Oleh: Dr Budi Santoso | Dosen Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta
Ada penjaja pizza dari sebuah merk franchise ternama. Dengan menggunakan sepeda motor, membawa poster dan satu box yang berisi berdus-dus pizza. Sang penjual menjajakan dagangannya di pinggir jalan yang ramai di berbagai tempat dekat rumah saya.
Ada anomali bisnis yang terjadi. Ketika yang gurem-gurem UKM mengumpulkan recehan, ternyata yang besar juga ikut mencari recehan di pinggir jalan. Saya tidak tahu maksud pedagang pizza ini, apakah promosi atau demi menyambung hidup bisnisnya di masa pandemi yang tidak berkesudahan. Atau agar si pizza tetap “in touch” dengan pelanggannya.
Apabila sang penjual pizza serius meraih keuntungan di pinggir jalan, saya juga memikirkan bagaimana meraih keuntungannya. Sebagai korporasi tentunya dikenakan ketetapan Upah minimum bagi karyawannya. Apabila karyawan sehari dibayar 100 ribu per hari, berapa potong pizza yang harus dijual? Hanya untuk menggaji karyawannya.
Jangan ajari pengusaha berbisnis. Pengusaha paham apa yang harus dilakukan. Pengusaha akan melakukan “apa saja” untuk dapat survive. Jadi sayapun hanya sekedar ingin tahu saja.
Covid sudah hampir setahun. Sudah banyak usaha yang tutup karena sepi pembeli dan sudah tidak mampu lagi menutupi kerugian yang diderita pada setiap operasi.
Pembatasan jam operasi, pembatasan kapasitas hanya 25 persen, sepertinya sangat sulit dijalankan. Sudah pasti, tidak harus seorang doktor bisnispun sudah tahu, meskipun buka namun tidak akan mampu menutup biaya operasi, apalagi mengembalikan investasi.
Tukang serabi dekat kompleks saya masih mencoba bertahan. Menjajakan kue serabinya yang hangat dan menjanjikan kenikmatan sebagai “teman” ngopi pagi.
Meskipun omzet menurun, penjual serabi sudah beradu “head to head” dengan penjual pizza. Sudah “bertarung” di pinggir jalan, sudah menjadi street fighter.
Pertarungan David dan Goliath. Artinya mungkin, mencari duit besar sudah sulit di zaman pandemi, yang masih tersisa adalah rebutan duit recehan yang tersisa tersebar setiap hari di pinggir jalan. Pengusaha sedang mencari untuk menemukan jalannya.
Saya tidak tahu Anda suka serabi dengan konten lokal, atau pizza yang hampir semuanya berbahan baku impor. Bagi saya orang kampung, keduanya “tanggung”, karena keduanya merupakan camilan yang mengenyangkan. Tidak dapat menjadi pengganti sarapan atau makan besar.
Sambil menonton TV, saya ngopi sambil makan serabi asli produk lokal Pulo Gebang dekat rumah saya.