Oleh: Dr Mulyawan Safwandy Nugraha | Direktur Research and Literacy Institute (RLI)
Adakah di antara kita yang sudah sangat siap menghadapi Pandemi Covid-19? Jawabannya sudah dapat ditebak. Prediksi atau ramalan selalu ada menghiasi suatu peristiwa besar. Namun di luar semua itu, sebagai ummat yang beragama, ada keyakinan mendalam bahwa semua ini adalah sudah Jalan takdir Tuhan Allah SWT. Dalam hadits, istilah yang terkenal dilanjutkan dengan kalimat: Khairihi wa Syarrihi minallahi ta’alaa.
Ya, Pandemi Covid-19 adalah sudah ketentuan Tadir Allah SWT. Mau bagaimana lagi? Ngeluh? Ngedumel? Atau mending merefleksi diri sambil menyelami samudra hikmah dari takdir itu sendiri?
Semua pilihan, ada pada diri kita. Manusia. Makhluk yang “sangat sengaja” Allah SWT desain, ciptakan, bahkan Allah umumkan kepada Malaikat tentang penciptaannya. Allah SWT sangat bangga dengan penciptaan manusia.
Manusia adalah makhluk ciptaan yang pernah di”protes” malaikat karena berbagai kelemahan dan kekurangannya. Manusia dianggap tidak kapabel menjadi Pengganti Allah SWT di bumi. Kerjanya, kata Malaikat, adalah merusak bumi dan mengalirkan darah (konflik dengan sesama). Maklumat ini ada dalam QS Al-Baqarah 2:30.
Semua “protes” dan tuduhan itu tidak menghalangi Allah SWT menciptakan manusia sebagai Khalifah di bumi ini. Jika diselami, sangat mungkin patut diduga, Manusia adalah makhluk Allah Swt yang sudah lama dipersiapkan, dengan segala perangkat dan potensi yang dimilikinya, untuk bisa memakmurkan bumi dan mencegah konflik kemanusiaan. Tidak terkecuali menghadapi Pandemi Covid-19.
Maka, sangat aneh sebenarnya, jika kita melihat berita, di belahan negara lain di dunia, seperti Jepang, terjadi kenaikan angka bunuh diri warganya di era Covid-19. Mengapa hanya karena wabah ini, sampai harus menghilangkan kesempatan hidup yang indah untuk kita isi dengan banyak perbuatan yang bermanfaat?
Maka sebagai manusia yang berakal, sudah saatnya kita membangun kemandirian dan kesiapan dalam menghadapi situasi dan kondisi terburuk sekalipun.
Tentu istilah Terburuk (atau dalam teks hadits tentang takdir, Syarrihi) adalah hanya dalam perspektif manusia. Karena Makna yang hakiki adalah tidak ada takdir yang buruk. Semuanya baik. Biasanya manusia menyebut buruk terhadap Takdir, hanya karena sesuatu yang diterimanya tidak sesuai dengan keingingan dan kebutuhannya, atau sesuatu itu merugikan diri manusia.
Jadi, selalulah kita berpikir positif dengan mengambil apapun yang menjadi takdir kita sebagai hikmah. Rasulullah SAW bersabda; “Hikmah itu adalah barang yang hilang milik orang yang beriman. Di mana saja ia menemukannya, maka ambillah.” (HR Tirmidzi). Wallahu a’lam.