KABARINDAH.COM, Bandung – Sejarah Muhammadiyah di Jawa Barat pada awal abad ke-20 tidak dapat dilepaskan dari peran signifikan seorang tokoh multitalenta Haji Mas Djamhari.
Dosen Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Bandung Sopaat Rahmat Selamet menegaskan bahwa Djamhari memiliki kontribusi yang mendalam dalam perjuangan dakwah, pengembangan pendidikan, dan pelestarian seni budaya di Garut dan seluruh wilayah Jawa Barat.
“Sosok ini adalah perpaduan unik antara pengusaha sukses, pejuang, filantropis, sekaligus pencinta seni,” ujar Sopaat yang juga sejarawan yang dihubungi secara virtual pada Rabu (05/11/2025).
Sopaat menyoroti bahwa salah satu karya monumental Haji Mas Djamhari adalah memelopori pendirian Tjikoeraj Drukkerij (Percetakan Cikuray).
Percetakan ini bukan hanya sebuah usaha bisnis, melainkan menjelma menjadi pusat penerbitan surat kabar perjuangan dan buku pelajaran agama Muhammadiyah yang krusial bagi penyebaran ideologi gerakan.
Selain itu, ia juga sangat aktif mendirikan berbagai madrasah, sekolah, dan fasilitas pendidikan lainnya yang kemudian menjadi cikal bakal amal usaha Muhammadiyah di Jawa Barat, seperti Madrasah Al-Hidayah.
Peran Haji Mas Djamhari tidak hanya terbatas di ranah lokal, tetapi terkoneksi dengan gerakan nasional. Ia menjalin jaringan kolaborasi yang kuat dengan tokoh-tokoh besar, seperti pendiri Muhammadiyah Ahmad Dahlan, Cokroaminoto, Syech Bajuned, Syech Ahmad Soorkati, Haji Agus Salim, Abdul Muis, KH Mustafa Kamil, Buya Hamka, Adam Malik, dan para pejuang Sarekat Islam.
“Keterlibatannya menunjukkan bagaimana tokoh lokal berperan sentral sebagai penghubung antara akar rumput gerakan dengan pusat organisasi di Jakarta, Yogyakarta, dan Solo, memastikan dakwah dan perjuangan Islam dapat berkembang merata di seluruh Nusantara,” tegas Sopaat.
Kesuksesannya sebagai seorang pengusaha batik dan saudagar menjadi pilar utama dalam mendukung aktivitas dakwah. Sopaat menjelaskan bahwa model filantropi dan kewirausahaan yang diterapkan oleh Djamhari membuktikan bahwa bisnis dan dakwah dapat berjalan beriringan.
Jiwa dermawannya tidak hanya membiayai lembaga-lembaga pendidikan. Namun, memberikan fasilitas dan dukungan dana bagi para pejuang Islam lainnya, menegaskan prinsip bahwa modal ekonomi adalah kunci kemajuan umat.
Selain aspek keagamaan dan sosial, Haji Mas Djamhari juga dikenal memiliki jiwa seni yang tinggi. Bakat seninya terwujud dalam arsitektur masjid juga kecintaan pada musik klasik.
Talenta ini diwariskan kepada anak cucunya dan yang lebih penting dijadikan medium dakwah yang efektif melalui pentas seni dan pengajian. Hal ini menunjukkan pendekatan holistik Muhammadiyah dalam mengembangkan budaya Islam yang dinamis, kreatif, dan adaptif.
Di antara putranya yang berbakat seni diwariskannya dikenal yaitu Ahmad Sadali dan Achmad Noe’man yang populer sebagai perintis Salman.
Sadali dikenal sebagai pendakwah yang juga pelukis abstrak, dosen FSRD ITB, dan Aktivis Salman. Noe’man populer sebagai arsitek “Seribu Masjid”, sebagai aktivis Salman. Adapun cucunya yang berbakat dalam seni arsitektur adalah Fauzan Noe’man.
Semangat kaderisasi dan pengembangan generasi muda menjadi fokus utama dalam strategi perjuangannya. Selain kaderisasi dalam keluarga, pendirian sekolah formal seperti Madrasah Al-Hidayah berfungsi sebagai sarana penguatan kader yang sistematis dan profesional.
Kaderisasi yang terencana merupakan kunci untuk menjaga regenerasi kepemimpinan dan menjamin keberlangsungan gerakan Muhammadiyah, sebuah warisan yang ia yakini akan memperkuat dakwah untuk jangka panjang.
Kisah perjuangan Haji Mas Djamhari dipahami sebagai metafora keteguhan iman dan kesabaran, yang mengambil spirit dari Al-Quran, dicontohkan melalui kisah pemuda dalam gua.
Hal ini menunjukkan bahwa Al-Quran adalah sumber spirit dan landasan moral yang diterapkan secara nyata dalam setiap langkah perjuangannya, baik dalam berbisnis, berdakwah, maupun mendirikan pendidikan.
Sopaat mengingatkan bahwa peran penting Haji Mas Djamhari harus terus dikaji dan didokumentasikan. Ia menekankan perlunya riset sejarah Muhammadiyah di Jawa Barat secara mendalam untuk mengatasi minimnya dokumentasi.
“Sejarah yang terdokumentasi dengan baik bukan hanya warisan, melainkan menjadi alat strategis untuk merumuskan strategi dakwah dan pendidikan masa depan, agar nilai-nilai perjuangan para pendiri tetap hidup dan menjadi inspirasi bagi generasi mendatang,” tandas Sopaat.***(FA)
