KABARINDAH.COM – Tuhan kita, Allah Yang Mahabesar, penting sekali diketahui bila kita ingin jadi seorang hamba yang berbudi pekerti dan berpribadi mulia dalam hidup sehari-hari. Sebab, ketika kita tahu dan paham akan kekuasaan, keesaan, keagungan Allah, hal itu akan melahirkan rasa takut yang ditumbuhi harapan yang penuh cinta dalam diri.
Namun, celakanya, begitu banyak manusia di muka bumi yang tahu terhadap keagungan Allah, tetapi malah lalai dan abai pada setiap titah-Nya. Padahal, saat kita tahu bahwa kekuasaan Allah yang membuat hidup menjadi berkah, berfaedah, dan mulia, sejatinya kita akan merasa tentram dan nyaman; tidak galau meracau saat menjalani kehidupan di dunia.
Karenanya, selain tahu (known), kita juga harus paham terhadap kebesaran Tuhan agar menghasilkan keinsafan diri (self consciousness) yang mengejawantahkan realisasi amal saleh.
Benar, bahwa saat menerangkan tentang keesaan Allah, hal itu berkelindan dengan tujuan hidup kita, yakni hidup dimulakan dari-Nya dan diakhiri kembalipada-Nya. Pemahaman ini, tentunya dapat menjadi pelecut diri agar menanam yakin bahwa garis kehidupan harus diisi dengan kebaikan. Nabi Muhammad Saw. saja menghabiskan lebih dari separuh masa kenabiannya untuk memperkokoh keyakinan, sikap, mental, dan gerak amal umat di Mekkah di atas kerangka tauhidullah.
Karena, tauhidullah tidak saja menjadi pilar agama Islam, tapi juga mampu membangun kebudayaan dan peradaban manusia dalam koridor nilai-nilai ketuhanan.
Oleh karena itu, memaknai Allah sebagai ikrar perkataan, keyakinan, pemahaman sekaligus jalan hidup akan membentuk watak kita ke arah kemuliaan. Sebab, seluruh aspek dalam kehidupan ini sejatinya dari Allah. Esensi dari tauhidullahialah kesucian batin, ketulusan sikap dan kemurnian niat dalam menggerakkan jasad dan pikiran untuk menelurkan amal saleh. Kepercayaan kepada Allah akan menyelamatkan kita di dunia dan di akhirat kelak.
Ketika seseorang berjalan, ia pasti akan mendapatkan batu sandungan, tetapi hal itu mungkin saja biasa dalam kehidupan ini. Alangkah baiknya bila kita menyadari bahwa batu sandungan itu secara positif sehingga melahirkan sesuatu hal yang luar biasa dalam hidup. Namun, saya pikir, sikap kita malah latah untuk memaki si batu yang menghalangi perjalanan kita, bukan menyalahkan cara kita berjalan yang tak waspada akan adanya batu sandungan itu.
Sikap terbaik kita ialah bersabar kemudian mawas diri bahwa kita pernah tersandung batu kemudian kaki kita berdarah; bukan malah memarahi batu tersebut.
Begitu pula saat kita mengarungi perjalanan panjang dalam kehidupan ini; jalan tak selamanya mulus dan lurus, kadangkala penuh kelokan, kerikil tajam dan penuh onak-duri. Karenanya, ketika cobaan dan musibah datang silih berganti, mestinya hal itu membuat kita lebih dekat kepada Allah. Karena semua catatan tentang kehidupan ini berdasarkan kehendak-Nya, sebagai Tuhan yang Mahamengatur segala kebutuhan kita.
Pada dasarnya, manusia gudangnya salah, lupa dan dosa. Maka ikhtiar buku ini diharapkan dapat menumbuhkan pengetahuan berbungkus keinsafan diri sehingga mampu memaknai taubat dengan menjemput kasih sayang-Nya. Pepatah bijak mengatakan, “Sebaik-baiknya manusia adalah yang mengakui kesalahannya kemudian tidak mengulanginya.”
Tahukah Anda bahwa seorang manusia yang hendak berhijrah, harus memulainya dengan upaya-upaya pertaubatan yang sungguh-sungguh?
Taubat dalam kehidupan seorang hamba, laiknya stasion sebagai tempat perberhentian yang digunakan untuk menuju suatu tempat. Di stasiun inilah lalu lalang orang yang hendak menuju suatu tempat berkumpul. Di dalam kitab Ihya Ulumuddin, Imam Al-Ghazali menempatkan pembahasan taubat sebagai bahasan pertama dari rubb’u al-munjiat – seperempat yang menyelamatkan (dari siksa api neraka).
Karena itu, agar selamat dari siksa Allah di akhirat, kita wajib menguasai dan mengamalkan ilmu taubat. Ilmu tersebut hadirnya, sangat penting, bahkan urgen; karena kita tidak bisa lepas dari dosa dan kesalahan. Apalagi di era milenial seperti saat ini, dosa dan kesalahan seolah tak terasa sehingga memalingkan kita dari jalan Allah dan mudah melakukan maksiat.
Rasulullah Saw., bersabda, ”Jika kalian melakukan kesalahan-kesalahan (dosa) hingga kesalahan kalian itu sampai ke langit, kemudian kalian bertaubat, niscaya Allah Swt. akan memberikan taubat kepada kalian.” (HR. Ibnu Majah).
Imam Al Ghazali menjelaskan dalam muqaddimah kitab “At-Taubah”bagian dari kitabnya “Ihya Ulumuddin”bahwa,“taubat dari dosa –yaitu dengan kembali kepada Zat Yang menutupi kesalahan dan Yang Mahatahu akan kegaiban– adalah kunci mendekatkan kembali jiwa pada Allah.Saat kita berbuat salah dan dosa, kemudian menyesalinya disertai dengan mengucapkan kalimat astaghfirullah, kita dicatat sebagai orang yang kembali suci dan sedang melawan bisikan kejahatan setan terkutuk.
Di dalam Al-Quran dijelaskan salah satu doa pertaubatan yang dahsyat,“Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. At-Tahriim: 8).