Oleh Dr. Encep Dulwahab M.Ikom | Dosen Jurnalistik UIN Bandung
KABARINDAH.COM — Sebelum terjadi invansi Rusia ke Ukraina, media memberitakan bagaimana perseteruan kedua negara ini yang semakin meruncing. Media mempresentasikan pimpinan kedua belah pihak yang saling ancam dan saling gertak. Sampai media memberitakan bagaimana tentara Rusia benar-benar melakukan invansi ke Ukraina dan perang tidak bisa dihindari.
Media meliput dan memberitakan setiap peristiwa di medan pertempuran kota-kota Ukraina, tanpa ada satu pun luput dari pemberitaan media.
Di antara sekian banyak media yang memberitakan perang Rusia vs Ukraina, sedikit media yang memberitakan bagaimana perdamaian itu harus segera diwujudkan, dan memberitakan beberapa upaya negara yang simpati atas perang ini memediasi pertemuan perwakilan Rusia dan Ukraina.
Sisanya banyak media yang memberitakan perang dari sisi jumlah kerugian yang didapatkan akibat perang, mulai dari jumlah korban jiwa, kerusakan sarana dan prasarana, penderitaan masyarakat; Bagaimana pertempuran terjadi; Bagaimana mempertontonkan kekuatan tentara dan kecanggihan peralatan senjata Rusia; Bagaimana strategi perang yang dipakai Rusia dan dukungan dari negara-negara yang setia terhadap Rusia; dan berita tentang dukungan persenjataan dan bantuan-bantuan lainnya dari negara-negara Barat kepada Ukraina.
Dalam pemberitaan perang ini, jarang media yang memberitakan hal-hal yang bisa menghentikan perang yang sudah merugikan kedua belah pihak. Media lebih memilih pada memperlihatkan kedahsyatan perang. Media yang melakukan pemberitaanya seperti itu dalam perang Rusia vs Ukraina, menurut Johan Galtung (1998), media tersebut banyak menggunakan jurnalisme perang dibanding jurnalisme damai. Jurnalisme perang tidak jauh berbeda seperti laporan perang.
Ketika media menggunakan pola jurnalisme perang, maka perang tidak akan berhenti, namun perang bisa semakin luas dan besar. Orang yang sedang berperang akan semakin bernafsu, dan ingin membalas sakit hatinya, dan lain sebagainya. Apalagi kalau yang sedang berperang ini melihat pemberitaan yang merugikan negara atau memerlihatkan kerugian, penderitaan, dan perlakukan tidak terpuji tentara lawan.
Sementara kalau menggunakan strategi pendekatan jurnalisme damai, dalam setiap pemberitaannya selalu mengupayakan perdamaian, maka kesepakan untuk berdamai pun bisa segera diwujudkan.
Akan lebih indah kalau media menggunakan pendekatan juranlisme damai. Seperti pada beberapa media yang mengkspose tentara Rusia dan Chechnya, membantu menyelamatkan nyawa warga sipil untuk berlindung di bawah tanah, membantu warga Ukraina kembali ke rumahnya dengan selamat. Sebaliknya ada juga berita tentara Ukraina yang merawat dengan baik tentara Rusia yang tertangkap dan menjadi tahanan.
Kemudian sejumlah warga Ukraina yang memberikan makanan, minuman hangat kepada tentara Rusia. Di samping beberapa berita mengenai sejumlah negara yang menyerukan perdamaian kepada Rusia dan Ukraina, ada juga berita yang isinya bahwa ada beberapa negara yang bersedia menjadi tuan rumah, dan memediasi perdamaian antara Rusia dan Ukraina.
Perang merupakan peristiwa besar yang secara bisnis bisa menguntungkan untuk media. Jangan salah kalau media mengekspose besar-besaran dan banyak drama-drama yang ditampilkan. Perang untuk media seperti mendapat durian runtuh, media akan menggambarkan perang ini dari berbagai angle agar lebih menarik.
Dalam perang ini, media melakukan komodifikasi isi dan komodifikasi khalayak agar bisa mendapatkan keuntungan dari penderitaan korban perang. Hentikan pemberitaan yang bisa memprovokasi untuk ikut terlibat perang, dan semakin mengeskalasinya perang. Kalau media terus-terusan menghadirkan konten berita seperti itu, bukan mustahil media telah berkontribusi besar dalam melahirkan perang dunia ke-3.
Menurut Rukhsana Aslam (2014), media memiliki peran yang signifikan dalam sebuah konflik atau perang. Media bisa berperan sebagai penyulut, mempertahankan konflik, atau agen perdamaian konflik yang membantu menyelesaikan sebuah konflik atau perang. Rasanya sudah cukup media yang melulu memberitakan sisi perangnya, mulai dari sekarang perbanyak berita-berita yang mempercepat kedua belah pihak untuk melakukan gencatan senjata.
Media segera menghadirkan narasi bahwa perang bukan pilihan yang tepat dalam menyelesaikan sebuah perseteruan. Perang bisa merugikan kepada pihak-pihak yang terlibat. Pihak yang dianggap menang juga pihak yang dianggap kalah, perang menguras finansial, merusak fisik, menghancurkan psikis, dan menghilangkan nyawa orang yang tidak berdosa. (*)