Kabar  

Mengulik Penyebab Terjadinya Perundungan di Sekolah dan Pesantren

Dokumentasi UM Bandung.***

KABARINDAH.COM, Bandung – Wakil Rektor I UM Bandung Hendar Riyadi berpandangan bahwa kekerasan dan perundungan yang terjadi di lembaga pendidikan saat ini cenderung meluas. Masyarakat dewasa ini, kata Hendar, selalu bercirikan dengan masyarakat yang komunal dan dipengaruhi oleh budaya massa yang sangat kuat.

”Budaya massa yang sangat kuat itu, menurut beberapa ahli, cenderung membelokkan dan menumpulkan suara hati,” kata Hendar dalam acara Workshop Guru BK SMA/SMK/MA se-Bandung Raya di Auditorium KH Ahmad Dahlan UM Bandung pada Selasa (30/04/2024).

Menurut Hendar, saat ada anak-anak di sekolah tertarik masuk ke sebuah geng atau komunitas, mereka tertarik karena ada komunal di sana, misalnya, maka ada kecenderungan suara hati dan tanggung jawab mereka akan terbelokkan.

Baca Juga:  Jabar Segera Salurkan Tabung Oksigen untuk Warga Isoman

Dalam lembaga pendidikan seperti sekolah dan pesantren, kata Hendar, dalam satu angkatan yang masuk, ada saja yang terkena atau menjadi korban perundungan.

Hendar bercerita tentang sebuah kisah nyata bagaimana ada seorang anak yang masuk salah satu pesantren terkenal, kemudian tidak lama kemudian dia keluar karena menjadi korban perundungan. Akhirnya, dia pindah ke sekolah lain.

”Anak tersebut kalau masuk pesantren pasti histeris. Nah, ini adalah contoh nyata betapa setiap angkatan (masuk sekolah atau pesantren) itu selalu ada saja (anak yang menjadi pelaku atau korban perundungan),” tegas Hendar.

“Oleh karena itu, anak yang tadinya punya suara hati yang baik, tetapi karena masuk geng atau kelompok tertentu, suara hatinya tumpul. Akhirnya, ketika dia merundung anak lain, dia tidak bertanggung jawab. Inilah problem yang terjadi di dunia pendidikan,” imbuh Hendar.

Baca Juga:  UM Bandung Sambut Puluhan Siswa SMAN 27 dalam Kunjungan Kampus Inspiratif

Bahkan akhir-akhir ini, kata Hendar, ternyata perundungan juga tidak hanya terjadi antara murid dan murid. Namun, ada juga perundungan murid ke guru atau sebaliknya.

Maka dari itu, Hendar berharap kegiatan workshop yang sangat baik yang digelar UM Bandung ini bisa memberikan kita inspirasi yang sangat kuat. Khususnya para guru BK yang hadir menjadi peserta workshop.

”Dengan demikian, bisa membantu mengurangi dan meminimalisasi terjadinya perundungan di lembaga pendidikan. Ini juga adalah komitmen UM Bandung sebagai upaya pendidikan yang mengembangkan etis emansipatoris. Dalam bahasa lain, penguatan karakter, etika, dan pendorong anak-anak agar menjadi inspirator perubahan,” pungkas Hendar.

Tambahan informasi, workshop guru bimbingan konseling (BK) kali ini mengangkat tema besar “Penerapan Disiplin Positif Dalam Pengembangan Program Anti Perundungan”. Dua narasumber yang hadir yakni Founder Peace Generation Irfan Amalee dan psikolog sekaligus dosen UM Bandung Rika Dwi Agustiningsih.***(FA)