Oleh Abdul Kohar, Anggota Komisi III DPRD Kota Sukabumi
Latar Belakang
1. Kecamatan dan kelurahan merupakan garda terdepan pelayanan publik, namun saat ini memiliki keterbatasan sumber daya :
Seorang lurah rata-rata hanya mengelola anggaran ±70 juta per tahun, dengan 40 juta untuk kegiatan fisik. Sebaliknya, yayasan atau kelompok tani dapat mengelola anggaran ratusan juta hingga miliaran rupiah.
Ada kecamatan masih berkantor di gedung sewa (ngontrak), yang menurunkan wibawa pelayanan publik. Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) yang sudah disepakati forum RW, LPM, lurah, dan camat bisa 12 kali diajukan tanpa respon.
2. Kondisi ini membuat mekanisme partisipasi publik tidak berjalan efektif, memperlambat pembangunan, dan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah kota.
3. Diperlukan langkah reformasi tata kelola agar pelayanan publik menjadi lebih cepat, dekat, dan efisien, dengan kecamatan sebagai pusat kendali pembangunan.
Usulan Utama
1. Membentuk Nomenklatur Kecamatan dengan Status Khusus (Kecamatan Mandiri)
Mengadopsi konsep Kecamatan Tipe A sebagaimana diterapkan di Kota Makassar (Perwali No.113/2016). Setiap camat memimpin perangkat setara dinas (sekretariat dan beberapa seksi), meliputi:
-Perencanaan dan Keuangan
-Pemerintahan dan Pengawasan Kelurahan
-Ketertiban dan Penegakan Perda
-Perekonomian, Infrastruktur, dan Sistem Informasi
-Pemberdayaan Masyarakat & Kesejahteraan Sosial
-Pengelolaan Kebersihan dan Pertamanan
2. Pelimpahan Kewenangan ke Kecamatan dan Kelurahan
Camat diberi kewenangan mengelola anggaran pembangunan wilayah, infrastruktur, pemberdayaan masyarakat, keamanan, dan kebersihan.
Pemerintah Kota fokus pada perencanaan strategis (Bappeda), kesehatan, dan pengelolaan SDM (BKPSDM).
3. Penyederhanaan Struktur Dinas
Dinas dengan fungsi tumpang tindih dialihkan ke kecamatan (contoh: sebagian fungsi Dinsos dan DLH), untuk mengurangi birokrasi dan mempercepat eksekusi program.
Langkah Awal (Tahap Persiapan)
1. Instruksi Wali Kota kepada Bappeda
Menyusun kajian strategis tentang penataan kewenangan kecamatan, melibatkan:
Akademisi dan pakar tata kelola pemerintahan.
Kementerian Dalam Negeri (untuk kepastian regulasi). Forum camat, lurah, RW, dan LPM (untuk aspirasi lapangan).
2. Penyusunan Rencana Induk (Masterplan)
Memetakan pembagian kewenangan, kebutuhan SDM, dan skema anggaran per kecamatan. Menetapkan peta jalan (roadmap) implementasi hingga 2036.
3. Pilot Project (Percontohan)
Menetapkan 1–2 kecamatan sebagai percontohan penerapan model “kota mini” untuk evaluasi.
Target Akhir (2031–2036)
Setiap kecamatan berfungsi sebagai pusat layanan publik mandiri dengan anggaran dan kewenangan memadai.
Pelayanan publik lebih cepat dan dekat dengan warga, memangkas birokrasi berlapis. Kota Sukabumi menjadi lebih efisien: fokus pada perencanaan besar, kesehatan, dan SDM.
Terbentuk kota yang benar-benar sejahtera dan responsif terhadap rakyatnya.
Penutup
Gagasan ini saya sampaikan kepada Wali Kota H. Ayep Zaki sebagai pemikiran strategis untuk reformasi tata kelola pemerintahan Kota Sukabumi.
Transformasi ini bukan sekadar wacana, tetapi kebutuhan mendesak agar pelayanan rakyat tidak lagi terhambat oleh birokrasi dan keterbatasan sumber daya. Sukabumi harus berani berubah-sekarang, bukan nanti.