Kabar  

Perceraian Jadi Konsumsi Publik, Dosen UM Bandung: Ini Lebih Banyak Mudaratnya!

KABARINDAH.COM, Bandung – Fenomena kasus perselingkuhan dan perceraian yang melibatkan public figure kini semakin marak ditampilkan di media sosial.

Konten-konten sensitif tersebut dengan mudah diakses oleh masyarakat tanpa adanya filter. Seolah-olah para pesohor tidak lagi memiliki rasa malu dalam mempertontonkan persoalan rumah tangga mereka kepada publik.

Menanggapi kondisi tersebut, Dosen Program Studi Hukum Keluarga Islam Universitas Muhammadiyah Bandung Sopha Hafitriani pun memberikan pandangannya.

Ia menegaskan bahwa perselingkungan dan perceraian merupakan bagian dari ujian dalam kehidupan berumah tangga, sebagaimana dijelaskan dalam QS Al-Mulk ayat 2 bahwa manusia diciptakan untuk diuji, termasuk dalam relasi suami dan istri.

Menurut Sopha, ujian dalam rumah tangga hadir untuk mengukur pemahaman dan keteguhan pasangan dalam menjaga hubungan.

”Ujian tersebut pasti datang pada setiap keluarga guna menguji pemahaman rumah tangga setiap pasangan untuk diketahui mana yang lebih baik amalnya,” ujarnya di UM Bandung pada Kamis (04/12/2025).

Ia menjelaskan bahwa media sosial kerap dipilih sebagai tempat penyelesaian konflik rumah tangga oleh public figure karena besarnya tekanan sosial.

Tidak sedikit permasalahan rumah tangga yang memuncak atau bahkan selesai di ruang digital. Meskipun penyelesaian tersebut sering kali mengabaikan pendekatan kekeluargaan yang lebih bijaksana.

Sopha menilai bahwa mempublikasikan urusan pribadi di media sosial, termasuk perselingkuhan dan perceraian, justru lebih banyak mendatangkan mudarat.

Perceraian merupakan langkah hukum untuk mengakhiri rumah tangga, sedangkan mengumbar konflik kepada publik justru memperburuk keadaan dan mempercepat retaknya hubungan.

Al-Quran surah An-Nisa ayat 35 pun menekankan penyelesaian konflik melalui mediator jika suami istri berniat memperbaiki hubungan.

Secara hukum, tindakan membuka aib keluarga dapat melanggar Pasal 27A Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik lantaran berpotensi menjadi tindakan pencemaran nama baik.

”Secara etika, tindakan tersebut melanggar prinsip privasi dan kehormatan keluarga serta dapat merusak hubungan lebih lanjut. Hal inilah yang mempermudah jalan menuju perceraian,” lanjut Sopha.

Ia menambahkan bahwa tindakan seseorang sangat dipengaruhi oleh pemahaman dan kebiasaan. Sebagaimana pesan dalam surat Al-‘Asr, manusia hanya terhindar dari kerugian jika beriman, beramal saleh, serta saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran.

Kebiasaan mengumbar masalah di ruang digital justru menjauhkan pasangan dan memperburuk konflik karena melibatkan opini publik.

Untuk itu, Sopha mendorong kolaborasi lembaga pendidikan, tokoh agama, dan masyarakat guna memperkuat literasi digital, nilai moral, serta budaya penyelesaian masalah secara privat.

Edukasi mengenai etika bermedia sosial, pentingnya komunikasi sehat dalam rumah tangga, hingga pendampingan melalui tokoh agama perlu diperkuat.

Masyarakat pun diharapkan tidak memperkeruh keadaan dengan komentar negatif atau menyebarkan ulang konten yang mendramatisasi konflik rumah tangga.***(FA)

Exit mobile version