KABARINDAH.COM — Zaman terus berubah. Arus globalisasi terus mengepung rumah-rumah melalui layar kaca dan media massa. Dampaknya, setiap hari anak-anak pun diterpa berbagai pesan dan informasi. Mulai dari aneka iklan hingga gaya hidup dari belahan penjuru bumi bagian Barat.
”Banyak orang tua yang merasa berat membesarkan anak perempuan saat ini,” kata dosen psikologi Universitas Negeri Jakarta, Dra Evita S MPsi,”Semua itu akibat dari era keterbukaan,” ujarnya. Sebenarnya, menurut dia, membesarkan anak perempuan atau laki-laki di zaman seperti saat ini sama-sama berat tantangannya.
Ia mengungkapkan, fenomena globalisasi telah membuat anak perempuan di zaman yang serbacanggih ini membuat anak lebih ekspresif. Hal itu, juga ditunjang dengan gaya asuh orang tua yang semakin permisif pula.
Tak heran, lanjut Evita, saat menjelang pubertas anak perempuan saat ini sudah mulai kritis. Tak heran, bila mereka pun sering kali berbeda pendapat dengan orang tua. Malah, tak aneh bila saat ini anak perempuan yang menginjak masa pubertas suka sekali menentang.
Lebih ekspresif
Fenomena anak perempuan yang semakin ekspresif, menurut Evita, masih tergolong positif sehingga bisa diakomodasi. ”Satu yang harus diingat, zaman telah berubah. Tak bisa orang tua menyamakan antara anak dulu dan sekarang,”tandasnya. Salah satu solusinya adalah membangun komunikasi yang harmonis dengan anak. Orang tua pun perlu menyadari berbagai perubahan atau gejolak yang dialami anak perempuan mereka adalah sesuatu yang alamiah dan tak terhindarkan.
Di sisi lain, ia mengingatkan, justru anak remaja perempuan kerap mengalami kebingungan dalam menghadapi hal itu. Sehingga, mereka sangat mengharapkan bantuan orang tuanya. Sayangnya, banyak dari anak ini yang sulit untuk mengungkapkannya. Maka, tutur Evita, orang tua secara arif dan bijaksana mulai mendekatkan diri kepada anak perempuannya yang mulai tumbuh dewasa. Caranya, orang tua harus menjadi sahabat bagi anak perempuan mereka.
Sikap kritis anak yang mulai memasuki masa puber, bisa diakomodasi lewat diskusi dan komunikasi. ”Anak remaja perempuan saat ini biasanya maunya ideal. Biarkan saja mereka tunjukkan sikap kritisnya,” papar Evita. Dengan begitu, mereka akan merasa lebih rileks. Pasalnya, bila sikap kritis itu ditekan, maka si anak akan memendamnya. Hal itu, tidak baik bagi perkembangannya.
Ada banyak hal yang dihadapi seorang anak perempuan yang beranjak besar. Menurut Evita, secara psikologis anak perempuan akan menghadapi perubahan fisik, emosi, sosial, dan minat. Saat-saat seperti ini, orang tua perlu mendampingi mereka sebagai sahabat.
Bagi sebagian anak perempuan, perubahan fisik justru akan menjadi masalah. Tumbuhnya bagian tubuh tertentu, munculnya bulu dan jerawat kerap kali membuat anak khawatir. Hal itu, terjadi karena orang tua tak membimbing mereka. Seharusnya, orang tua menjelaskan bahwa fenomena seperti itu adalah sesuatu yang alamiah.
”Banyak anak perempuan yang tak merasa bermasalah saat menstruasi pertama datang atau perubahan lain yang ada pada fisiknya,” tandas Evita. Itu, karena orang tua telah memberi informasi secara baik lewat pola komunikasi dua arah yang diterapkannya.
Butuh pengakuan sosial
Pada masa tumbuh menjadi remaja, anak perempuan biasanya memiliki kebutuhan berupa pengakuan sosial. Egonya pun menjadi tinggi. Selain itu, kata Evita, yang perlu mendapat perhatian orang tua adalah, keinginan untuk selalu sama dengan orang lain. Anak remaja perempuan biasanya menginginkan mode pakaian yang sama dengan orang lain. Mereka terus mengikuti mode. Terlebih, terpaan iklan berbagai produk terus menyerbu otak dan pikiran mereka. ”Bahaya besar bila hal itu dibiarkan. Inilah salah satu yang menyebabkan munculnya prostitusi remaja,” ucapnya.
Menghadapi masalah ini, kata Evita, orang tua perlu memahami kebutuhan anak. ”Orang tua jangan terpaku dengan kebutuhan sendiri,” tandasnya. Bila anak menginginkan sesuatu yang ingin sama dengan orang lain, orang tua bisa duduk bicara dengan komunikasi yang baik. Orang tua perlu menjelaskan kepada anaknya tentang kondisi keuangan keluarga. Atas keinginan anak perempuan itu, kata Evita, orang tua bisa mengusahakannya agar anak sekadar punya. ”Satu saja, tak perlu banyak. Asalkan si anak punya.” Tentu saja, itu harus sesuai dengan kondisi keuangan yang ada.
Memenuhi segala keinginan anak akan beragam kebutuhan yang sifatnya mode juga akan berdampak negatif. Anak cenderung akan menjadi konsumtif dan sangat tergantung pada orang lain. Sikap hidup seperti itu juga tak baik terhadap perkembangan si anak di kemudian hari.
Memberi kepercayaan
Semua orang tua tentu menginginkan agar anaknya tumbuh menjadi pribadi yang percaya diri dan kuat — tak mudah terpengaruh hal -hal yang negatif. Menurut Evita, salah satu cara yang efektif untuk menumbuhkan rasa percaya diri dan kepribadian yang kuat adalah dengan membangun komunikasi yang harmonis dengan anak.
Melalui komunikasi, orang tua bisa menyampaikan nilai-nilai yang baik kepada anaknya. Bagaimana orang tua menanamkan nilai-nilai baik-buruk? Orang tua perlu memahami bahwa remaja bertingkah laku atas apa yang dipelajarinya dari lingkungan. Remaja yang tumbuh dengan orang tua yang tidak dapat memberi contoh yang jelas, cenderung akan menjadi orang dewasa yang tidak matang, kelak di kemudian hari.
Agar anak perempuan kelak menjadi pribadi yang percaya diri, orang tua melalui jalur komunikasi perlu membantu mengembangkan potensi yang ada di dalam diri remaja. Itu bisa dilakukan, dengan memberi kesempatan bagi mereka untuk memutuskan sendiri penyelesaian masalah yang dihadapinya. Tentu saja, berdasarkan alternatif yang diberikan oleh orang tua.
”Jika mereka berhasil memutuskan permasalahan tersebut dengan baik, maka orang tua perlu memberikan penghargaan,” papar Evita. Penghargaan yang diberikan, tak harus berupa materi. Namun, bila keputusan yang diambil ternyata salah, orang tua tak perlu marah.
Hal itu, bisa dijelaskan orang tua dengan cara diskusi dan komunikasi yang hangat. Ini, akan membuat anak tak merasa takut, karena sudah berbuat salah. Pola pembinaan anak seperti itu, akan sangat berperan dalam mengembangkan kemampuan anak perempuan menjadi pribadi yang berguna, tak hanya bagi dirinya sendiri tetapi juga untuk lingkungannya.
sumber: Heri Ruslan (Harian Republika)