dalam hidup yang harus dihadapi manusia dan lewat berbagai persoalanlah manusia diuji.
Ujian bukan hanya dibangku sekolah dan Perguruan tinggi, namun ujian ada di setiap aspek kehidupan. Tanpa ujian manusia terkadang tidak bersyukur dan tanpa ujian manusia bisa menjadi kufur.
Ujian sudah diceritakan dalam Alquran sejak penciptaan manusia pertama yaitu Adam dan Hawa. Bahkan, sejak manusia itu ada di dalam kandungan sang ibu, ia sudah banyak mengalami ujian dan hampir semua manusia pasti akan mendapatkan ujian apapun itu bentuknya.
Begitu juga dengan orang yang beriman. Orang beriman menganggap dunia ini sebagai tempat ujian yang tidak melulu ujianya itu berbentuk buruk atau baik yang datangnya dari Allah SWT dan ujian bisa juga dibuat dan diciptakan manusia untuk menguasai dunia.
Allah SWT menjadikan ujian untuk meningkatkan derajat manusia di sisi–Nya. Tak hanya itu, ujian mampu melahirkan manusia yang tangguh, penuh syukur dan mencintai sesama manusia sebagai bekal kembali kepada Allah.
Lantas mampukah kita menghadapi ujian yang Allah berikan dan yang manusia ciptakan? Kembali lagi kepada kemampuan kita dalam mengelola ujian yang kita hadapi, Allah SWT berfirman: “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan”. (QS 21:35).
Pandemi Covid-19 yang masih berlangsung hingga saat ini juga ujian. Persoalan dan tantangan sedang menghampiri semua negara, tidak peduli negara itu miskin atau kaya. Tidak Peduli manusianya beriman atau tidak. Tapi bagi orang beriman, pandemi ini merupakan ujian.
Berbagai ujian yang Allah berikan telah diisyaratkan dalam Alquran Surah Al-Baqarah ayat 155: “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadam, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar” (QS. 2:155). Orang yang beriman harus pintar-pintar mengelola diri dan menguatkan mental dalam menghadapi ujian.
Tantangan Ketahanan Keluarga di Masa Pandemi
Ketahanan keluarga menjadi isu menarik untuk diperbincangkan dalam situasi saat ini. Karena keluarga mempunyai peranan penting dalam proses menciptakan tatanan masyarakat yang sehat dan berkualitas sebab setiap manusia baik muslim atau bukan berasal dari sebuah keluarga.
Kenapa keluarga harus dipertahankan? Berbagai media memberitakan begitu luar biasanya dampak pandemi covid-19 terhadap berbagai sektor kehidupan manusia. Selain mengancam keselamatan jiwa, menimbulkan dampak pada ekonomi keluarga, biaya pendidikan, bertambahnya biaya kesehatan keluarga sampai mengancam akan ketahanan sebuah keluarga.
Imbauan untuk tetap di rumah saja dan melaksanakan berbagai kegiatan di rumah semula diwarnai ungkapan kebahagiaan. Dan berbagai mediapun turut gencar memberitakan kondisi kebahagiaan dan kebersamaan di rumah.
Seiring imbauan tersebut, keluarga semakin sering melakukan aktivitas bersama dalam melaksanakan berbagai kegiatan baik itu kerja dari rumah (WFH), menemani anak daring, berjamaah bersama, makan bersama, bermain bersama dan lain sebagainya hal tersebut dapat mengukuhkan ikatan hubungan emosional sesama anggota keluarga.
Namun panjangnya pandemi membuat sebagian orang dilanda kejenuhan dan bosan karena terlalu lama di rumah. Kejenuhan bisa berasal dari beban ekonomi yang semakin hari semakin meningkat, tapi penghasilan menurun. Dan bahkan ada yang kehilangan pekerjaaan karena pengurangan karyawan di perusahaannya yang berpengaruh terhadap psikis masyarakat.
Tekanan psikis dan kurang kuatnya mental serta iman yang lemah menjadi indikator terancamnya ketahanan keluarga. Pada sebagian pasangan suami istri ada yang menimbulkan pertengkaran dari emosi-emosi yang muncul, tidak terpenuhi kebutuhan keluarga sehingga berakhir dengan perselingkuhan, kekerasan dalam rumah tangga sampai pada perceraian ini tidak sedikit terjadi ibarat gunung es faktanya ada dan terjadi tapi tidak terlihat (Mufidayati, 2020).
Keluarga merupakan unit terkecil dalam sistem sosial masyarakat dan berperan penting terhadap kesejahteraan masyarakat. Keluarga menjadi ujung tombak dan dengan tingkat ketahanan keluarga yang tinggi dapat menangkal berbagai persoalan dan dinamika sosial yang terjadi.
Bagaimana tatanan masyarakat akan sehat, sementara keluarga sebagai komunitas mikro tidak sejahtera dan serbakekurangan. Sehingga, dalam membentuk sumber daya manusianya pun akan mengalami hambatan. Jika itu terjadi, maka delapan fungsi keluarga harapan seperti yang tercantum dalam PP Nomor 21 Tahun 1994 tidak tercapai dan pemerintah harus mengkaji dan mengevaluasi akan ketidaktercapaian PP tersebut.
Strategi Ketahanan Keluarga dalam Islam
Ketahanan keluarga di masa pandemi ini sangat penting. Perceraian, KDRT dan kekacauan dalam rumah tangga akan berdampak besar terhadap psikologis dan mental anak. Dampak perceraian dan carut marut rumah tangga terhadap anak tidak hanya terjadi di masa pandemi, di masa normal pun sangat besar dan mungkin terjadi.
Apalagi dampak pandemi sangat terasa berat bagi anak dan bagi kedua orangtua. Tidak hanya berdampak pada aspek psikologis saj,a tetapi akan berdampak pada aspek ekonomi, pendidikan, kesehatan mental fisik dan spiritual serta persepsi budaya masyarakat sekitar.
Perceraian bukan solusi di masa pandemi ini bahkan di masa normal pun. Apabila permasalahan keluarga masih bisa diatasi, suami istri diharapkan tidak melakukan perceraian.
Berikut strategi yang dapat dilakukan untuk ketahanan keluarga di masa pandemi:
• Sesama anggota keluarga harus bisa saling support satu sama lain untuk tetap eksis dan istri atau suami harus tetap survive di masa pandemi.
• Sikap saling sabar dan berpikir rasional.
• Berpikir positif dalam situasi apapun.
• Tidak mudah emosi dan komunikasi sebagai dasar menyampaikan keresahan hati.
• Tidak tergesa-gesa dalam mengambil keputusan.
• Lebih mendekatkan diri pada Sang pencipta Allah SWT.
• Melepaskan keresahan dengan sering berwudlu, shalat malam dan membaca Al Quran
Mungkin strategi di atas sudah sering kita lakukan, tapi tidak ada salahnya terus melakukan hal tersebut sebagai upaya dalam mempertahankan keluarga supaya terus sehat dan harmonis. Wallahu a’lam bishawab. (*)