Pojok  

Tahun Baru Masehi Menurut Islam

Oleh Mia Sari Novianti MPd

KABARINDAH.COM — Kalender Masehi atau Anno Domini (AD) dalam bahasa Inggris adalah sebutan untuk penanggalan atau penomoran tahun yang digunakan pada kalender Julian dan Gregorian. Era kalender ini didasarkan pada tahun tradisional yang dihitung sejak kelahiran Yesus dari Nazaret. Masehi dihitung sejak hari tersebut, sedangkan sebelum itu disebut Sebelum Masehi atau SM. Perhitungan tanggal dan bulan pada Kalender Julian disempurnakan pada tahun 1582 menjadi kalender Gregorian. Penanggalan ini kemudian digunakan secara luas di dunia untuk mempermudah komunikasi.

Kata Masehi (disingkat M) dan Sebelum Masehi (disingkat SM) berasal dari bahasa Arab (المسيح), yang berarti “yang membasuh,” “mengusap” atau “membelai.” (lihat pula Al-Masih). Kata ini dalam terjemahan Alkitab bahasa Arab dipakai untuk istilah bahasa Ibrani “Mesiah” atau “Mesias” yang artinya “Yang diurapi” Atau “Tuhan” dalam agama Abrahamik.

Baca Juga:  Zaman Susah, Nasib UKM, dan Solusi dari Kampus

Perayaan tahun baru masehi menurut Islam itu boleh boleh saja. Bilamana tidak disertai dengan hal hal yang melanggar syariat Islam, dan tidak melakukan kemaksiatan. Hari Tahun baru biasanya sekolah dan tempat kerja sedang libur, hal ini bisa dilakukan untuk bersilaturahmi kepada orang tua atau saudara yang jauh. Dengan mengadakan acara makan Bersama, berbincang bincang, atau mengikuti kajian Islam . dan hal itu tidaklah menyalahi agama. Dan janganlah melakukan kegiatan seperti halnya orang orang kafir, seperti dalam surat Al Baqarah 120:

وَلَنْ تَرْضٰى عَنْكَ الْيَهُوْدُ وَلَا النَّصٰرٰى حَتّٰى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ ۗ قُلْ اِنَّ هُدَى اللّٰهِ هُوَ الْهُدٰى ۗ وَلَىِٕنِ اتَّبَعْتَ اَهْوَاۤءَهُمْ بَعْدَ الَّذِيْ جَاۤءَكَ مِنَ الْعِلْمِ ۙ مَا لَكَ مِنَ اللّٰهِ مِنْ وَّلِيٍّ وَّلَا نَصِيْرٍ

“Dan orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan rela kepadamu (Muhammad) sebelum engkau mengikuti agama mereka. Katakanlah, “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang sebenarnya).” Dan jika engkau mengikuti keinginan mereka setelah ilmu (kebenaran) sampai kepadamu, tidak akan ada bagimu pelindung dan penolong dari (azab) Allah.”

Baca Juga:  Menghapus Asimetris Relasi di Hari Buruh

Dalam artikelnya A. Zaeni Misbaahuddin Asyuari, dilihat dari beberapa referensi dari fatwa ulama Al Azhar :

“Kaisar Rusia, Alexander III pernah mengutus seorang tukang emas ‘Karl Fabraj’ guna membuat topi baja untuk istrinya pada tahun 1884 M. Proses pembuatannya berlangsung selama 6 bulan. Topi itu ditempeli batu akik dan permata. Warna putihnya dari perak dan warna kuningnya dari emas. Di setiap tahunnya ia menghadiahkan topi serupa kepada istrinya hingga kemudian istrinya ditumbangkan oleh pemberontakan kelompok komunisme pada tahun 1917 M. Mulanya acara ini merupakan suatu perayaan ‘Sham Ennesim’ (Festival nasional Mesir yang menandai dimulainya musim semi) yang merupakan tradisi lokal Mesir lantas berubah menjadi tradisi keagamaan

Senada dengan fatwa yang dirilis oleh Mufti Agung Mesir, ulama pakar hadis terkemuka asal Haramain, Syekh Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki (wafat 2004 M) dalam kitabnya menegaskan:

Baca Juga:  Orang Cerdas Vs Orang Tekun, dan Jebakan Kesuksesan

Sudah menjadi tradisi bagi kita berkumpul untuk menghidupkan berbagai momentum bersejarah, seperti halnya maulid nabi, peringatan Isra Mi’raj, malam nishfu sya’ban, tahun baru hijriyah, nuzulul qur’an dan peringatan perang Badar. Menurut pandanganku, peringatan-peringatan seperti ini merupakan bagian daripada tradisi, yang tidak terdapat korelasinya dengan agama, sehingga tidak bisa dikategorikan sebagai sesuatu yang disyariatkan ataupun disunahkan. Kendati demikian, juga tidak berseberangan dengan dasar-dasar agama, sebab yang justru mengkhawatirkan ialah timbulnya keyakinan terhadap disyariatkannya sesuatu yang tidak disyariatkan.” [Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki, Mafahim Yajibu an Tushahihah, [Surabaya: As-Shafwah Al-Malikiyyah], halaman 337-338.

Wallahu alam bishawab