KABARINDAH.COM, Sukabumi–Pusat Penyelamatan Satwa Cikananga (PPSC) atau Cikananga Wildlife Center yang berlokasi di Desa Cisitu, Kecamatan Nyalindung di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, mencatat sebanyak 71 individu satwa telah diselamatkan sepanjang Januari hingga Juni 2025.
Satwa-satwa tersebut diperoleh melalui mekanisme titip rawat dari Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Barat serta dari proses kelahiran alami di dalam fasilitas pusat penyelamatan.
“Sebagian besar satwa merupakan titipan dari BBKSDA, sedangkan sisanya merupakan hasil kelahiran di lingkungan pusat penyelamatan,” ujar Dea Amanda, Staf Administrasi dan Keuangan PPSC, di Sukabumi, Jumat (11/7/2025).
Jenis satwa yang diselamatkan dalam periode tersebut cukup beragam, di antaranya poksai kuda (Garrulax rufifrons), kucing hutan (Prionailurus bengalensis), kera ekor panjang (Macaca fascicularis), kukang jawa (Nycticebus javanicus), beruk (Macaca nemestrina), siamang (Symphalangus syndactylus), ekek geling jawa (Cissa thalassina), babi kutil (Sus verrucosus), beluk ketupa (Ketupa ketupu), hingga musang pandan (Paradoxurus hermaphroditus).
Menurut Dea, hingga akhir Juni 2025, jumlah total satwa yang kini berada dalam perawatan mencapai 467 individu dari 66 spesies. Satwa-satwa ini terdiri dari berbagai jenis mamalia, burung, dan reptil, yang sebagian besar merupakan hasil penyerahan dari masyarakat atau korban konflik dengan aktivitas manusia.
Sejak berdiri pada 2001, PPS Cikananga menjadi salah satu pilar penting dalam konservasi satwa liar di Indonesia, khususnya di wilayah Jawa Barat. Selain merawat satwa yang diselamatkan, lembaga non-pemerintah ini juga menjalankan program rehabilitasi dan reintroduksi ke habitat aslinya, sesuai dengan prinsip-prinsip kesejahteraan satwa.
“Kami berupaya menjaga prinsip kesejahteraan satwa dalam setiap tahap perawatan. Tidak semua satwa bisa dilepasliarkan karena ada yang mengalami cacat permanen atau terlalu lama dipelihara manusia,” jelas Dea.
Ia juga menyoroti sejumlah tantangan dalam konservasi, seperti keterbatasan sumber daya dan minimnya kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga kelestarian satwa liar. Ia menekankan bahwa tindakan memelihara satwa liar merupakan pelanggaran hukum sekaligus ancaman bagi keseimbangan ekosistem.
“Masih banyak masyarakat yang belum memahami bahwa memelihara satwa liar di rumah adalah tindakan ilegal dan berisiko,” ungkapnya.
Dalam rangka membangun pemahaman publik, PPS Cikananga secara aktif menggelar kegiatan edukasi bagi pelajar, mahasiswa, peneliti, dan masyarakat sekitar. Kegiatan ini bertujuan menguatkan kesadaran kolektif akan pentingnya keberadaan satwa liar dalam menjaga kelangsungan ekosistem.
“Setiap kita punya peran dalam menjaga ekosistem. Jangan beli, pelihara, atau mengeksploitasi satwa liar. Biarkan mereka hidup bebas di habitat alaminya,” imbaunya. “Karena satwa bukan hanya bagian dari alam, tapi bagian dari kehidupan. Yuk, sama-sama lindungi mereka demi keseimbangan ekosistem dan masa depan generasi mendatang.”
PPS Cikananga berharap, dengan kolaborasi lintas sektor—baik dengan pemerintah, komunitas lokal, hingga jejaring konservasi global—upaya pelestarian satwa liar dapat terus dilanjutkan dan memberikan dampak nyata bagi keberlangsungan kehidupan di alam Indonesia. Atep Maulana